digitalbank.id – Pekerjaan rumah pemerintah untuk mengatasi angka kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) perumahan masih banyak. Sementara penyertaan modal negara (PNM) digadang-gadang akan menjadi solusi memenuhi kebutuhan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, mengurangi kebutuhan (backlog) perumahan saat ini bukan merupakan tugas yang mudah. Pasalnya, terdapat kebutuhan rumah yang tinggi saat ini.
“Saat ini sebanyak 80 persen dari rumah tangga tidak memiliki rumah dengan angka backlog di atas 12 juta. Angkatan kerja kita tumbuh sekitar 3 juta per tahun. Sementara daya serap pemberi lapangan kerja hanya sekitar 120.000 dengan asumsi pertumbuhan di kisaran 5 persen per tahun. Artinya, penyediaan lapangan kerja kita kita tidak bisa sepenuhnya, demikian juga dengan penyediaan perumahan. Ini memberikan gambaran, menurunkan backlog akan sangat sulit tanpa ada program dari pemerintah,” ujarnya dalam webinar Rumah untuk Semua: Mencari Solusi Masyarakat Merdeka Punya Rumah, Senin (15/8).
Menurut dia ada 2 solusi yang bisa ditempuh, yakni untuk jangka panjang dan jangka pendek. Solusi jangka panjang untuk menurunkan backlog perumahan dimulai dengan menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus mengurangi urbanisasi.
“Tingkat kemiskinan tertinggi itu ada di kota, tingkat backlog perumahan juga ada di kota. Ini cerminan dampak dari urbanisasi. Urbanisasi harus dikurangi dengan cara membangun pedesaan,” katanya. Sementara itu, membangun perumahan di kota memiliki banyak tantangan misalnya lahan yang terbatas dan biaya yang tinggi. Tak hanya itu, di dalam sektor keuangan tingginya suku bunga juga menjadi tantangan tersendiri. Suku bunga yang tinggi dirasakan kedua pihak baik masyarakat yang ingin memiliki rumah maupun pengembang perumahan.
Sedangkan solusi pengurangan backlog perumahan dalam jangka pendek menurut Piter adalah, melanjutkan program pemerintah misalnya Program Satu Juta Rumah. “Selain itu, pemerintah perlu melanjutkan program misalnya FLPP, subsidi uang muka, dan sebagainya,” tutur dia.
Data Kementerian PUPR memperlihatkan jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia mencapai 12,75 juta unit. Hal itu masih ditambah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 yang menyatakan hanya 59,5% keluarga menghuni rumah yang layak, sementara sisanya adalah rumah tidak layak huni.
Data backlog diperkirakan akan terus meningkat. Pasalnya, jumlah keluarga baru terus
bertambah, sementara pasokan hunian layak tidak mampu mengimbangi. Kalaupun ada
pasokan, harganya sulit terjangkau atau pilihan lainnya lokasi rumah berada jauh dari tempat beraktivitas, seperti di area pinggiran kota.
Berdasarkan riset yang telah dilakukan, Katadata merekomendasikan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah agar backlog perumahan bisa berkurang secara signifikan dan
keresahan kaum milenial yang susah memiliki rumah karena kenaikan harga properti bisa
dicarikan solusinya. Rekomendasi pertama yakni pemerintah perlu mendukung ketersediaan lahan untuk pembangunan hunian MBR. Kedua, Pengembangan hunian vertikal harus diwujudkan dengan melibatkan pengembang skala besar.
Ketiga, regulasi pemerintah harus sejalan dengan tujuan penambahan pasokan hunian MBR. Keempat, inovasi sumber pendanaan harus menjadi fokus utama mengurangi beban APBN. Kelima, pemerintah perlu mengkaji pentingnya keberadaan bank khusus perumahan rakyat. Dan keenam, PMN dan kecukupan modal perbankan dapat mendukung cita-cita pemerintah mewujudkan tempat tinggal layak huni bagi MBR.
“Perlu upaya ekstra keras dalam menekan angka backlog. Lebih dari sekadar dukungan dan
keberpihakan nyata semua pihak agar visi besar presiden Jokowi bisa terwujud sebelum masa jabatannya habis,” kata Piter Abdullah, Ekonom CORE Indonesia, yang menjadi salah satu panelis diskusi.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah meningkatkan kapasitas permodalan Bank BTN melalui penyertaan modal negara (PMN). Dengan menerima PMN, BTN bakal punya
kemampuan untuk memperbesar penyaluran kredit ke MBR.
“BTN terbukti punya rekam jejak dan sejarah panjang sebagai pelaksana mandat pemerintah dalam membantu MBR memiliki rumah. Fakta juga menunjukkan, BTN paling berprestasi dalam menyalurkan program kredit bersubsidi FLPP dan punya keberpihakan nyata terhadap segmen MBR,” kata Piter.
Piter juga mengingatkan tanpa PMN ke BTN, program sejuta rumah rakyat yang digagas
Presiden Jokowi bisa melambat, sementara masa jabatan presiden kurang dari dua tahun lagi.
“Tanpa keberpihakan dan komitmen pemerintah, memiliki hunian layak hanya menjadi mimpi para MBR. Tak ada pilihan bagi pemerintah selain menyalurkan PMN ke BTN. Menunda PMN berarti lost opportunity dan segmen MBR paling dirugikan,” kata Piter.
Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan generasi milenial semakin
sulit memiliki rumah atau hunian karena kenaikan harga properti yang tidak sebanding
dengan pendapatan mereka.
Kondisi ini membuat pemerintah melakukan pelbagai upaya agar masyarakat Indonesia,
terutama generasi muda bisa memiliki rumah. Salah satunya, pemerintah melancarkan
Program Sejuta Rumah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
menyediakan bantuan rumah layak huni serta prasarana, sarana dan utilitas umum bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Direktur Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR Fitrah Nur mengatakan,
Kementerian PUPR terus berupaya mengatasi kekurangan perumahan (backlog) dan
mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni.
Salah satunya dengan melakukan inovasi penyediaan hunian layak bagi MBR berpendapatan tidak tetap atau informal.
“Jika sektor MBR informal ini dapat dipetakan lebih rinci, pasti akan lebih mudah menjangkau mereka dalam pembiayaan KPR oleh perbankan. Kita ambil contoh petani bisa masuk dalam kategori MBR informal karena tidak memiliki slip gaji, namun sebenarnya kemampuan bayar mereka cukup tinggi, jadi mungkin solusi yang tepat adalah pemetaan sektor MBR informal untuk selanjutnya dijadikan Grand Design Perumahan Segmen MBR Informal,” kata Fitrah Nur.
Wakil Ketua Umum DPP REI Moderod mengungkapkan, saat ini DPP REI sedang mendorong
program untuk memudahkan masyarakat, khususnya pekerja untuk mendapatkan
perumahan layak huni, khususnya apartemen dengan cara menyewa untuk kemudian
memiliki (rent to own). Selain itu, program sejuta rumah rakyat juga terus dikerjakan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.
“Program sejuta rumah yang sedang berjalan dan on the right track, peningkatan selama
pandemi sedikit melambat, tapi selama pandemi salah satu bidang usaha yang masih positif adalah di bidang properti, termasuk di bidang perumahan masyarakat berpenghasilan rendah,” jelas Moerod. (HAN)