Produk Buy Now Pay Later (BNPL) atau PayLater dari perbankan Indonesia terus mencatatkan pertumbuhan yang signifikan. Hingga November 2024, baki debet kredit PayLater perbankan mencapai Rp21,77 triliun, tumbuh 42,68% secara tahunan (year-on-year).
Baki debet adalah jumlah sisa pokok pinjaman yang harus dibayar kembali oleh debitur kepada penyalur kredit, tanpa termasuk bunga dan denda. Baki debet penting diketahui karena berhubungan dengan sisa pinjaman pokok yang harus dilunasi.
Sedangkan dalam waktu satu bulan, rekening PayLater bertambah 1,24 juta, mencerminkan kebutuhan masyarakat akan layanan kredit yang praktis dan mudah dijangkau.
“Per November 2024, baki debet kredit BNPL tumbuh 42,68% YoY menjadi sebesar Rp21,77 triliun,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers hasil RDK Bulanan, Selasa (7/1).
Angka tersebut mencerminkan 0,2% dari total kredit perbankan yang mencapai Rp7.717 triliun. Tren ini sejalan dengan peningkatan jumlah rekening PayLater yang melonjak dari 23,27 juta pada Oktober menjadi 24,51 juta pada November 2024.
“Ini menunjukkan bahwa bank sendiri melaksanakan ekspansi kredit terkait konsumsi yang cukup signifikan melalui PayLater,” tambah Dian.
Mengapa paylater makin populer?
Kemudahan akses menjadi daya tarik utama PayLater. Dengan layanan ini, konsumen dapat membeli barang atau jasa dengan pembayaran yang ditangguhkan, sering kali tanpa bunga. Berdasarkan laporan McKinsey pada 2024, lebih dari 65% konsumen di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, memanfaatkan PayLater untuk kebutuhan sehari-hari, seperti belanja daring dan perjalanan.
Namun, pertumbuhan ini juga diiringi tantangan. Pada Oktober 2024, kredit macet PayLater tercatat mencapai Rp723,1 miliar. Sebagai langkah mitigasi, OJK berencana menerapkan kebijakan batas penghasilan minimum debitur multifinance PayLater sebesar Rp3 juta per bulan.
“Perbankan kita concern terhadap masyarakat yang membutuhkan [kredit] dalam level yang sebetulnya bisa dikatakan kredit kecil,” jelas Dian Ediana Rae.
Dibandingkan fintech, perbankan kini semakin agresif memperluas pangsa pasar PayLater. Dalam satu bulan saja, rekening PayLater bertambah hingga 1,24 juta. Ini menjadi bukti bahwa bank mampu memanfaatkan momentum transformasi digital untuk menjangkau masyarakat yang sebelumnya sulit mengakses kredit formal.
Di Indonesia, layanan PayLater juga mendorong konsumsi rumah tangga. Berdasarkan data Bank Indonesia, belanja konsumen yang menggunakan PayLater meningkat hingga 18% pada kuartal III 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Laju pertumbuhan ini relatif masih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada Oktober 2024 yang sebesar 47,92% YoY,” ujar Dian.
PayLater, pilar ekonomi digital
Dengan pasar yang terus berkembang, PayLater berpotensi menjadi pilar penting dalam mendorong inklusi keuangan. Sebuah laporan dari Statista memperkirakan bahwa pasar BNPL di Asia Tenggara akan tumbuh hingga 32% per tahun hingga 2027, dengan Indonesia sebagai kontributor utama.
Namun, di tengah potensi ini, pengawasan tetap menjadi kunci. OJK terus memantau pertumbuhan kredit PayLater agar tetap berada dalam koridor yang sehat, sehingga mampu memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan stabilitas keuangan. ■