digitalbank.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima sebanyak 8.771 pengaduan hingga 26 Agustus 2022. Sebanyak 50% merupakan pengaduan sektor industri keuangan non bank (IKNB), dan 49,5% merupakan pengaduan sektor perbankan, serta sisanya merupakan layanan sektor pasar modal. Jenis pengaduan yang paling banyak adalah restrukturisasi kredit/pembiayaan, perilaku petugas penagihan dan layanan informasi keuangan.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di Jakarta pekan ini mengatakan OJK terus berupaya untuk memperkuat implementasi pencegahan permasalahan konsumen di sektor jasa keuangan, sekaligus memastikan pengawasan perilaku (market conduct) berjalan baik.
“Sampai dengan 26 Agustus 2022, OJK telah menerima 199.111 layanan melalui berbagai kanal, termasuk 8.771 pengaduan,” ujarnya.
Data OJK mengungkapkan, ada sebanyak 25,7 ribu kasus penanganan pengaduan ke OJK di tahun 2017 dan terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah itu sempat melonjak sampai dengan 22 kali atau lebih dari 592 ribu penanganan pengaduan per 25 November 2021.
Saat ini, OJK berupaya melanjutkan edukasi keuangan secara masif, baik secara online melalui Learning Management System (LMS) dan media sosial, serta tatap muka, dengan melakukan kolaborasi bersama kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya. OJK juga terus mengoptimalkan peran 408 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang tersebar di 34 Provinsi dan 374 Kabupaten/Kota.
Program TPAKD tersebut antara lain Program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir atau K/PMR, yang telah menjangkau 337.490 debitur dengan nominal penyaluran sebesar Rp 4,4 Triliun. Kemudian program Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR) yang telah menjangkau 49,6 juta rekening atau 76,7% dari total pelajar, dengan total nominal tabungan sebesar Rp 27,7 triliun, dan program business matching lainnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner merangkap Ketua Komite Etik OJK Mirza Adityaswara mengatakan, pihaknya menyadari perlunya memperkuat infrastruktur dan aspek perlindungan konsumen untuk mendukung stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, OJK bakal memperkuat implementasi kewenangannya dalam melakukan tindakan pencegahan permasalahan konsumen dan masyarakat.
“Hal ini ditempuh antara lain melalui pemberian informasi dan edukasi terkait karakteristik sektor jasa keuangan, risiko layanan dan produknya, serta melakukan pengawasan perilaku (market conduct) terhadap pelaku usaha jasa keuangan dalam rangka perlindungan konsumen dan masyarakat pada umumnya,” jelas Mirza.
Dia menekankan bahwa edukasi keuangan akan dilaksanakan secara masif, langsung kepada perangkat desa atau kelurahan menggunakan infrastruktur LMS Edukasi Keuangan OJK. Termasuk dengan terus mendorong penciptaan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat, khususnya kelompok perempuan dan UMKM.
“Untuk semakin mempermudah akses konsumen dan masyarakat dalam bertanya dan menyampaikan pengaduan, kami akan membangun layanan walk-in bagi konsumen, memperkuat Kontak OJK 157 dan Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen atau APPK,” jelas Mirza.
Terlepas dari sektor jasa keuangan konvensional, kata dia, pengawasan perilaku juga dilakukan terhadap fintech Inovasi Keuangan Digital (IKD). Hal ini ditujukan guna memastikan agar platform keuangan digital yang tercatat, terdaftar, dan berizin OJK tidak terafiliasi dan dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal di sektor jasa keuangan. “OJK terus membangun kolaborasi dengan berbagai asosiasi fintech untuk mendisiplinkan anggotanya agar kegiatan usahanya sesuai dengan code of conduct yang ada,” demikian Mirza. (HAN)