Restrukturisasi kredit sebagai imbas pandemi Covid 19 tercatat mengalami penurunan sebesar Rp15,4 triliun per November 2023 menjadi Rp 285,32 triliun dari sebelumnya sebeaar Rp301,16 triliun per Oktober 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, jumlah nasabah tercatat sebanyak 1,14 juta nasabah pada November 2023, sedangkan Oktober 2023 ada 1,22 juta nasabah atau telah berkurang sekitar 80 ribu nasabah.
Menurut dia, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted (segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024) adalah 42,5% dari total porsi kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 285,32 triliun.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) net perbankan sebesar 0,75% pada November 2023, menurun dari posisi Oktober 2023 sebesar 0,77%. Begitu juga NPL gross sebesar 2,36% pada November 2023 atau menurun dari bulan sebelumnya di level 2,42%.
“Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi dan NPL berdampak positif bagi penurunan rasio kredit berisiko atau Loan at Risk (LaR) menjadi 11,61% per November 2023. LaR turun 20 basis points (bps) dibandingkan Oktober 2023 yang sebesar 11,81%,” ujarnya, Selasa (9/1).
Dia mengatakan, dari sisi risiko pasar, penurunan yield pada bulan November berdampak pada penurunan unrealized loss perbankan. Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan juga mengalami penurunan menjadi sebesar 1,58% (Oktober 2023: 1,92%), masih jauh di bawah threshold 20%.
OJK, kata Dian, terus mengingatkan sektor perbankan untuk tetap waspada dan hati-hati menyikapi perkembangan kredit restrukturisasi. OJK meminta pihak perbankan senantiasa punya pencadangan yang memadai. Apalagi mengingat kebijakan restrukturisasi kredit terkait Covid-19 akan segera berakhir pada Maret 2024. ■