digitalbank.id – CALON komisioner OJK dapat lebih memahami industri keuangan yang saat ini melaju cepat. Para calon komisioner OJK merupakan hasil kombinasi dari birokrat dan profesional senior. Karena kini banyak pelanggaran yang modusnya makin aneh-aneh, pinter. Jadi kalau hanya di birokrat tidak bisa melihat yang terjadi. Kalau profesional bisa mendeteksi di awal. Sehingga pelanggaran bisa diketahui dan ada efek jera dengan penegakan hukum.
Demikian disampaikan oleh Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia, Prihatmo Hari Mulyanto. Lebih lanjut ia menambahkan calon pemimpin OJK juga mesti memahami masalah yang muncul, baik perubahan digitalisasi keuangan maupun tradisional. Selain paham perilaku yang terdampak kebijakan, sosialisasi kebijakan juga mesti lebih komunikatif. “Misalnya, memanfaatkan jasa profesional lewat teknologi komunikasi yang efektif, serta peningkatan fokus produk dengan literasi dan inklusif,”tegasnya.
Dalam tahap kedua pencarian Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022 – 2027, telah masuk 155 nama. Para calon dinilai sarat dengan pengalaman yang kuat di bidang keuangan, bisnis, investasi dan birokrasi.
Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, menilai calon pemimpin OJK nantinya mesti memiliki kemampuan memahami dampak dari keputusan yang dibuatnya. Terutama saat ini, pengaruh teknologi digital mendominasi industri keuangan, bisnis dan investasi. “Ini dunianya sudah sedemikian maju, (komisioner) OJK harus tumbuh juga beyond the curve,” ujar Ari, dalam seminar daring “Mencari Nakhoda Baru OJK di Tengah Digitalisasi Keuangan dan Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi” baru-baru ini.
Menurut Ari, penting buat pengambil keputusan untuk menganalisa berdasarkan data analitik yang beragam. Profesor ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu melihat tipologi yang berkembang kini menuntut pengambilan keputusan modern dengan data. “Namanya evidence based. Tapi datanya itu diperoleh tak hanya dari FGD [Focus Group Discussion] tapi juga dari data analitik. Jadi perlu manajer yang bisa menentukan, sebetulnya informasi yang relevan itu, apa,” tegasnya.
Menurutnya, ketika berada di beberapa tingkat keputusan organisasi, bisa dilihat data analitik sangat berguna. Hal ini membuat kemampuan connecting the dot menjadi sangat penting. Apalagi, OJK memiliki mikro sehingga berhubungan langsung dengan perilaku. Oleh sebab itu, lanjutnya, kemampuan memahami perilaku, di lapangan, juga penting bagi seorang pemimpin di OJK.
“Katakanlah di situ (OJK) dari akademisi, tapi tidak bisa turun ke lapangan, bisa ada kemungkinan data analitik itu menangkap variabel yang lain. Bisa beda. Karena itu, harus ada teamwork, collegial leadership,” kata Ari.(SAF)