Rupiah terpuruk ke level terendah dalam 5 tahun, BI akhirnya turun tangan!

- 28 Februari 2025 - 21:58

Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi besar-besaran di pasar valuta asing pada Jumat (28/2) setelah rupiah anjlok ke level terendah terhadap dolar AS sejak Maret 2020. Pelemahan rupiah ini dipicu oleh kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, yang menekan pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Langkah BI bertujuan menstabilkan nilai tukar dan menjaga kepercayaan investor di tengah ketidakpastian global.


Fokus utama:

  1. Intervensi Bank Indonesia: BI mengambil langkah tegas untuk meredam depresiasi rupiah melalui strategi pasar valuta asing.
  2. Faktor Penyebab Pelemahan Rupiah: Kebijakan perdagangan AS di bawah Trump meningkatkan tekanan terhadap mata uang negara berkembang.
  3. Dampak pada Ekonomi Indonesia: Penurunan rupiah bisa berdampak pada inflasi, utang luar negeri, dan daya beli masyarakat.

Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi agresif di pasar valuta asing pada Jumat (28/2) setelah rupiah melemah tajam terhadap dolar AS, mencapai level terendah sejak Maret 2020. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas pasar keuangan di tengah ketidakpastian global.

Edi Susianto,Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI mengonfirmasi bahwa bank sentral mengambil tindakan tegas setelah nilai tukar rupiah mengalami tekanan kuat akibat kebijakan perdagangan Amerika Serikat. “Kami memastikan pasar tetap terkendali dan akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah,” ujarnya kepada Reuters.

Pelemahan rupiah terjadi di tengah tren penguatan dolar AS yang didorong oleh kebijakan proteksionisme Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan perdagangan yang semakin ketat, termasuk penerapan tarif impor tinggi dan revisi perjanjian dagang, membuat investor global cenderung mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih aman, seperti dolar AS.

Data Bloomberg menunjukkan, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp15.700 per dolar AS pada Jumat sore, melemah hampir 2% dalam sepekan terakhir. Ini merupakan level terendah sejak Maret 2020, ketika pandemi COVID-19 mengguncang pasar keuangan global.

Tak hanya rupiah, mata uang negara berkembang lain seperti peso Filipina dan ringgit Malaysia juga mengalami tekanan. “Kapital global cenderung keluar dari pasar negara berkembang setiap kali ada kebijakan AS yang tidak bersahabat dengan perdagangan global,” kata seorang analis pasar dari DBS Bank.

Bank Indonesia merespons cepat dengan strategi intervensi di pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta menjaga likuiditas di pasar obligasi. “BI melakukan triple intervention untuk memastikan pasar tetap likuid dan menjaga volatilitas nilai tukar agar tetap terkendali,” tambah Edi Susianto.

Dalam beberapa bulan terakhir, BI telah menggunakan cadangan devisa untuk menstabilkan rupiah. Per akhir Januari 2025, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$144 miliar, yang masih cukup untuk membiayai impor selama lebih dari enam bulan. Namun, tekanan eksternal yang terus berlanjut bisa menguras cadangan devisa lebih cepat dari perkiraan.

Pelemahan rupiah berpotensi meningkatkan biaya impor, yang pada akhirnya bisa mendorong inflasi. Selain itu, utang luar negeri Indonesia—terutama yang berbasis dolar AS—akan menjadi lebih mahal untuk dilunasi.

Ekonom dari Bank Mandiri, Faisal Rachman, memperingatkan bahwa jika depresiasi rupiah terus berlanjut, dampaknya bisa lebih luas terhadap daya beli masyarakat. “Harga barang impor bisa naik, termasuk bahan baku industri dan produk elektronik, yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Namun, ada juga sisi positif dari pelemahan rupiah, terutama bagi sektor ekspor. Produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global, yang dapat membantu meningkatkan penerimaan devisa dari sektor manufaktur dan pertanian.

Ke depan, pergerakan rupiah masih akan sangat bergantung pada kebijakan moneter global, termasuk arah suku bunga The Fed serta dinamika kebijakan perdagangan AS. Pasar kini menantikan langkah lanjutan dari Bank Indonesia, apakah akan menaikkan suku bunga acuan atau mengambil kebijakan lain untuk menjaga stabilitas ekonomi. ■

Comments are closed.