Permintaan kredit paylater bank meroket 46,45%, peluang atau risiko baru?

- 4 Maret 2025 - 15:31

Permintaan kredit paylater melalui perbankan nasional terus mengalami lonjakan signifikan, mencapai Rp22,57 triliun per Januari 2025, tumbuh 46,45% dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan pesat ini mencerminkan pergeseran perilaku konsumsi masyarakat Indonesia yang semakin bergantung pada skema “beli sekarang, bayar nanti.” Namun, di balik angka pertumbuhan yang impresif, potensi risiko kredit macet dan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan juga perlu menjadi perhatian regulator dan industri keuangan.


Fokus utama:

  1. Kredit paylater di bank tumbuh pesat, mencerminkan tren baru dalam gaya konsumsi masyarakat.
  2. Meski menjanjikan inklusi keuangan, pertumbuhan paylater dapat meningkatkan risiko kredit macet dan LAR (loan at risk).
  3. Regulasi dan mitigasi risiko menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan keamanan sektor keuangan.

Kredit buy now, pay later (BNPL) melalui industri perbankan terus menunjukkan pertumbuhan luar biasa, dengan total baki debet mencapai Rp22,57 triliun pada Januari 2025. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan ini setara dengan pertumbuhan 46,45% secara tahunan (year-on-year), lebih tinggi dari Desember 2024 yang tumbuh 43,76% YoY.

Peningkatan ini sejalan dengan tren konsumsi masyarakat yang semakin mengandalkan skema cicilan tanpa kartu kredit. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa jumlah rekening paylater di bank kini mencapai 24,44 juta, naik dari 23,99 juta pada bulan sebelumnya.

“Per Januari 2025, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK [Sistem Layanan Informasi Keuangan] tumbuh sebesar 46,45% YoY,” ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Selasa (4/3)

Meski baru menyumbang 0,29% dari total kredit bank nasional yang mencapai Rp7.782 triliun, pertumbuhan paylater menjadi fenomena yang patut dicermati. Skema ini banyak digunakan untuk transaksi ritel, terutama oleh generasi muda yang mengadopsi layanan keuangan digital dengan cepat.

Pesatnya pertumbuhan kredit paylater memberikan dampak positif terhadap inklusi keuangan. Masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses ke perbankan kini dapat menikmati fasilitas kredit lebih mudah. Namun, di balik itu, muncul kekhawatiran mengenai risiko gagal bayar yang semakin meningkat.

Data OJK menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan masih terkendali di level 2,18%, dengan NPL bersih (net NPL) sebesar 0,75%. Namun, loan at risk (LAR)—indikator yang mencerminkan potensi kredit bermasalah di masa depan—naik menjadi 9,72% dibandingkan 9,28% pada Desember 2024.

“Walaupun ada kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya, rasio NPL gross dan LAR masih lebih rendah dibandingkan Januari 2024 yang masing-masing sebesar 2,35% dan 11,6%,” jelas Dian.

Meskipun OJK menilai LAR masih berada di bawah level sebelum pandemi (Desember 2019: 9,93%), tren kenaikan ini tetap menjadi sinyal waspada bagi industri keuangan.

Paylater yang dikelola oleh perbankan memiliki perbedaan mendasar dibandingkan layanan serupa yang ditawarkan oleh fintech. Bank memiliki cadangan modal yang lebih kuat dan diawasi ketat oleh regulator, sehingga potensi risiko sistemik dapat lebih terkendali dibandingkan dengan fintech yang lebih rentan terhadap fluktuasi likuiditas.

Namun, dengan pertumbuhan yang begitu cepat, tantangan utama bagi bank adalah menjaga keseimbangan antara ekspansi kredit dan mitigasi risiko. Jika tidak dikelola dengan baik, lonjakan permintaan paylater dapat memicu peningkatan risiko gagal bayar dan berdampak pada stabilitas sektor perbankan secara keseluruhan.

Sebagai langkah mitigasi, OJK terus memperketat pengawasan, termasuk melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk memantau riwayat kredit nasabah. Edukasi keuangan juga menjadi faktor penting agar masyarakat memahami risiko menggunakan kredit paylater secara berlebihan.

Tren kenaikan permintaan kredit paylater memang tidak bisa dihindari. Dengan penetrasi digital yang semakin luas dan gaya hidup konsumtif yang berkembang, layanan BNPL kemungkinan akan terus tumbuh. Namun, keseimbangan antara inklusi keuangan dan stabilitas sistem perbankan harus tetap dijaga.

Regulasi yang ketat, pemantauan ketat terhadap rasio NPL dan LAR, serta edukasi finansial bagi masyarakat menjadi faktor penentu keberlanjutan industri ini. Jika tidak dikelola dengan baik, kredit paylater berpotensi menjadi “bom waktu” yang bisa mengguncang sistem keuangan nasional di masa depan. ■

Comments are closed.