Dampak suku bunga tinggi dan PHK massal, NPL KPR melonjak!

- 21 Maret 2025 - 18:08

Kredit pemilikan rumah (KPR) di Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan pada awal 2025, seiring dengan meningkatnya rasio kredit bermasalah (NPL). Pelemahan daya beli akibat suku bunga tinggi dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi faktor utama yang mendorong lonjakan NPL KPR, terutama di bank-bank besar seperti BTN dan BCA. Bank Indonesia mencatat kenaikan NPL KPR dari 2,53% pada Januari 2024 menjadi 2,84% pada Januari 2025, dengan nilai KPR bermasalah mencapai Rp22,5 triliun.


Fokus utama:

  1. Outstanding KPR perbankan tumbuh 10,8% yoy pada Januari 2025, lebih rendah dibandingkan 12,59% yoy di periode sebelumnya.
  2. Rasio kredit bermasalah naik menjadi 2,84%, beberapa bank mencatat kenaikan signifikan.
  3. Suku bunga tinggi, daya beli masyarakat melemah, PHK massal, dan berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 menjadi penyebab utama kenaikan NPL KPR.

Perekonomian Indonesia yang lesu mulai menunjukkan dampak serius terhadap sektor properti. Lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan suku bunga tinggi membuat banyak debitur kesulitan membayar cicilan rumah, sehingga rasio kredit bermasalah (NPL) KPR melonjak signifikan.

Data Bank Indonesia (BI) mencatat, outstanding KPR per Januari 2025 mencapai Rp793,6 triliun, tumbuh 10,8% secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 12,59% yoy pada Januari 2024, yang mencerminkan perlambatan permintaan terhadap kredit perumahan.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah meningkatnya jumlah kredit macet. Rasio NPL KPR pada Januari 2025 tercatat 2,84%, naik dari 2,53% pada Januari tahun lalu. Ini berarti total KPR bermasalah mencapai Rp22,5 triliun, bertambah Rp4,38 triliun hanya dalam setahun.

BTN melaporkan kenaikan NPL KPR subsidi dari 1,5% pada 2023 menjadi 1,7% di akhir 2024. Sementara itu, NPL KPR non-subsidi mengalami lonjakan lebih tajam, dari 2% menjadi 3,7%.

Direktur Risk Management BTN, Setiyo Wibowo, mengungkapkan bahwa melemahnya daya beli masyarakat akibat tren suku bunga tinggi dan gelombang PHK menjadi penyebab utama kenaikan NPL. Selain itu, berakhirnya program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada Maret 2024 juga memperburuk kondisi.

“Sebagian debitur restrukturisasi yang tak mampu bangkit jatuh ke NPL,” kata Setiyo.

Meningkatnya NPL KPR tidak lepas dari kombinasi beberapa faktor:

  1. Tren suku bunga tinggi
    Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan di level tinggi guna menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi. Dampaknya, bunga KPR ikut naik, memperberat beban cicilan debitur.
  2. PHK massal dan lemahnya daya beli
    Sepanjang 2024, berbagai sektor industri—terutama manufaktur, teknologi, dan ritel—mengalami gelombang PHK. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan lebih dari 900.000 pekerja kehilangan pekerjaan tahun lalu. Banyaknya masyarakat yang kehilangan sumber pendapatan membuat mereka kesulitan membayar cicilan rumah.
  3. Berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit
    Sejak pandemi Covid-19, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan program relaksasi restrukturisasi kredit. Namun, program ini resmi berakhir pada Maret 2024. Tanpa perlindungan ini, banyak debitur yang sebelumnya masih bisa bertahan kini jatuh ke dalam status kredit bermasalah.

Dengan kondisi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian, bank harus semakin selektif dalam menyalurkan KPR. Beberapa perbankan mulai menerapkan kebijakan lebih ketat dalam menilai kelayakan calon debitur guna menekan risiko NPL.

Meskipun begitu, ada secercah harapan. Jika inflasi bisa dikendalikan dan suku bunga mulai menurun pada paruh kedua 2025, permintaan KPR bisa kembali meningkat. Selain itu, pemerintah juga berencana memperkuat insentif bagi sektor properti, terutama di segmen rumah subsidi, untuk menjaga daya beli masyarakat.

Namun, dalam jangka pendek, tantangan utama tetap ada: bagaimana bank bisa menjaga keseimbangan antara ekspansi kredit dan pengendalian risiko di tengah kondisi ekonomi yang masih rapuh. ■

Comments are closed.