
Penyaluran kredit perbankan di Indonesia tumbuh 9% secara tahunan (yoy) pada Februari 2025, mencapai Rp7.684,1 triliun. Pertumbuhan ini didorong oleh lonjakan kredit korporasi sebesar 14,7% serta peningkatan kredit konsumsi dan properti. Namun, pertumbuhan kredit UMKM masih melambat di angka 2,1% yoy. Tren ini mencerminkan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, tetapi juga menyoroti tantangan dalam distribusi kredit yang lebih merata.
Fokus utama:
- Kredit korporasi naik signifikan sebesar 14,7% yoy, sementara kredit UMKM hanya tumbuh 2,1% yoy, menunjukkan ketimpangan dalam ekspansi kredit.
- Kredit konsumsi tumbuh 9,4% yoy, terutama didorong oleh KPR dan kredit kendaraan. Kredit properti juga meningkat 6,9% yoy, tetapi ada risiko perlambatan di sektor konstruksi.
- Sektor industri pengolahan dan infrastruktur menjadi pendorong utama Kredit Investasi (KI), yang tumbuh 13,4% yoy. Namun, kenaikan suku bunga dan ketidakpastian global masih menjadi tantangan bagi ekspansi kredit.
Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan nasional tumbuh 9% secara tahunan (yoy) pada Februari 2025, mencapai Rp7.684,1 triliun. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan Januari 2025 yang tercatat Rp7.639,2 triliun.
“Kredit perbankan pada Februari 2025 tumbuh 9% secara year on year, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya,” tulis laporan BI bertajuk Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhi, yang dirilis pada Jumat (21/3).
Pertumbuhan kredit ini didorong oleh ekspansi di sektor korporasi yang mencapai Rp4.185,4 triliun, naik 14,7% yoy. Sebaliknya, kredit ke segmen perorangan hanya tumbuh 2,7% yoy dengan total penyaluran Rp3.438 triliun.
Lonjakan kredit korporasi terutama berasal dari sektor keuangan, real estat, serta jasa perusahaan, termasuk pertambangan dan penggalian. Sementara itu, Kredit Modal Kerja (KMK) tumbuh 6,2% yoy menjadi Rp3.348 triliun, sedikit melambat dibandingkan Januari yang naik 6,8% yoy.
Di sisi lain, kredit UMKM hanya tumbuh 2,1% yoy, lebih lambat dibandingkan Januari 2025 yang naik 2,5% yoy. Total kredit UMKM per Februari 2025 mencapai Rp1.393,4 triliun, dengan pertumbuhan terbesar terjadi pada skala kecil yang naik 7,9% yoy.
Perlambatan kredit UMKM ini bisa menjadi sinyal bahwa akses pendanaan bagi bisnis kecil masih menjadi tantangan. Banyak pelaku UMKM menghadapi kesulitan dalam memenuhi persyaratan kredit perbankan, sehingga masih bergantung pada sumber pendanaan lain seperti fintech lending.
Sementara itu, Kredit Konsumsi (KK) tumbuh stabil di angka 9,4% yoy, didorong oleh kenaikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan Kredit Multiguna.
Total penyaluran kredit properti mencapai Rp1.419,5 triliun, dengan pertumbuhan 6,9% yoy. Pertumbuhan kredit real estate sebesar 6,4% yoy dan kredit konstruksi yang hanya naik 0,5% yoy mencerminkan adanya tantangan dalam sektor properti. Namun, KPR dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) masih tumbuh solid di angka 10,5% yoy.
Beberapa analis memperingatkan potensi risiko dari tingginya eksposur kredit properti, terutama jika terjadi perlambatan ekonomi yang dapat meningkatkan tingkat kredit macet (NPL).
Kredit Investasi (KI) menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, naik 13,4% yoy menjadi Rp2.127,6 triliun. Sektor industri pengolahan serta sektor listrik, gas, dan air bersih menjadi pendorong utama.
Namun, ada beberapa tantangan yang bisa mempengaruhi laju pertumbuhan kredit ke depan, seperti potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia jika inflasi kembali naik, serta ketidakpastian ekonomi global yang dapat menekan likuiditas perbankan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan di awal 2025 menunjukkan pemulihan ekonomi yang masih berlanjut. Namun, ada ketimpangan yang perlu diatasi, terutama dalam distribusi kredit ke UMKM yang tumbuh lebih lambat dibandingkan kredit korporasi.
Ke depan, tantangan utama bagi perbankan adalah memastikan pertumbuhan kredit tetap berkelanjutan tanpa meningkatkan risiko gagal bayar, terutama di sektor properti dan konsumsi. ■