
Bank Syariah Indonesia (BSI) optimistis bahwa bisnis bullion bank akan menjadi pilar baru dalam industri perbankan syariah. Dengan konsumsi emas per kapita Indonesia yang masih rendah dan potensi cadangan emas nasional yang besar, BSI berupaya menangkap peluang ini melalui pengelolaan investasi emas berbasis syariah. Selain itu, inisiatif ini diharapkan dapat memperkuat hilirisasi industri emas dalam negeri dan meningkatkan monetisasi aset emas yang selama ini kurang produktif.
Fokus utama:
- Konsumsi emas masyarakat masih rendah dibandingkan negara ASEAN lain, sementara cadangan emas nasional sangat besar.
- BSI ingin mengoptimalkan aset emas masyarakat agar lebih produktif sesuai prinsip syariah.
- Bullion bank diharapkan mempercepat pengolahan emas dalam negeri, meningkatkan nilai tambah, dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI semakin serius mengembangkan bisnis bullion bank sebagai bagian dari strategi pertumbuhan industri perbankan syariah di Tanah Air. Dengan besarnya potensi pasar emas Indonesia, BSI melihat peluang besar untuk menjadikan investasi emas berbasis syariah sebagai instrumen keuangan yang lebih luas bagi masyarakat.
Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna menegaskan bahwa sebagai bank syariah pertama yang mengelola bisnis bullion bank di Indonesia, pihaknya ingin menciptakan ekosistem investasi emas yang lebih produktif dan terintegrasi.
“Melalui usaha bank emas, BSI dapat menangkap nilai ekonomi di seluruh rantai pasok emas, memonetisasi aset emas yang kurang produktif, dan memberikan kemudahan alternatif investasi syariah bagi masyarakat,” ujar Anton di Jakarta, Kamis (6/3)
Saat ini, konsumsi emas per kapita masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, yakni hanya 0,16 gram per orang. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan Singapura dan Malaysia, yang masyarakatnya lebih aktif berinvestasi dalam emas.
Di sisi lain, menurut laporan McKinsey, emas yang beredar di masyarakat Indonesia mencapai 1.800 ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 321 ton berbentuk emas batangan yang berpotensi untuk dimonetisasi melalui skema bullion bank. Dengan cadangan emas nasional sebesar 2.600 ton—terbesar keenam di dunia—Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan peran emas sebagai aset investasi strategis.
Sebagai salah satu dari 10 produsen emas terbesar dunia, Indonesia memproduksi sekitar 100 ton emas per tahun. Namun, sebagian besar emas ini masih dijual dalam bentuk mentah, sehingga nilai tambahnya bagi perekonomian nasional belum maksimal.
BSI juga melihat bullion bank sebagai cara untuk mendorong hilirisasi industri emas nasional. Dengan proses pengolahan yang lebih lanjut, nilai tambah bijih emas dapat meningkat hingga 10 kali lipat dibandingkan hanya dijual dalam bentuk mentah.
Anton menekankan bahwa dengan adanya bullion bank, ekosistem emas nasional bisa lebih terintegrasi, dari hulu hingga hilir. Ini tidak hanya akan menguntungkan masyarakat yang ingin berinvestasi secara syariah, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam industri emas global.
“Hilirisasi logam mulia dapat meningkatkan nilai tambah bagi industri dan pelaku usaha emas, serta memberikan dampak ekonomi yang lebih luas,” tambah Anton.
Dengan prospek cerah ini, BSI optimistis bahwa bisnis bullion bank akan menjadi pilar baru dalam pengembangan perbankan syariah dan sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian nasional. ■