DALAM upaya mempercepat pencapaian target ambisius program ‘3 Juta Rumah untuk rakyat, Bank Tabungan Negara (BTN) menggandeng tiga kementerian strategis untuk mengupayakan berbagai solusi nyata. Dari pembebasan pajak hingga relaksasi perizinan, berbagai langkah konkret siap diambil untuk memastikan akses rumah layak huni semakin terjangkau bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
Bank Tabungan Negara (BTN) bersama tiga kementerian—Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN)—menggelar diskusi strategis bertema “Program 3 Juta Rumah: Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat” di Jakarta, Jumat (8/11).
Di hadapan ratusan pengembang properti, mereka memaparkan berbagai solusi untuk mempercepat pencapaian program pemerintah ini yang kerap terbentur masalah perizinan dan harga lahan yang tinggi.
Dalam paparannya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, mengusulkan perpanjangan bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga lima tahun guna meringankan beban biaya produksi properti. Selain itu, Maruarar mengungkapkan kesepakatan dengan Kementerian Dalam Negeri untuk menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di tingkat Pemerintah Daerah.
“Jika pembebasan lahan bisa lebih murah dan efisien, serta perizinan dipermudah, saya yakin omzet para pengembang akan melonjak signifikan. Tahun depan akan banyak perubahan, baik dari sisi bisnis maupun sosial,” jelas Maruarar dalam acara yang digelar di Menara 1 BTN, Jakarta, pada 8 November lalu.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengumumkan rencana penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tito berkomitmen akan menerbitkan surat edaran dalam 10 hari ke depan untuk menginstruksikan pemerintah daerah agar menghapus retribusi ini.
“Kita harus membangun gerakan solidaritas sosial dengan membantu masyarakat yang kurang mampu memiliki rumah layak huni,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid mengimbau para pengembang agar memenuhi kewajiban pembangunan fasilitas umum dan sosial (fasum dan fasos) dalam proyek perumahan mereka. Nusron menegaskan bahwa pengembang yang melanggar akan dikenakan sanksi berupa kewajiban menyediakan rumah gratis untuk MBR.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menegaskan bahwa langkah-langkah pengurangan biaya seperti pembebasan PPN, pemangkasan PPH, dan penghapusan BPHTB diperkirakan mampu menurunkan harga jual rumah hingga 21%.
“Dengan pengurangan biaya ini, permintaan perumahan diperkirakan akan melonjak karena harga menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Nixon.
BTN sebagai motor penggerak pembiayaan perumahan telah menyalurkan lebih dari 5,5 juta Kredit Pemilikan Rumah (KPR) baik subsidi maupun non-subsidi sejak tahun 1976. Nixon mengungkapkan bahwa kini semakin banyak generasi milenial, perempuan, dan pekerja sektor informal yang memanfaatkan program KPR ini untuk membeli rumah pertama mereka.
“Jika tidak ada program rumah subsidi, pekerja sektor informal akan kesulitan memiliki rumah sendiri,” jelasnya.
Tantangan lain yang dihadapi program ini adalah backlog kepemilikan rumah yang mencapai 9,9 juta. Lebih dari 50% masyarakat miskin di Indonesia masih tinggal di rumah tidak layak huni. Data dari PLN menyebutkan ada sekitar 24 juta rumah di Indonesia yang masuk kategori tidak layak huni.
Nixon menyatakan BTN terus mendorong sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal perencanaan tata ruang untuk memastikan ketersediaan rumah layak bagi MBR.
Pembangunan sektor perumahan juga memiliki dampak positif terhadap perekonomian. BTN memperkirakan bahwa setiap pembangunan satu unit rumah dapat menciptakan lapangan kerja bagi lima orang. Dengan demikian, pembangunan 100.000 unit rumah per tahun berpotensi menyerap 500.000 tenaga kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ■