digitalbank.id – PERATURAN dan undang-undang tentu disusun untuk mengatur berbagai mekanisme menjadi teratur dan adil bagi semua pihak terkait. Inilah inti dan semangat yang juga terlihat pada Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang telah disahkan menjadi UU oleh DPR membuat peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) makin kuat.
LPS pun akan semakin aktif dalam menangani bank dalam resolusi atau bank gagal. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa dalam menangani bank dalam resolusi, UU PPSK menerapkan konsep bail-in bukan lagi bail-out. Ketika bail-out, bank dalam resolusi akan mendapatkan injeksi atau bantuan keuangan yang biasanya dari pemerintah. Sementara, saat bail-in kesulitan keuangan yang dialami bank ditutupi oleh tambahan modal dari sumber daya bank itu sendiri.“Karena kita ingin otoritas bisa lebih cepat antisipasi, begitu satu bank berada dalam status penyehatan, LPS bisa masuk,” ujarnya.
Ketika bank yang mengalami masalah dan masuk ke dalam rencana resolusi, bank sistemik itu wajib menyusun rencana resolusi ke LPS. Kemudian, LPS akan melihat rencana resolusi itu dan selalu update. “Kenapa LPS masuk di awal, ini agar LPS bisa mengerti masalah yang ada di bank itu secara cepat,” kata Febrio. Sebelum mengalami masalah solvensi, LPS juga bisa menangani bank dengan pinjaman jangka pendek. Sebelum menempatkan dana, ada due diligence terkait kondisi bank secara keseluruhan. Kemudian, ada penjajakan ke bank lain yang bersedia menangani aset dan penjajakan ke calon investor lain untuk ambil alih bank tersebut.
LPS juga dapat memerintahkan pemegang saham untuk mengganti direksi atau komisaris. Kemudian LPS dapat menunjuk pihak lain sebagai pengelola. Menurutnya, proses penyehatan bank seperti itu menjadi risk minimizing dan cost minimizing. Dengan begitu, koordinasi antara LPS, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) juga semakin kuat. Selain menangani bank dalam resolusi, fungsi LPS juga diperkuat di dalam Komite Stabilitas Sistem keuangan (KSSK). “Ketika ada krisis, LPS mempunyai hak voting, dari yang sebelumnya tidak punya suara, kita kasih hak suara dalam KSSK,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa UU PPSK juga memperkuat koordinasi antar-anggota KSSK sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Purbaya menilai perubahan pengaturan terkait kelembagaan LPS di UU PPSK bertujuan agar terdapat check and balance dengan tetap menjaga independensi LPS sehingga resolusi bank dapat dilakukan dengan efektif dan dengan tata kelola yang baik. “Kami meyakini bahwa pada implementasinya nanti, UU PPSK akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan perekonomian nasional melalui pengembangan dan penguatan sektor keuangan yang lebih optimal,” tutupnya.(SAF)