
Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates yang diminta Presiden Prabowo menjadi penasihat Danantara, memberikan peringatan keras tentang kondisi ekonomi AS. Menurutnya, utang pemerintah yang terus meningkat tanpa kontrol dapat memicu krisis dalam tiga tahun ke depan. Meskipun pasar saham terus mencatatkan pertumbuhan, Dalio melihat tanda-tanda melemahnya ekonomi, termasuk perlambatan PDB, inflasi yang kembali naik, dan ancaman stagflasi. Ia juga menyoroti risiko menurunnya minat investor terhadap obligasi pemerintah AS, yang dapat mendorong kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Fokus utama:
- Dalio menilai bahwa belanja pemerintah yang berlebihan, terutama setelah pandemi, telah meningkatkan rasio utang ke tingkat yang berbahaya. Jika tidak segera dikendalikan, AS bisa menghadapi krisis fiskal besar.
- Dengan inflasi yang kembali naik dan pertumbuhan ekonomi yang melambat, risiko stagflasi semakin nyata. Dalio memperingatkan bahwa kondisi ini bisa menekan daya beli masyarakat dan memperburuk situasi pasar tenaga kerja.
- Dalio merekomendasikan diversifikasi portofolio untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi, termasuk alokasi 10%-15% ke emas sebagai lindung nilai terhadap risiko inflasi dan ketidakstabilan pasar.
Ekonomi AS memang terlihat kuat di permukaan, tetapi di balik angka-angka pertumbuhan dan reli pasar saham, ada bom waktu yang siap meledak: utang pemerintah yang tak terkendali.
Ray Dalio, miliarder dan pendiri Bridgewater Associates, memberikan pandangan tajam tentang kondisi ekonomi AS saat ini. Menurutnya, AS sedang menuju krisis besar akibat lonjakan utang yang tidak terkendali. “Jika tidak dikendalikan, kita akan berada dalam masalah besar,” ujar Dalio dalam podcast Bloomberg Odd Lots.
Sejak pandemi, pemerintah AS terus meningkatkan pengeluaran, mulai dari stimulus ekonomi hingga proyek-proyek besar. Akibatnya, rasio utang terhadap PDB AS melonjak drastis. Pada awal 2024, total utang nasional telah mencapai lebih dari US$34 triliun, dengan defisit anggaran yang terus membengkak.
“Ini seperti seseorang yang terus makan junk food tanpa pernah berolahraga. Anda mungkin merasa baik-baik saja sekarang, tetapi suatu hari nanti serangan jantung akan datang,” tambah Dalio. Ia memperkirakan krisis ini bisa terjadi dalam tiga tahun ke depan, plus minus satu tahun.
Salah satu indikator utama yang mengkhawatirkan Dalio adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi. PDB AS pada kuartal keempat 2024 hanya tumbuh 2,3%, turun dari 3,1% di kuartal sebelumnya. Data awal 2025 juga menunjukkan tren yang melemah, dengan proyeksi pertumbuhan kuartal pertama berada di angka negatif -2,8%.
Kondisi ini diperburuk oleh lonjakan inflasi. Setelah sempat turun ke 2,4% pada September 2024, inflasi kembali naik ke 3% pada awal 2025. Federal Reserve, yang sebelumnya menurunkan suku bunga pada akhir 2024, kini harus menahan diri dari pemangkasan lebih lanjut karena tekanan inflasi yang berlanjut.
Bersamaan dengan itu, pasar tenaga kerja juga mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Tingkat pengangguran masih berada di 4%, tetapi 407.000 pekerjaan di sektor teknologi telah hilang sejak 2022, menurut laporan Challenger, Gray & Christmas.
Jika perlambatan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut sementara inflasi tetap tinggi, AS bisa masuk ke dalam periode stagflasi—kombinasi antara inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah. Ini adalah kondisi yang sangat berbahaya karena bisa menyebabkan stagnasi ekonomi jangka panjang.
Dalio menilai kebijakan moneter The Fed masih dalam posisi sulit. Jika suku bunga dipangkas terlalu cepat, inflasi bisa melonjak lebih tinggi. Namun, jika tetap ditahan, biaya pinjaman akan semakin membebani masyarakat dan dunia usaha.
Ancaman lainnya adalah kebijakan perdagangan. Pemerintahan Donald Trump, yang tengah bersiap untuk pemilu 2024, telah mengancam akan menaikkan tarif impor secara agresif. Hal ini bisa memperburuk inflasi dan mengganggu rantai pasok global.
Dengan kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu, Dalio menyarankan investor untuk lebih berhati-hati. Salah satu strategi yang ia rekomendasikan adalah diversifikasi portofolio, termasuk memiliki 10%-15% emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan gejolak pasar.
“Apa yang tidak Anda ketahui tentang masa depan jauh lebih besar daripada apa yang Anda ketahui. Oleh karena itu, diversifikasi adalah kunci utama,” kata Dalio.
Selain emas, ia juga menyarankan untuk mengurangi eksposur terhadap obligasi AS, terutama jika suku bunga terus naik. Jika para investor mulai enggan membeli obligasi AS, pemerintah mungkin akan dipaksa untuk menaikkan imbal hasil, yang bisa semakin membebani ekonomi.
Dalio juga tidak menutup kemungkinan bahwa AS pada akhirnya bisa menghadapi skenario yang lebih ekstrem: restrukturisasi utang. “Jika jumlah pembeli obligasi berkurang sementara utang terus bertambah, AS bisa dipaksa untuk mempertimbangkan langkah-langkah yang selama ini dianggap mustahil,” ujarnya.
Peringatan Dalio bukan sekadar spekulasi. Data-data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa AS sedang menuju periode yang sulit. Utang yang terus meningkat, inflasi yang kembali naik, dan pertumbuhan yang melambat menciptakan kombinasi yang berbahaya.
Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk mengendalikan utang, Dalio memperkirakan krisis bisa datang dalam tiga tahun ke depan. Investor dan pelaku pasar harus bersiap menghadapi ketidakpastian ini dengan strategi yang lebih defensif dan portofolio yang lebih terdiversifikasi. ■