Sejak diluncurkan pada Oktober 2023, layanan Paylater BCA mencatatkan pertumbuhan luar biasa. Dalam kurun waktu satu tahun, jumlah outstanding Paylater BCA melonjak 169%, menembus angka Rp300 miliar per September 2024, dengan rasio kredit bermasalah (NPL) di bawah 2%. Apakah ini tanda bahwa paylater siap menggantikan kartu kredit tradisional?
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatat performa gemilang pada layanan Paylater mereka. Menurut EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, pertumbuhan outstanding Paylater BCA mencapai Rp300 miliar, meningkat 169% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hera mengungkapkan, angka ini didukung oleh tingkat nonperforming loan (NPL) yang terjaga di bawah 2%, menunjukkan kualitas kredit yang sehat.
“Kami melihat bahwa ini sangat positif bisa menyasar segmen-segmen yang memang terbiasa untuk mungkin tidak terlalu big ticket size. Jadi tumbuh triple digit,” kata Hera saat menghadiri Indonesia Knowledge Forum di Jakarta pada Selasa (12/11).
Selain pertumbuhan outstanding yang signifikan, jumlah pengguna Paylater BCA juga menunjukkan peningkatan tajam. Per September 2024, jumlah nasabah mencapai 150.000, naik dari 119.000 pada Juni 2024. Peningkatan ini mengindikasikan tingginya minat konsumen terhadap fasilitas kredit yang lebih fleksibel dibandingkan kartu kredit tradisional.
Diluncurkan pada Oktober 2023, Paylater BCA menawarkan solusi kredit instan melalui aplikasi myBCA dengan fitur pembayaran menggunakan QRIS. Berbeda dengan kartu kredit yang sering kali membutuhkan proses persetujuan yang panjang dan persyaratan yang ketat, Paylater BCA menargetkan konsumen yang membutuhkan fleksibilitas pembayaran tanpa perlu pengajuan kartu kredit.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menjelaskan bahwa Paylater tidak dimaksudkan untuk bersaing langsung dengan kartu kredit, melainkan sebagai produk pelengkap.
“Jadi, memang ini bukan produk yang saling head on. Tapi, satu complementary yang melengkapi, di mana paylater melengkapi bagi teman-teman yang belum memiliki kartu kredit,” ungkapnya.
Layanan ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mungkin memiliki keterbatasan cashflow pada waktu tertentu tetapi belum memenuhi kriteria untuk mendapatkan kartu kredit. Dengan menggunakan Paylater, nasabah dapat melakukan pembelian secara cicilan tanpa harus menunggu persetujuan plafon tambahan dari kartu kredit mereka.
“[Misal] kebetulan kartu kreditnya sudah pol, tapi belum dapat penambahan plafon bisa juga menggunakan paylater,” lanjut Jahja, menegaskan peran Paylater sebagai alternatif yang lebih mudah diakses bagi nasabah.
Dengan kebijakan persetujuan kartu kredit yang semakin ketat di Indonesia, layanan Paylater BCA menjadi solusi bagi banyak konsumen yang sebelumnya tidak memiliki akses ke fasilitas kredit. Jahja menekankan bahwa Paylater tidak dimaksudkan untuk mencairkan dana tunai, tetapi lebih untuk membantu nasabah mengelola cashflow saat ada kebutuhan konsumtif yang mendesak.
“Kita sebagai market yang ikut [pemain paylater], tentu tanggapan kita, ini merupakan salah satu sarana untuk memberikan kesempatan pada saat masyarakat membutuhkan belanja barang, tetapi mungkin kemampuan tunainya belum ada, jadi kita bantu pakai mekanisme paylater,” ujar Jahja.
Pertumbuhan Paylater di Indonesia mencerminkan tren global dalam sektor buy now, pay later (BNPL), yang diperkirakan akan mencapai valuasi pasar lebih dari USD 3,98 miliar pada 2024, menurut laporan dari Allied Market Research. Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan perilaku konsumen yang lebih memilih skema pembayaran fleksibel dibandingkan dengan kartu kredit konvensional.
Dengan peningkatan penggunaan teknologi digital dan QRIS sebagai metode pembayaran yang semakin populer, Paylater BCA berada dalam posisi strategis untuk mengakselerasi adopsi pembiayaan konsumen yang lebih inklusif di Indonesia. Layanan ini juga menambah portofolio BCA dalam menghadirkan produk keuangan yang relevan dengan kebutuhan nasabah di era digital. ■