Digitalisasi perbankan telah mempercepat transformasi industri perbankan di Indonesia, memaksa bank-bank untuk menyesuaikan strategi mereka guna tetap bersaing dan memberikan layanan yang efisien kepada nasabah.
Beberapa bank besar telah mengalihkan fokus mereka dari kantor cabang fisik ke layanan digital guna memenuhi kebutuhan nasabah yang semakin menginginkan kemudahan dan aksesibilitas dalam bertransaksi. Jumlah ATM di perbankan pun kian menciut.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM dan debet turun 5,41% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp615,18 triliun per Mei 2024.
Penyusutan transaksi kartu ATM ini berbanding terbalik dengan transaksi digital perbankan. Tercatat, transaksi digital banking mencapai Rp5.570,49 triliun, naik 10,28% yoy. Kemudian, transaksi uang elektronik naik 35,24% yoy menjadi Rp92,79 triliun.
Transaksi QRIS tumbuh 213,31% yoy pada Mei 2024. Jumlah pengguna QRIS mencapai 49,7 juta dengan jumlah merchant 32,25 juta.
“Transaksi ekonomi keuangan digital tetep kuat didukung sistem pembayaran yang aman, lancar dan andal,” ujarnya pekan lalu.
Selain menyusutnya transaksi via kartu ATM, jumlah ATM di perbankan juga kian berguguran. Berdasarkan data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia pada akhir 2023 mencapai 91.412 unit. Jumlahnya menyusut 2.604 unit dalam setahun, atau dibandingkan akhir 2022 sebanyak 94.016 unit.
Adapun, dalam lima tahun terakhir telah terjadi penyusutan 12.227 unit di mana per akhir 2019 jumlah ATM, CDM, dan CRM masih mencapai 103.639 unit. ■