digitalbank.id – Untuk menekan biaya logistik dan membuat produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lebih kompetitif, BNI bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, Jepang, menyiapkan sentra distribusi.
Sentra distribusi ini menggunakan strategi dropship yang dinilai efektif untuk UMKM dalam meningkatkan penjualannya.
“Di kantor BNI Tokyo kami memiliki ruang meeting yang bisa digunakan UMKM untuk business meeting. Kami punya produk display produk UMKM, virtual business matching yang bisa langsung dijual di Jepang,” kata Direktur Treasury & Internasional BNI Henry Panjaitan, Minggu (1/5).
Baca juga: Bank BNI gandeng induk Shopee akuisisi Bank Mayora
BNI juga menurutnya memberikan informasi tentang karakteristik pasar Jepang pada sentra UMKM ekspor di Indonesia yang tersebar di tujuh kota dan melakukan promosi secara terpadu. BNI melalui BNI Xpora pun aktif membawa UMKM ke pameran bergengsi secara global untuk menampilkan produknya.
Melihat hal itu, Henry mengatakan sebagai perusahaan yang memiliki berbagai cabang di luar negeri, BNI memiliki visi untuk membawa Indonesia menuju dunia, termasuk Jepang. Jepang memiliki standar yang sangat tinggi untuk sebuah produk, sehingga UMKM yang bisa menembus pasar ini pun harus memiliki kemampuan yang mumpuni.
“Karena kualifikasi suatu produk sangat tinggi, kunci sukses produk kualitas, layanan dan after sales service. Di sinilah peran kami untuk melakukan pendampingan agar bisa menembus pasar Jepang,” katanya.
Baca juga: Bank BNI berhasil pertahankan target pertumbuhan kredit kuartal I/2022
Jepang menjadi salah satu negara menarik bagi UMKM asal Indonesia untuk memasarkan produknya. Duta Besar RI untuk Jepang Heri Akhmadi menyebutkan, sektor otomotif, fesyen, pangan, dan perhiasan memiliki potensi besar untuk UMKM lokal menembus pasar negeri sakura tersebut.
“Kalau di Jepang, usaha mikro memang agak susah. Tetapi yang menengah banyak dan punya kesempatan berkembang. Salah satu produk UMKM yang sudah berhasil yakni ekspor batik, yang meningkat 300%, kemudian perhiasan dan mutiara angkanya melewati US$ 45 juta dolar,” kata Heri.
Selain batik dan perhiasan, produk pangan Indonesia pun kini mulai banyak diminati. Hal ini seiring tingginya peran diaspora Indonesia yang menjadi agen perdagangan. (HAN)