Pertumbuhan kredit perbankan di 2024 menjadi bukti kekuatan sektor keuangan Indonesia meski dihadapkan pada tantangan perlambatan ekonomi global. Dengan proyeksi ekonomi yang optimis dan kebijakan proaktif dari regulator, sektor ini diperkirakan tetap menjadi motor penggerak perekonomian nasional pada 2025. Namun, perhatian lebih pada UMKM dan mitigasi risiko kredit macet menjadi agenda mendesak yang perlu ditangani demi kesinambungan pertumbuhan.
Industri perbankan Indonesia mencatat pertumbuhan kredit sebesar 10,39% year-on-year (yoy) pada 2024, melampaui ekspektasi pesimis banyak analis meski berada di batas bawah proyeksi Bank Indonesia (BI) yang sebesar 10-12%. Di tengah perlambatan global, sektor perbankan tetap menunjukkan peran vitalnya dalam mendukung roda ekonomi nasional.
“Pertumbuhan kredit pada 2024 mencapai 10,39% (yoy), berada dalam kisaran prakiraan Bank Indonesia 10–12%,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2025 di Gedung Thamrin, Jakarta, Rabu (15/1).
Pertumbuhan kredit di sektor konsumsi mencatat kenaikan 10,61%, sementara kredit investasi melonjak 13,62%. Kredit modal kerja, yang menjadi motor penggerak usaha, naik 8,35%. Pembiayaan berbasis syariah juga mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 9,87%. Namun, kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hanya tumbuh 3,37%, terendah dalam tiga tahun terakhir.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan kredit didukung oleh alokasi likuiditas bank yang optimal dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). Kebijakan Kredit Likuiditas Makroprudensial (KLM) dari BI turut memberikan dampak positif pada penyaluran kredit.
Namun, sisi permintaan menghadapi tantangan konsumsi rumah tangga yang terbatas meski kinerja korporasi tetap solid. Penurunan permintaan di sektor ini menjadi salah satu faktor penghambat, terutama dalam dua bulan terakhir 2024.
Optimisme 2025
Perry Warjiyo optimis pertumbuhan kredit dapat meningkat menjadi 11-13% pada 2025, didorong prospek ekonomi yang kuat dan dukungan kebijakan makroprudensial BI. “Berbagai kebijakan insentif dari Pemerintah diprakirakan juga dapat mendorong permintaan kredit lebih lanjut,” ujarnya.
Faktor lain yang diyakini akan menopang pertumbuhan kredit di tahun mendatang adalah akselerasi digitalisasi perbankan. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adopsi teknologi digital di sektor keuangan meningkat tajam, dengan transaksi digital banking mencapai nilai fantastis US$32 miliar pada 2024. ■