Tahun 2025 membawa harapan baru bagi sektor perbankan Indonesia. Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, memproyeksikan penyaluran kredit perbankan akan tumbuh hingga dua digit, antara 10-12%, sesuai proyeksi Bank Indonesia (BI). Optimisme ini muncul di tengah tantangan global, termasuk melambatnya pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve System (The Fed).
“Kalau kita lihat ya mungkin di kisaran seperti yang Bank Indonesia sampaikan, di kisaran 10-12% masih bisa diharapkan,” ujar Darmawan dalam pertemuan dengan media di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (9/1).
Faktor utama di balik optimisme ini adalah stabilitas likuiditas perbankan Indonesia. Menurut Darmawan, pertumbuhan dana masyarakat menjadi fondasi kuat bagi bank untuk menjalankan fungsi intermediasinya, yaitu menyalurkan kredit ke berbagai sektor ekonomi.
“Secara likuiditas, kita tidak ada isu. Dana masyarakat masih tumbuh. Dengan likuiditas yang membaik, kita tetap memiliki kemampuan untuk terus menyalurkan kredit,” tambahnya.
Meski begitu, ia tak memungkiri bahwa perubahan suku bunga acuan The Fed bisa memberikan dampak tertentu pada sektor keuangan. Namun, ia yakin pemangkasan suku bunga tetap terjadi, meskipun lebih lambat dari ekspektasi awal. “Itu kan turun, bukan tidak turun, tapi memang lebih rendah dari proyeksi,” tegas Darmawan.
Pertumbuhan kredit yang diproyeksikan ini mencerminkan momentum pemulihan ekonomi Indonesia setelah beberapa tahun penuh tantangan akibat pandemi dan gejolak ekonomi global. Data dari Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit hingga akhir 2024 sudah mulai merangkak naik, dengan kontribusi signifikan dari sektor UMKM dan konsumsi rumah tangga.
Sementara itu, di kancah global, The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 0,5% pada akhir 2024, sebuah langkah yang cukup hati-hati mengingat inflasi di Amerika Serikat masih di atas target 2%. Dampak kebijakan ini juga terasa di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang memiliki eksposur terhadap pasar modal internasional.
Namun, stabilitas internal menjadi kekuatan utama Indonesia. Dengan inflasi domestik terkendali di level 3,2% dan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil sepanjang 2024, sektor perbankan memiliki landasan yang kuat untuk bertumbuh pada 2025.
Menurut riset dari McKinsey & Company, sektor perbankan di Asia Tenggara diperkirakan akan tumbuh 7% secara tahunan hingga 2030, dengan Indonesia sebagai salah satu motor penggerak utama. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama di era digitalisasi. Persaingan dari fintech dan kebutuhan untuk meningkatkan keamanan data menjadi isu yang harus diatasi perbankan tradisional.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia terus mendorong program inklusi keuangan. Dengan target 90% masyarakat dewasa memiliki akses ke layanan keuangan pada 2025, peluang bagi sektor perbankan untuk menjangkau segmen baru semakin terbuka lebar.
“Sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, kami terus berinovasi, termasuk mengembangkan produk digital untuk menjangkau lebih banyak nasabah,” pungkas Darmawan. ■