
Bank-bank besar seperti JPMorgan Chase dan Citi mulai agresif memasuki pasar Buy Now, Pay Later (BNPL) yang selama ini dikuasai fintech. Dengan kemitraan strategis, bank berusaha mempertahankan pangsa pasar dari gempuran layanan cicilan yang semakin populer di berbagai kalangan, termasuk masyarakat berpenghasilan tinggi.
Fokus utama:
- Bank-bank besar mulai masuk ke pasar BNPL sebagai strategi bertahan dari dominasi fintech.
- Tingginya adopsi BNPL berdampak pada penurunan bisnis kartu kredit tradisional.
- Pergeseran regulasi dan kenaikan suku bunga mendorong perbankan untuk mencari sumber pendapatan baru.
Industri perbankan global tengah mengalami pergeseran besar. Setelah bertahun-tahun mendominasi industri keuangan, bank-bank besar kini harus menghadapi kenyataan: layanan Buy Now, Pay Later (BNPL) yang ditawarkan fintech telah menggerus bisnis kartu kredit mereka.
Menyadari tren ini, raksasa keuangan seperti JPMorgan Chase dan Citi mulai mengambil langkah agresif. JPMorgan Chase, misalnya, baru saja menggandeng Klarna untuk menawarkan pinjaman cicilan kepada 900.000 klien bisnisnya. Sementara itu, Citi menjadi bank besar pertama yang bermitra dengan Apple Pay dalam menawarkan pinjaman bayar nanti sejak Januari lalu.
Langkah ini mencerminkan strategi bertahan bank-bank besar di tengah ekspansi fintech yang semakin mengancam dominasi mereka.
Popularitas BNPL meroket dalam beberapa tahun terakhir. Layanan ini memungkinkan konsumen untuk membeli barang atau jasa dengan skema cicilan tanpa bunga, langsung melalui aplikasi atau platform digital.
Menurut laporan PYMNTS Intelligence, BNPL kini digunakan oleh konsumen dari berbagai tingkat pendapatan. Bahkan, 75% masyarakat berpenghasilan di atas US$100.000 per tahun memiliki utang kartu kredit, sementara banyak dari mereka kini beralih ke skema BNPL sebagai alternatif yang lebih fleksibel.
Tidak hanya masyarakat kelas menengah dan atas, mereka yang berpenghasilan di bawah US$50.000 per tahun juga mulai beralih ke BNPL. Layanan ini dianggap lebih mudah diakses dibandingkan kartu kredit yang memiliki syarat ketat dan bunga tinggi.
Peralihan ke BNPL telah memberikan dampak nyata terhadap bisnis kartu kredit bank. Pada 2024, laba bisnis perbankan ritel Citi di AS—termasuk kartu kredit—turun 24%.
Data Federal Reserve menunjukkan bahwa pertumbuhan utang kartu kredit mulai melambat. Konsumen tampaknya semakin memilih layanan BNPL yang terhubung langsung dengan rekening debit mereka. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pesat platform seperti Sezzle dan Affirm, yang mencatatkan lonjakan pendapatan tiga digit dalam beberapa tahun terakhir.
“Ini adalah salah satu alasan utama bank kehilangan pangsa pasar ke fintech,” kata Aaron McPherson, pendiri AFM Consulting. “Langkah mereka memasuki pasar BNPL adalah upaya bertahan. Bank-bank lain akan mengikuti.”
Selain itu, pergeseran regulasi terkait pinjaman berbasis cicilan juga membuat bank lebih leluasa dalam memasuki pasar BNPL. Dengan perubahan aturan mengenai biaya yang dapat dikenakan kepada pengguna, bank kini melihat peluang besar untuk mendapatkan kembali pangsa pasar mereka yang hilang.
Meskipun BNPL awalnya didominasi oleh fintech, masuknya bank-bank besar bisa mengubah lanskap industri ini. Dengan modal besar dan jaringan luas, bank memiliki potensi untuk menawarkan layanan BNPL dengan skala yang jauh lebih besar dibandingkan fintech.
Namun, tantangan tetap ada. Konsumen kini sudah nyaman dengan layanan BNPL berbasis aplikasi yang ditawarkan fintech. Jika bank ingin bersaing, mereka harus menawarkan sesuatu yang lebih—baik dari segi fleksibilitas, biaya, maupun kemudahan penggunaan.
Dengan pasar BNPL yang terus berkembang, pertarungan antara bank dan fintech tampaknya baru saja dimulai. ■