Dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih setelah pemilu November 2024, dunia perbankan memasuki fase yang penuh harapan sekaligus ketidakpastian. Dari regulasi yang lebih longgar hingga percepatan merger dan akuisisi, perubahan besar sudah tampak di depan mata. Tak hanya itu, kredibilitas cryptocurrency diperkirakan meningkat, seiring dengan prediksi bahwa Bitcoin akan mencapai nilai fantastis US$200,000 pada akhir tahun ini.
Namun, sebagaimana era pertama kepemimpinan Trump, perubahan di sektor keuangan bisa terjadi dengan cepat dan penuh dinamika. Pengamat kini memantau langkah awal administrasi Trump untuk memahami arah baru yang akan diambil, terutama dalam hal regulasi, teknologi, dan manajemen risiko.
Trump secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap kebijakan Ketua SEC, Gary Gensler, yang diperkirakan akan segera mengundurkan diri. Di sisi lain, Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) justru mengintensifkan langkah-langkah regulasinya, termasuk mengatur open banking dan biaya overdraft. Sementara itu, lembaga lain seperti Federal Reserve tampak lebih berhati-hati dengan kebijakan stres tes yang baru.
Adrienne Harris, Kepala Departemen Layanan Keuangan New York, memperkirakan bahwa pelonggaran regulasi federal akan memicu peningkatan kasus perlindungan konsumen di tingkat negara bagian. “Jika ada kekosongan regulasi yang muncul, kami akan mengisinya sesuai kebutuhan,” ungkapnya seperti dikutip bankingdive.com.
Salah satu dampak dari regulasi yang lebih longgar adalah meningkatnya merger dan akuisisi di sektor perbankan. Christopher Marinac dari Janney Montgomery Scott memprediksi tren ini akan mengarah pada penggabungan bank dengan aset di bawah US$100 miliar, meskipun kesepakatan antara megabank akan lebih sulit.
Kesepakatan besar seperti akuisisi Discover oleh Capital One senilai US$35.3 miliar menjadi sorotan utama. Dengan lampu hijau dari regulator di Delaware, kesepakatan ini diperkirakan selesai pada kuartal pertama tahun ini. Namun, bank-bank dengan aset antara US$50 miliar hingga US$250 miliar masih menunggu kejelasan lebih lanjut terkait proses persetujuan merger.
Teknologi AI
Setelah setahun penuh dengan eksperimen teknologi AI, tahun 2025 menjadi titik transisi bagi bank untuk mengintegrasikan AI ke dalam operasional mereka. Menurut Zor Gorelov dari Klaros Group, fokus bank akan beralih dari proyek konsumen ke pengembangan internal yang membantu efisiensi kerja karyawan.
“Bank kini lebih nyaman dengan aspek kelayakan teknologi ini. Fokusnya adalah pada bagaimana teknologi tersebut memberikan nilai,” ungkap Chinmoy Bhatiya dari Capco.
Namun, penggunaan AI juga membawa tantangan baru, termasuk kebutuhan pengelolaan risiko dan pengawasan ketat. Shawn Adams dari Capco Canada menekankan pentingnya tata kelola AI untuk memitigasi risiko seperti bias dan penggunaan teknologi secara keliru.
Cryptocurrency, masa keemasan yang dinanti
Bitwise, penyedia dana indeks crypto, menyebut 2025 sebagai “golden age” bagi cryptocurrency. Bitcoin diperkirakan menembus US$200,000, didukung oleh regulasi yang lebih ramah, seperti undang-undang stablecoin yang lama ditunggu-tunggu.
Namun, Jonah Crane dari Klaros Group memperingatkan bahwa ledakan adopsi crypto juga membawa risiko baru, terutama bagi bank yang semakin terlibat dalam ekosistem ini. “Jika bank diberi keleluasaan lebih untuk bekerja dengan perusahaan crypto, eksposur terhadap risiko juga akan meningkat,” jelasnya.
Fokus pada keamanan siber
Di tengah optimisme terhadap teknologi dan regulasi, risiko keamanan siber tetap menjadi perhatian utama. CEO Wells Fargo, Charlie Scharf, menekankan bahwa ancaman ini merupakan “risiko terbesar yang dihadapi semua industri.”
Bank terus meningkatkan investasi pada infrastruktur keamanan dan personel untuk mengatasi ancaman yang kian canggih, termasuk deepfake dan serangan berbasis AI. Menurut Matthew Miller dari KPMG, ancaman ini akan terus meningkat seiring dengan evolusi teknologi yang memungkinkan manipulasi data secara masif.
Dunia perbankan di tahun 2025 adalah tentang transformasi besar yang digerakkan oleh regulasi baru, teknologi inovatif, dan lanskap risiko yang kompleks. Dengan peluang dan tantangan yang sama besarnya, para pelaku industri dituntut untuk tetap gesit dan beradaptasi dalam menghadapi perubahan cepat ini. ■