PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menganggarkan biaya modal (capital expenditure/capex) untuk teknologi informasi (IT) sebesar Rp1,9 triliun pada 2024, termasuk pengembangan digital banking dan meningkatkan keamanan siber.
Direktur Technology and Operations BNI Toto Prasetio mengatakan saat ini BNI sedang melakukan transformasi besar. Maka dari itu, kata dia, alokasi belanja BNI untuk IT meningkat dibanding tahun lalu.
Dia mengatakan hal itu usai meluncurkan transaksi banking platform yakni super app wondr bagi segmen ritel, Jumat (5/7). BNI juga merencanakan akan membuat portal layanan digital wholesale.
“Saat ini kita lagi siapkan, yang kita akan launching segera. Jadi kita buat portal yang buat Wholesale Digital Banking Platform,” ujarnya.
Nantinya, platform ini akan menjadi satu kesatuan dari berbagai channel yang ada di wholesale, mulai dari cash management, trade finance, supply chain hingga forex. Selain itu, pihaknya juga sedang memperbarui bagian dari loan management system yang berkaitan dengan proses evaluasi risiko peminjam (underwriting), baik untuk segmen ritel maupun wholesale.
“Proses ini tujuannya apa? Agar kita nantinya loan profile jauh lebih bagus dibanding saat ini, karena semua proses sudah tersentralisasi dengan menggunakan scoring, knowledge ataupun kalkulasi untuk cashflow,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, sekitar 10%-15% belanja IT BNI siperuntukkan untuk meningkatkan keamanan sistem. Hal ini dilakukan untuk menghindari risiko kejadian keamanan (security incident) yang dapat mempengaruhi operasi perbankan mereka.
“Saya selalu bilang bahwasannya menjadi foundation ke depannya. Makanya pengembangan di sisi security di BNI juga signifikan, cukup besar,” katanya.
Sebelumnya, Toto menjelaskan bahwa BNI menggunakan pendekatan yang komprehensif dalam mengamankan sistem dengan menerapkan beberapa lapisan (layers) keamanan dalam mengembangkan super app terbarunya, wondr.
“Layer paling atas itu edukasi ke nasabah, agar [nasabah] menggunakan atau menjaga password-nya dengan hati-hati supaya tidak terjadi social engineering,” ucapnya.
Layer berikutnya adalah kontrol terhadap aplikasi. BNI melakukan kontrol terhadap aplikasi untuk memastikan bahwa setiap aplikasi yang digunakan memenuhi standar keamanan yang ditetapkan.
Layer ketiga melibatkan penerapan teknologi keamanan, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) terkait liveness detection. Kemudian, BNI juga mengadopsi Multi factor authentication (MFA).
“Seluruh faktor-faktor keamanan seperti enkripsi datanya, lalu yang berkaitan dengan server-servernya harus selalu tidak bisa diakses sembarang orang, termasuk backup-nya,” ujar Toto.
Untuk layer terakhir yang paling bawah, BNI memasang antifraud, di mana pada saat terjadi anomali, maka transaksi yang terjadi bakal tertolak. “Jadi ini kelebihan-kelebihan yang kita apply agar wondr by BNI menjadi secara security yang paling baik,” katanya. ■