digitalbank.id – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mengungkapkan tren industri perbankan di Indonesia akan dipengaruhi oleh enam faktor utama. Dari keenam faltor itu, perbankan bisa mendulang beberapa peluang meski harus juga memghadapi beberapa tantangan.
“Berdasarkan analisa kami di BRI, ke depan tren perbankan akan dipengaruhi enam faktor,” ujar Direktur Utama BRI Sunarso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (24/1).
Menurut dia, faktor pertama terkait bonus demografi penduduk. Hal ini bisa jadi tantangan namun juga peluang jika pemerintah bisa mengelola potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dengan baik.
“Tren jumlah penduduk usia produktif akan meningkat mencapai 64% pada 2030 nanti. Kalau bisa mengelolanya,” katanya.
Kedua, terkait perubahan perilaku nasabah dari pembayaran tunai menjadi digital. “Jadi transaksi digital payment meningkat lebih dari 30%, sedangkan transaksi cash turun tinggal 10% saja.”
Ketiga, implementasi ESG atau bisnis berkelanjutan. Saat ini para investor berfokus pada aspek ESG yang berpengaruh terhadap perubahan tata kelola dan bisnis perbankan.
Keempat, terkait low interest rate environment di mana tren penurunan kredit berdampak pada NIM yang tertekan. Dalam hal ini perbankan didorong untuk memperluas fungsi intermediasinya karena dalam presentasi angka NIM semakin kecil.
“Kalau kita lihat di 2010 itu NIM bisa lebih dari 10%, tapi di 2022 hanya sekitar 6%. Kalau mau tambah besar berarti harus cari nasabah sebanyak-banyaknya, kira-kita begitu,” tambah Sunarso.
Kelima, penggunaan data dan teknologi yang semakin dominan. Dalam hal ini penggunaan data analytics untuk mempercepat proses bisnis kredit underwriting dan marketing.
Keenam, terkait persaingan dengan jasa keuangan digital atau financial technology (fintech). “Jadi persaingan yang semakin ketat seiring dengan hadirnya pemain non bank seperti fintech dengan berbagai dinamikanya,” kata Sunarso.
Sebelumnya, mengenai resesi yang disebut-sebut akan mewarnai perekonomian nasional, Sunarso mengatakan akibat perekonomian nasional yang solid, dibandingkan banyak megara, peluang terjadinya resesi ekonomi di Indonesia amatlah kecil, yakni cuma 3 persen.
Sunarso mengutip survei yang dilakukan Bloomberg mengenai probabilitas resesi mengatakan, banyak negara di dunia ini punya peluang resesi di atas 20 persen pada 2023.
Sri Lanka punya probabilitas resesi tertinggi di dunia, yakni 85 persen, disusul Uni Eropa (50 persen), AS (40 persen), Selandia Baru (33 persen), Jepang dan Korea masing-masing 25 persen, kemudian Pakistan, Taiwan, Australia, Hong Kong dan China masing-masing 20 persen, lalu Malaysia (13 persen), Thailand dan Vietnam masing-masing 10 persen dan Filipina (8 persen).
“Probabilitas terjadinya resesi di Indonesia cuma 3 persen atau di bawah India yang probabilitasnya 0 persen. Kita bangga Indonesia mampu mengelola ekonominya dengan baik, maka kita memiliki ekonomi yang solid dan peluang terjadinya resesi hanya tiga persen,” katanya dalam webinar “Tren Perbankan di Tahun 2023” yang digagas OJK Institite di Jakarta, Selasa (17/1).
Menurut dia, perekonomian Indonesia masih akan kuat karena terkendalinya Covid-19 yang membuat aktivitas bisnis dan ekonomi kembali berjalan lancar, stabilitas harga komoditas, dan perbaikan peringkat investasi Indonesia. (HAN)