OJK dorong konsolidasi bank, langkah strategis menuju perbankan yang lebih tangguh dan kompetitif

- 28 Desember 2024 - 06:09

Dengan perubahan dinamis dalam perekonomian global dan domestik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah proaktif untuk memperkuat industri perbankan Indonesia melalui konsolidasi. Skema penggabungan, peleburan, dan pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) diharapkan menjadi solusi strategis untuk menciptakan perbankan yang efisien, sehat, dan mampu bersaing di pasar internasional.

Industri perbankan Indonesia sedang memasuki babak baru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong konsolidasi perbankan melalui berbagai skema strategis, termasuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan, hingga pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB). Langkah ini bertujuan untuk menciptakan bank yang lebih kuat, stabil, dan siap menghadapi tantangan di era digital serta ekonomi global.

“Melalui pembentukan KUB, terdapat manfaat sinergi berupa kerja sama yang dapat meningkatkan efisiensi, optimalisasi sumber daya, serta memberikan nilai tambah dalam menunjang aktivitas bisnis, layanan, dan operasional,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam sebuah konferensi di Jakarta, Jumat (27/12)

Ketahanan dan daya saing

Penerbitan POJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum menjadi landasan regulasi penting dalam upaya ini. OJK menggarisbawahi bahwa konsolidasi bank umum dirancang untuk memperkuat permodalan, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendorong stabilitas industri perbankan di tengah dinamika ekonomi serta kemajuan teknologi.

“Penguatan struktur dan daya saing industri perbankan sangat diperlukan, terutama untuk menghadapi perkembangan teknologi informasi serta dinamika perekonomian global dan domestik,” tambah Dian.

Melalui konsolidasi, bank diharapkan tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga menjadi katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Skema konsolidasi

OJK menawarkan beberapa skema konsolidasi, termasuk:

  • Penggabungan dan Peleburan: Bank dapat menggabungkan atau meleburkan entitas mereka untuk menciptakan institusi yang lebih besar dan lebih efisien.
  • -Pembentukan KUB: Kelompok usaha bank memungkinkan sinergi di antara beberapa bank untuk berbagi sumber daya dan meningkatkan efisiensi operasional.
  • -Pengambilalihan: Bank dapat mengambil alih entitas lain, yang kemudian diintegrasikan ke dalam struktur perusahaan.

Langkah ini tidak hanya memberikan fleksibilitas bagi bank untuk memilih skema yang sesuai, tetapi juga memperkuat landasan hukum bagi proses konsolidasi.

Modal inti minimum jadi pilar konsolidasi

Sebagai bagian dari program ini, OJK mewajibkan bank umum non-BPD untuk memiliki modal inti minimum sebesar Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022. Sementara itu, Bank Pembangunan Daerah (BPD) diwajibkan memenuhi target yang sama hingga akhir 2024.

Bagi bank yang memilih skema KUB, tetapi bukan sebagai perusahaan induk, modal inti minimum yang harus dipenuhi adalah Rp1 triliun.

Langkah konsolidasi ini diharapkan menghasilkan dampak positif, seperti peningkatan stabilitas keuangan, efisiensi operasional, dan kontribusi lebih besar terhadap pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, konsolidasi memungkinkan bank untuk lebih mudah beradaptasi dengan perubahan teknologi, seperti digital banking, big data, dan kecerdasan buatan (AI), yang semakin mendominasi lanskap keuangan global.

Meski menawarkan banyak manfaat, konsolidasi perbankan juga menghadapi tantangan, termasuk kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, dan perubahan budaya kerja di dalam bank. Namun, dengan dukungan regulasi yang jelas dan arahan strategis dari OJK, industri perbankan Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan daya saing di tingkat global.

Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah untuk menjadikan industri keuangan sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. ■

Comments are closed.