digitalbank.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan industri perbankan nasional tahun depan masih akan dihadapkan beberapa tantangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan meski kredit peebankan akan terus tumbuh tahun depan, namun ada beberapa tantangan yang perlu diantisipasi dengan cepat dan tepat.
“Salah satunya dengan penguatan struktur industri perbankan agar mitigasi yang dilakukan dapat menjawab tantangan yang semakin beragam,” ujarnya di Jakarta, pekan ini.
Menurut dia, saat ini struktur industri perbankan masih didominasi populasi bank dengan pangsa pasar dan skala usaha yang relatif kecil. Level playing field juga menjadi tidak sama dan tersegmentasi.
“Bank dengan skala usaha lebih kecil tentu memiliki keterbatasan adaptasi terhadap perubahan lingkungan, kemampuan investasi infrastruktur, dan kepatuhan terhadap pengaturan yang menyertainya,” katanya.
Selain itu, tantangan lainnya, risiko digitalisasi perlu diantisipasi mengingat eksposur digitalisasi terhadap perbankan yang semakin masif. OJK berkomitmen melakukan berbagai upaya untuk mengakselerasi transformasi digital di perbankan. Kemudian melakukan perubahan pengaturan yang semula bersifat rule based menjadi principle based yang diyakini akan memberikan ruang gerak dan inovasi kepada perbankan.
“Penerapan principle based tidak sederhana, implementasinya akan menuntut perbankan untuk mengubah paradigma berpikir untuk semakin profesional dan terintegritas.”
Lebih lanjut dia mengatakan, tahun depan kredit perbankan akan tumbuh di seluruh sektor pada tahun depan, meski berada dalam tekanan akibat kenaikan suku bunga. Pertumbuhan dari berbagai sektor tersebut akan menjadi penopang pertumbuhan kredit pada tahun depan.
“Dengan mesin utama pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan. Dengan dominasi kredit modal kerja,” tuturnya.
OJK mencatat penyaluran kredit industri perbankan pada sektor pertambangan mengalami pertumbuhan sebesar 23% per Oktober 2022. Kredit investasi tercatat tumbuh sebesar 13,65%, sedangkan kredit modal kerja tumbuh 12,9%.
Kenaikan kredit tersebut dibarengi kualitas kredit yang terus membaik. Hal ini tercermin dari NPL net turun jadi 0,78 persen dan NPL gross jadi 2,72% per Oktober 2022.
Di sisi lain, kredit restrukturisasi covid-19 mengalami penurunan sebesar Rp 55,7 triliun menjadi Rp 514,07 triliun. Dengan jumlah debitur yang menurun dari 2,63 juta menjadi 2,55 juta.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan juga berhasil meningkat 9,41% yoy menjadi Rp 7.927 triliun per Oktober 2022. Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan simpanan giro.
Dana Pihak Ketiga (DPK) juga diproyeksikan tumbuh yang ditopang simpanan tabungan dan giro. Secara pengelompokan, pertumbuhan kredit dan DPK diproyeksi tumbuh di semua segmen Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) dan kontribusi terbesar dari KBMI IV.
Dia memproyeksikan rasio kredit bermasalah (NPL) maupun loan at risk (LAR) akan terus melandai seiring dengan permintaan kredit yang cukup tinggi.
“Hal ini sejalan dengan keyakinan bahwa ekonomi iIndonesia relatif cukup resilience di bandingkan ekonomi global,” demikian Dian. (HAN)