Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewanti-wanti perbankan untuk mengawasi dengan saksama fasilitas produk buy now pay later (BNPL) atau paylater yang dimilikinya.
OJK meminta bank untuk memiliki mitigasi risiko yang memadai dan menerapkan prinsip kehati-hatian sejak awal pelaksanaan kemitraan. Pasalnya bisnis paylater selalu dibayang-bayangi risiko gagal bayar.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, prinsip kehati-hatian meliputi a.l. pemilihan mitra secara komprehensif, serta pemantauan dan evaluasi kinerja secara berkala.
Selain itu, ketika terjadi gagal bayar, bank harus memiliki strategi mitigasi risiko yang memadai. “Antara lain dengan membentuk cadangan kerugian terhadap kredit bermasalah dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian,” kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (17/7).
Menurut dia, gasilitas paylater perbankan bertujuan mendorong pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan agar berjalan lebih optimal. Tak jarang, layanan paylater perbankan juga diselenggarakan sebagai kegiatan kerja sama channeling kredit melalui fintech lending.
Adapun, fungsi intermediasi tersebut dapat diopimalkan melalui peningkatan kredit kepada UMKM dengan memanfaatkan kemudahan aspek teknologi informasi.
“Dalam pelaksanaan kegiatan channeling, bank harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asas pemberian kredit atau pembiayaan yang sehat,” katanya.
Dian memerinci, bank harus memastikan kerja sama channeling kredit dapat memperhatikan izin usaha, kelayakan fintech lending sebagai penerima channeling, kepatuhan terhadap regulasi perlindungan konsumen, dan penilaian risiko yang memadai.
Industri perbankan kian ramai masuk ke bisnis paylayer. Terbaru ada PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna), PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang akan meluncurkan metode bayar nanti tersebut.
OJK menyebut layanan paylater perbankan merupakan layanan perbankan digital. Dijelaskan bahwa fasilitas paylater sebagai produk bank merupakan penyaluran kredit atau pembiayaan melalui aplikasi atau delivery channel milik perbankan seperti aplikasi mobile banking.
Sementara dalam hal bank bekerjasama dengan P2P/fintech lainnya maka dikategorikan sebagai kemitraan (partnership lending) dengan mekanisme chanelling atau executing.
Hal ini diatur Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital Oleh Bank Umum (POJK LPD). Di dalamnya, terdapat syarat bagi bank yang menyelenggarakan layanan perbankan digital. ■