
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa usaha bullion, termasuk emas dan logam mulia, telah mendapatkan perlindungan asuransi di Indonesia. Langkah ini mendukung operasional Bank Emas yang baru diluncurkan Presiden Prabowo Subianto, bertujuan memperkuat ekosistem perdagangan emas dan memperluas akses pembiayaan industri. Dengan regulasi ketat dan perlindungan asuransi, bisnis bullion diproyeksikan berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional.
Fokus utama:
- OJK menegaskan bahwa bisnis bullion sudah dilengkapi dengan asuransi, termasuk risiko penyimpanan, pengiriman, serta perlindungan dari pembobolan.
- Hanya lembaga keuangan dengan modal inti minimal Rp14 triliun yang boleh menjalankan usaha bullion, sesuai dengan POJK 17/2024.
- Keberadaan Bank Emas diprediksi meningkatkan PDB hingga Rp245 triliun dan menarik investasi Rp47,4 triliun.
Seiring dengan peluncuran Bank Emas atau bullion bank oleh Presiden Prabowo Subianto pada 26 Februari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa usaha bullion di Indonesia telah mendapatkan perlindungan asuransi yang komprehensif.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (KE PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa asuransi untuk bisnis bullion mencakup berbagai aspek, mulai dari penyimpanan hingga pengiriman emas dan logam mulia.
“Produk asuransi untuk mendukung usaha bullion sudah tersedia di Indonesia. Bentuknya mencakup perlindungan terhadap emas dan logam mulia yang disimpan (cash in safe) maupun yang dalam perjalanan (cash in transit),” ungkap Ogi, Kamis (13/3).
Selain itu, nasabah juga mendapatkan perlindungan dari risiko pencurian melalui produk asuransi kebongkaran. Ini penting mengingat tingginya nilai transaksi dalam bisnis emas dan meningkatnya risiko keamanan terhadap aset logam mulia.
Bank Emas: Regulasi Ketat, Hanya Bank Bermodal Besar yang Bisa Masuk
Peluncuran Bank Emas bertujuan memperkuat ekosistem perdagangan emas, mendorong hilirisasi, serta memperluas akses pembiayaan bagi industri emas nasional. Inisiatif ini sejalan dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Peraturan OJK Nomor 17/2024.
Dalam regulasi tersebut, hanya lembaga jasa keuangan dengan modal inti minimal Rp14 triliun yang diperbolehkan menjalankan usaha bullion. Bank-bank umum yang memenuhi persyaratan ini dapat mengoperasikan bisnis bullion melalui Unit Usaha Syariah (UUS). Namun, Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan lembaga keuangan mikro tidak diperkenankan masuk ke bisnis ini.
PT Pegadaian dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi dua institusi pertama yang memperoleh izin menjalankan Kegiatan Usaha Bullion (KUB). Pegadaian sendiri saat ini telah mengelola deposito emas sebesar 31.604 kilogram dan menyimpan emas titipan korporasi sebanyak 988 kilogram.
Bank Emas diproyeksikan memberikan dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia. Menurut data OJK, kehadiran Bank Emas dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp245 triliun. Selain itu, inisiatif ini berpotensi menarik investasi sebesar Rp47,4 triliun dan mendorong peredaran uang hingga Rp156 triliun.
Saat ini, OJK tengah menyusun Roadmap Kegiatan Usaha Bullion (KUBL), yang ditargetkan rampung pada Agustus 2025. Penyusunan roadmap ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan regulasi yang optimal bagi pertumbuhan industri emas nasional.
Keberadaan Bank Emas diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan emas global, sekaligus meningkatkan daya saing industri logam mulia di pasar internasional. ■