Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus berupaya dan melakukan inovasi untuk memberikan ketenangan kepada nasabah, Terkini, LPS melakukan dua terobosan, yang pertama adalah dengan melakukan percepatan proses pembayaran klaim simpanan nasabah, yang bank tempatnya menyimpan uang dicabut izin usahanya.
“Dalam rangka memberikan rasa tenang kepada masyarakat khususnya nasabah BPR yang dilikuidasi, tim LPS bergerak cepat dimana secara rata-rata pembayaran klaim sudah mulai dilakukan 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan,” ujar Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono di Surabaya, awal pekan ini.
Adapun, berdasarkan data LPS, rata-rata waktu pembayaran klaim dari tahun ke tahun telah menunjukan tren yang positif. Sebagai gambaran, proses pembayaran klaim penjaminan nasabah pada tahun 2021 membutuhkan waktu antara antara 9 sampai dengan 14 hari kerja, namun sekarang pada tahun 2024 menjadi lebih cepat, hanya membutuhkan 5 hari kerja saja.
“Di lapangan kami sering menemui nasabah yang uangnya tertahan cukup lama di BPR yang mengalami kesulitan keuangan. Padahal nasabah BPR tersebut memiliki banyak kebutuhan yang mendesak seperti membayar uang sekolah, lalu bagi nasabah petani memiliki kebutuhan untuk membeli bibit atau pupuk. Menyadari hal tersebut, kami berusaha untuk semaksimal mungkin mempercepat proses pembayaran klaim,” tambahnya.
Berdasarkan data per 8 Mei 2024, LPS telah membayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp291 miliar milik lebih dari 48 ribu rekening nasabah bank yang dilikuidasi. Pembayaran klaim simpanan nasabah tersebut masih terus dilakukan kepada para nasabah dari 11 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang dilikuidasi LPS dalam kurun waktu 1 Januari hingga 30 April 2024.
Kemudian, terobosan kedua adalah, berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS kini dapat lebih maju ke depan dalam menangani bank sebelum kondisi bank tersebut menjadi lebih buruk.
Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilans dan early involvement.
LPS sekarang memiliki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi. Opsi tersebut misalnya melakukan penempatan dana pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas atau penjualan bank atau aset-asetnya kepada investor yang berminat.
Hal ini telah dipraktekkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR) misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank.
Baca juga: LPS Segera Bayarkan Klaim Penjaminan Simpanan Nasabah BPR Bank Pasar Bhakti
“Perubahan ini merupakan tantangan bagi kami untuk meningkatkan kapasitas pegawai LPS yang dilengkapi dengan kemampuan pemasaran dalam rangka penjualan bank atau aset-aset bank. Tentunya hal ini kami lakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik,” jelas Didik.
Sejak LPS beroperasi Tahun 2005 sampai dengan 8 Mei 2024, LPS telah melakukan proses likuidasi 17 BPR yang dicabut izin usahanya oleh OJK di Provinsi Jawa Timur. LPS pun telah membayarkan simpanan nasabah di BPR tersebut dengan jumlah total sebanyak Rp242,47 miliar, milik 54.747 rekening.
Lebih lanjut dia mengatakan, walaupun pada awal tahun 2024 ini ada 3 BPR/BPRS di Jawa Timur yang tutup, yakni BPR Wijaya Kusuma di Madiun pada tanggal 4 Januari 2024, BPRS Mojo Artho di Mojokerto pada tanggal 26 Januari 2024 dan BPR Pasar Bakti di Sidoarjo pada 16 Februari 2024. Namun, berdasarkan data LPS masih ada 273 BPR/BPRS yang beroperasi di Jawa Timur dan 1562 BPR/BPRS yang beroperasi di seluruh Indonesia.
“Meskipun sudah ada 3 BPR yang tutup, tidak mesti membuat nama BPR secara keseluruhan rusak, karena ada banyak sekali BPR di Jawa Timur dan seluruh Indonesia yang berperan dalam membantu perekonomian masyarakat dengan beragam inovasi produk yang menarik,” ujarnya.
Penting diketahui, tutupnya BPR/BPRS bukan berarti perekonomian memburuk, namun lebih kepada persoalan minimnya tata kelola. Penutupan BPR/BPRS pun relatif tidak akan berdampak kepada masyarakat umum secara luas. Khusus para pemegang rekening juga aman karena dijamin oleh LPS.
Kemudian, Didik mengungkapkan, LPS juga terus bersinergi dan melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS dalam hal ini ialah Perbarindo atau Perhimpunan Bank Perekonomian Seluruh Indonesia untuk meningkatkan tata kelola BPR/BPRS melalui berbagai diskusi dan workshop bersama. sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. ■