Transformasi besar untuk BPR dan BPR Syariah, OJK luncurkan tiga regulasi baru

- 31 Desember 2024 - 10:09

Di tengah upaya memperkuat stabilitas sektor keuangan nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan tiga peraturan baru yang dirancang untuk mendukung pengembangan dan penguatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPR Syariah). Langkah ini diharapkan menjadi katalisator bagi terciptanya sistem perbankan yang lebih efisien, transparan, dan tangguh.

“Regulasi ini adalah bagian dari komitmen kami untuk memastikan BPR dan BPR Syariah dapat bersaing di era digital sekaligus tetap menjaga prinsip kehati-hatian,” ujar keterangan resmi OJK, Senin (30/12).

Ketiga peraturan baru tersebut meliputi:

  1. POJK Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pelaporan melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan.
  2. POJK Nomor 24 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
  3. POJK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Era baru pelaporan digital: POJK 23/2024

Regulasi ini menjadi tonggak penting dalam transformasi digital sektor BPR dan BPR Syariah. Dengan mengadopsi aplikasi APOLO (Aplikasi Pelaporan Online Otoritas Jasa Keuangan), pelaporan keuangan kini dapat dilakukan secara elektronik, menggantikan metode manual yang dinilai kurang efisien.

Substansi utama POJK 23/2024 mencakup:

  • Simplifikasi pelaporan dengan mengurangi redundansi data.
  • Publikasi laporan tahunan yang dapat diakses masyarakat melalui situs web resmi BPR dan BPR Syariah.
  • Integrasi laporan berkala dan insidental untuk efisiensi pelaporan.

Menurut data OJK, lebih dari 1.600 BPR dan 165 BPR Syariah di Indonesia akan terdampak oleh aturan ini. Digitalisasi ini juga sejalan dengan tren global, di mana adopsi teknologi di sektor keuangan menjadi kebutuhan mendesak.

Penguatan kualitas aset BPR syariah

Melalui POJK 24/2024, OJK memperkenalkan kerangka kerja baru yang lebih ketat terkait pengelolaan aset produktif dan non-produktif di BPR Syariah. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan industri BPR Syariah tetap sehat dan kompetitif.

Beberapa poin penting dalam regulasi ini meliputi:

  • Penyelarasan standar akuntansi keuangan privat (SAK EP) yang mulai berlaku 1 Januari 2025.
  • Pengaturan lebih rinci terkait agunan yang diambil alih (AYDA).
  • Peningkatan peran Dewan Pengawas Syariah dalam tata kelola.
  • Penyesuaian aturan restrukturisasi pembiayaan dan hapus buku aset bermasalah.

Tata kelola syariah yang lebih kuat

POJK 25/2024 menjadi langkah penting dalam memperkuat tata kelola berbasis syariah di BPR Syariah. Regulasi ini menekankan pentingnya manajemen risiko dan pemenuhan prinsip syariah dalam setiap kebijakan pembiayaan.

Aturan ini juga mengakomodasi roadmap pengembangan perbankan syariah nasional 2023-2027, yang diharapkan mampu meningkatkan kontribusi sektor syariah terhadap ekonomi nasional.

Transformasi yang ditunggu-tunggu

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa BPR dan BPR Syariah memainkan peran signifikan dalam mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dengan total aset mencapai lebih dari Rp156 triliun hingga November 2024, sektor ini menjadi tulang punggung bagi inklusi keuangan, terutama di wilayah pedesaan.

Namun, sektor ini juga menghadapi tantangan besar, seperti rendahnya tingkat digitalisasi dan tingginya rasio kredit bermasalah (NPL). Pada 2024, rasio NPL BPR mencapai 6,2%, jauh di atas rata-rata perbankan nasional sebesar 2,5%.

“Kami berharap regulasi ini dapat meningkatkan daya saing BPR dan BPR Syariah, sekaligus memperkuat ketahanan sektor keuangan Indonesia,” ujar juru bicara OJK.

Masa depan yang lebih cerah

Penerapan regulasi baru ini diharapkan menjadi momentum bagi BPR dan BPR Syariah untuk bertransformasi, tidak hanya sebagai lembaga keuangan yang berorientasi lokal, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Dengan adopsi teknologi dan tata kelola yang lebih baik, masa depan sektor ini terlihat menjanjikan. ■

Comments are closed.