
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), salah satu pilar utama industri perbankan Indonesia, kembali membuktikan daya tahannya di tengah tantangan ekonomi global. Hingga November 2024, BRI mencatatkan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp50 triliun, menempatkan bank ini sebagai salah satu entitas keuangan terkuat di tanah air.
Pencapaian tersebut tidak hanya menunjukkan kinerja positif, tetapi juga mengukuhkan posisi BRI sebagai pemimpin di sektor perbankan nasional. Meskipun menghadapi tekanan seperti kenaikan beban bunga dan kerugian penurunan nilai aset keuangan (impairment), BRI mampu menjaga stabilitas dan pertumbuhan melalui diversifikasi pendapatan yang solid.
Sebagai bank yang fokus pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), BRI mencatat pertumbuhan kredit sebesar 4,99% (year-on-year/yoy) menjadi Rp1.219,21 triliun. Walaupun angka ini lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan kredit industri perbankan nasional sebesar 10,79% (yoy) per November 2024, capaian BRI di segmen UMKM tetap unggul. Kredit UMKM industri perbankan hanya tumbuh 3,7% (yoy), terendah dalam tiga tahun terakhir.
Di sisi lain, pendapatan bunga BRI tumbuh 10,59% (yoy) menjadi Rp147,96 triliun. Namun, beban bunga melonjak hingga 37,56% (yoy) menjadi Rp47,08 triliun, seiring tren suku bunga tinggi global (higher for longer). Akibatnya, pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) hanya naik tipis 1,32% (yoy) menjadi Rp100,88 triliun.
Pendapatan non-bunga meningkat tajam
Selain pendapatan bunga, BRI menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam pendapatan non-bunga. Pendapatan komisi dan administrasi naik 9,67% (yoy) menjadi Rp20,34 triliun, sementara pendapatan lainnya melesat 44,87% (yoy) menjadi Rp23,78 triliun. Diversifikasi ini menjadi kunci utama dalam mempertahankan kinerja di tengah dinamika pasar.
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) menjadi salah satu fondasi keberhasilan BRI. Hingga November 2024, DPK BRI tumbuh 6,95% (yoy) menjadi Rp1.386,71 triliun, dengan kontribusi besar dari dana murah (giro dan tabungan) sebesar Rp914,83 triliun (+10,79% yoy). Hal ini mendorong rasio dana murah (CASA) meningkat dari 63,68% menjadi 65,97%, yang menjadi indikator efisiensi operasional bank.
Meski demikian, pendanaan dari penerbitan surat berharga turun drastis 44,56% (yoy) menjadi Rp17,06 triliun, sedangkan pinjaman yang diterima naik tipis 0,73% (yoy) menjadi Rp37,37 triliun.
Bank dengan aset terbesar
Dengan total aset mencapai Rp1.851,30 triliun (+4,37% yoy), BRI menjadi bank dengan aset terbesar di Indonesia. Meski hanya unggul tipis dari Bank Mandiri (Rp1.850,52 triliun), capaian ini tetap menjadi bukti keunggulan BRI dalam menghadapi persaingan ketat.
Dari sisi liabilitas, BRI membukukan Rp1.536,81 triliun (+4,66% yoy), sementara ekuitasnya tumbuh 2,95% (yoy) menjadi Rp314,48 triliun. Rasio imbal hasil terhadap aset (ROA) stabil di 2,70%, sementara rasio imbal hasil terhadap ekuitas (ROE) naik ke level 15,90%.
Direktur Utama BRI, Sunarso, mengungkapkan bahwa fokus perusahaan tetap pada penguatan segmen UMKM sebagai inti bisnis. “Kami percaya UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia, dan BRI akan terus berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan segmen ini,” katanya.
Dengan tren digitalisasi yang terus berkembang dan penguatan pada diversifikasi pendapatan, BRI diperkirakan akan terus menjadi pemain utama di industri perbankan nasional, sekaligus berkontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia. ■