
KB Bank (BBKP) mencatat kerugian besar sebesar Rp6,32 triliun pada 2024, membengkak dari tahun sebelumnya. Meski demikian, bank optimistis bisa berbalik meraih laba di 2025, didukung pertumbuhan pendapatan bunga, peningkatan efisiensi, dan strategi restrukturisasi.
Fokus utama:
- KB Bank mengalami rugi Rp6,32 triliun pada 2024, naik dari Rp6,03 triliun di tahun sebelumnya, tetapi optimistis bisa bangkit di 2025.
- Pendapatan bunga bersih naik 42,5% menjadi Rp1,15 triliun, dengan NIM meningkat menjadi 1,31%.
- Bank fokus pada efisiensi, penguatan permodalan, serta menekan NPL untuk kembali mencetak laba.
PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP) atau KB Bank mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp6,32 triliun sepanjang 2024, membengkak dari Rp6,03 triliun pada 2023. Meski demikian, manajemen bank asal Korea Selatan ini optimistis bisa membalikkan keadaan dan meraih laba bersih di 2025.
Direktur Utama KB Bank, Tom (Woo Yeul) Lee, menegaskan bahwa strategi restrukturisasi dan efisiensi yang diterapkan akan membawa bank kembali ke jalur profitabilitas.
“Kami optimistis KB Bank dapat mencatatkan laba bersih di tahun 2025 dan menjadi salah satu layanan perbankan terbaik ke depannya,” ujar Tom dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/3).
Di tengah tekanan finansial, KB Bank sebenarnya mencatat pertumbuhan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) yang signifikan. Laporan keuangan menunjukkan NII naik 42,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp1,15 triliun dari Rp808,88 miliar pada 2023.
Kenaikan ini turut mendorong Net Interest Margin (NIM) bank meningkat menjadi 1,31% dari sebelumnya 0,78%. Artinya, kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan dari aset berbunga mengalami perbaikan.
Namun, tantangan masih menghantui. Kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) bruto KB Bank masih cukup tinggi di angka 9,06%, meskipun turun dari 9,56% pada tahun sebelumnya. NPL net pun menyusut menjadi 4,38% dari 4,87%.
Penurunan NPL ini menunjukkan upaya bank dalam memperbaiki kualitas asetnya, namun angka di atas 9% tetap menjadi perhatian utama bagi investor dan regulator perbankan.
Salah satu faktor utama yang membebani laporan keuangan KB Bank pada 2024 adalah pencatatan beban non-recurring (biaya yang tidak berulang) yang cukup besar.
Tom menjelaskan bahwa kerugian tahun lalu sebagian besar berasal dari beban pajak tangguhan (deferred tax) senilai Rp1,42 triliun. Beban ini muncul akibat akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan potensi pemulihan pajak penghasilan (PPh) di masa depan.
Selain itu, bank juga melakukan pencadangan (impairment) sebesar Rp1 triliun dari revaluasi anak usaha. Langkah ini diambil untuk memperkuat neraca keuangan dan memastikan kondisi permodalan tetap solid.
“Meskipun ada beban tersebut, struktur permodalan kami tetap kuat dan siap mendukung pertumbuhan bisnis,” tambah Tom.
Menghadapi 2025, KB Bank berencana menekan kerugian dengan strategi efisiensi, penyaluran kredit yang lebih selektif, serta memperkuat dana murah (CASA).
Laporan keuangan menunjukkan bahwa meskipun total penyaluran kredit dan pembiayaan syariah turun 3,82% yoy menjadi Rp47,52 triliun, dana pihak ketiga (DPK) bank justru naik 4,02% yoy menjadi Rp46,59 triliun.
CASA, yang mencerminkan dana murah dari tabungan dan giro, melonjak 31,37% menjadi Rp13,2 triliun. Ini menunjukkan bahwa KB Bank mulai menarik lebih banyak dana dari segmen ritel dan korporasi dengan biaya dana lebih rendah.
Dari sisi ekspansi, bank terus menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Pada 2024, KB Bank menyalurkan pembiayaan Rp750 miliar ke PT Inka, serta memperluas akses investasi pasar modal melalui kolaborasi dengan Mirae Asset.
Ke depan, KB Bank juga berfokus pada digitalisasi layanan dan pengembangan teknologi keuangan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing di industri perbankan.
Meskipun optimisme tinggi, KB Bank masih menghadapi tantangan besar. Tingginya NPL, tekanan margin bunga, serta dampak kebijakan moneter menjadi faktor yang harus diawasi.
Namun, jika strategi efisiensi dan penguatan permodalan berjalan sesuai rencana, KB Bank berpeluang besar mencatatkan kinerja positif pada 2025.
Para investor dan analis akan mencermati laporan keuangan triwulan pertama 2025 sebagai indikator apakah bank benar-benar bisa membalikkan kerugian menjadi keuntungan seperti yang dijanjikan manajemennya. ■