digitalbank.id – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus menjalankan koordinasi kebijakan untuk memberikan keyakinan kepada perbankan agar menyalurkan kredit atau pembiayaan, mendukung likuiditas industri perbankan, menjaga kinerja perbankan, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Menteri Keuangan sekaligus Ketua KSSK Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dukungan KSSK terhadap sektor perbankan merupakan bagian dari paket kebijakan mendorong pemulihan ekonomi melalui intermediasi perbankan. Pemerintah mengimplementasikan program penjaminan kredit untuk memberikan keyakinan kepada perbankan agar mereka meningkatkan partisipasinya di dalam menjaga dan mendorong kinerja dunia usaha melalui penyaluran kredit.
“Semakin normal tingkat intermediasi yang dilakukan oleh sektor keuangan terutama dalam hal ini dominasi dari perbankan maka pemulihan ekonomi juga akan semakin terakselerasi,” ucap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers KSSK: Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2022 di Jakarta, Rabu (2/2).
Dia mengatakan, kredit di sektor perbankan sudah mulai meningkat kembali. Program penjaminan kredit telah diimplementasikan sejak tahun 2020 dan juga terus dilakukan kalibrasi dari kriteria-kriteria pada tahun 2021 terutama untuk penjaminan kredit korporasi. Adapun kalibrasi yang dilakukan mencakup pelonggaran kriteria dari pelaku usaha korporasi yang eligible atau yang bisa mendapatkan penjaminan kredit sehingga lebih akomodatif, fleksibel, dan mencakup lebih banyak korporasi yang dapat menerima fasilitas penjaminan.
“Tujuannya adalah untuk segera mendorong pemulihan korporasi dan ekonomi. Penyesuaian juga dilakukan agar kriteria penjaminan pemerintah lebih sejalan terhadap perkembangan risiko yang dihadapi oleh penjamin, perbankan, dan pelaku usaha korporasi,” ujar Sri Mulyani.
Untuk mendukung kinerja perbankan dan sekaligus untuk mendorong normalisasi intermediasi sektor perbankan, pemerintah juga telah melakukan penempatan dana di perbankan. Penempatan dana ini memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap penyaluran kredit hingga Rp 458,22 triliun yang disalurkan untuk 5,49 juta debitur sampai dengan Desember 2021.
KSSK yang terdiri atas Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) terus melakukan bauran kebijakan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Dengan dukungan dari berbagai kebijakan elemen KSSK tersebut pemulihan ekonomi telah terjadi hampir di semua sektor dan juga semakin merata.
Kemenkeu bertugas dari sisi fiskal. BI telah menempuh kebijakan suku bunga rendah, stabilisasi nilai tukar rupiah dan injeksi likuiditas (quantitative easing). OJK telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan dan LPS menetapkan tingkat bunga penjaminan yang rendah dan memberikan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan perbankan.
“Sinergi dari kebijakan yang ada di dalam domain KSSK juga ditunjukkan untuk menciptakan terbentuknya tingkat suku bunga di sektor jasa keuangan yang lebih efisien,” kata Sri Mulyani.
Beberapa poin yang terungkap dari hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2022 di Jakarta adalah terjadinya Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan IV 2021 dalam kondisi normal seiring penurunan kasus Covid-19 dalam negeri yang mendorong peningkatan aktivitas ekonomi. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati komitmen bersama untuk terus memperkuat sinergi guna menjaga SSK dan momentum pemulihan ekonomi dalam Rapat Berkala KSSK I tahun 2022 yang diselenggarakan pada Jumat, 28 Januari 2022, melalui konferensi video.
Pemulihan ekonomi nasional berlanjut, didukung oleh perkembangan pandemi Covid-19 yang terkendali dan mulai pulihnya aktivitas masyarakat. Perkembangan kasus harian Covid-19 yang rendah pada triwulan IV 2021 mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sehingga mendukung berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi.
Kondisi ini tercermin pada perkembangan indikator dini hingga Desember 2021, antara lain mobilitas masyarakat yang melampaui level prapandemi, keyakinan konsumen yang kuat, penjualan eceran yang meningkat, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang bertahan di zona ekspansif, konsumsi listrik sektor industri dan bisnis yang meningkat, serta kinerja positif penjualan kendaraan bermotor dan semen.
Laju inflasi tetap rendah dengan IHK 2021 di level 1,87% (yoy), di bawah kisaran sasaran 3,0%±1%. Surplus neraca perdagangan berlanjut di Desember 2021 dan secara akumulatif di tahun 2021 mencapai USD35,34 miliar. Cadangan devisa berada pada level USD144,9 miliar, setara 8 bulan impor barang dan jasa. Perkembangan tersebut turut ditopang oleh berlanjutnya perbaikan ekonomi global dengan PMI, keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat.
Namun demikian, terdapat potensi risiko yang perlu diwaspadai, baik dari sisi domestik maupun global. Potensi risiko dari sisi domestik terutama terkait kenaikan kasus Covid-19. Sementara potensi risiko global antara lain gangguan rantai pasok di tengah kenaikan permintaan yang mendorong peningkatan tekanan inflasi terutama akibat kenaikan harga energi serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi the Fed dalam merespons tekanan inflasi AS yang meningkat (Desember 2021: 7,0% yoy) serta peningkatan tensi geopolitik di kawasan Baltik.
Paket kebijakan terpadu KSSK untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha yang diterbitkan pada Februari 2021 turut berperan dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi. Sinergi kebijakan baik yang bersifat across the board (berlaku pada seluruh sektor) maupun yang spesifik pada sektor tertentu (sector specific) berkontribusi dalam menjaga momentum pemulihan di tahun 2021. Kebijakan across the board yang diberikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) antara lain insentif fiskal dan dukungan belanja Pemerintah untuk turut menjaga kinerja keuangan dunia usaha dan mendorong daya beli masyarakat.
Untuk mendukung kebutuhan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak Covid-19, Pemerintah bersama BI melakukan bauran kebijakan fiskal dan moneter, antara lain melalui dukungan pembelian SBN oleh BI. Pada tahun 2021, realisasi pembelian SBN oleh BI mencapai Rp358,32 triliun yang terdiri dari pembelian SBN di pasar perdana melalui lelang Rp143,32 triliun dan private placement Rp215 triliun. Bauran tersebut dilakukan dengan tetap berkomitmen menjaga kredibilitas pasar SBN serta kesinambungan, baik di sisi APBN maupun neraca BI, agar pemulihan dapat terwujud secara berkesinambungan dalam jangka menengah panjang.
BI menempuh kebijakan suku bunga rendah, stabilisasi nilai tukar Rupiah, dan injeksi likuiditas (quantitative easing), OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan, serta LPS menetapkan tingkat bunga penjaminan yang rendah dan memberikan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan perbankan.
Sinergi kebijakan di dalam KSSK juga ditujukan untuk mengupayakan terbentuknya tingkat suku bunga di sektor jasa keuangan yang lebih efisien. Dengan dukungan berbagai kebijakan tersebut, pemulihan ekonomi telah terjadi di semua sektor dan semakin merata, meskipun kecepatan pemulihannya masih sangat bergantung pada jenis aktivitas usaha dan dampak pandemi pada sektor terkait.
Kebijakan yang diberikan untuk sektor tertentu seperti properti dan otomotif juga memberikan dampak yang positif bagi kedua sektor. Insentif PPN untuk perumahan yang diberikan Pemerintah, diperkuat dengan kebijakan BI yang melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100% untuk bank yang memenuhi NPL/NPF tertentu, serta pelonggaran aset tertimbang menurut risiko (ATMR), ketentuan tarif premi asuransi, dan uang muka perusahaan pembiayaan dari OJK mampu mendorong realisasi kredit properti hingga Rp465,55 triliun (Desember 2021).
Untuk sektor otomotif, insentif PPnBM kendaraan bermotor dari Kemenkeu, yang dikolaborasikan dengan pelonggaran ATMR dan uang muka perusahaan pembiayaan oleh OJK serta pelonggaran uang muka kredit oleh BI turut mendorong realisasi kredit kendaraan bermotor hingga Rp97,45 triliun (Desember 2021). Capaian ini sejalan dengan peningkatan penjualan mobil di 2021 ke level 863,3 ribu dibandingkan penjualan 578,3 ribu pada 2020.
Dukungan KSSK terhadap sektor perbankan menjadi bagian dari paket kebijakan dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi melalui intermediasi perbankan. Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS sesuai kewenangan masing-masing mengimplementasikan kebijakan untuk memberikan keyakinan perbankan dalam menyalurkan kredit/pembiayaan, mendukung likuiditas industri perbankan, menjaga kinerja perbankan, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Pemerintah mengimplementasikan program penjaminan kredit dalam rangka memberikan keyakinan kepada perbankan untuk meningkatkan partisipasinya di dalam menjaga dan mendorong kinerja dunia usaha melalui penyaluran kredit. penjaminan kredit tersebut telah diimplementasikan sejak tahun 2020 dan dilakukan kalibrasi kriteria pada tahun 2021, terutama untuk penjaminan kredit korporasi.
Kalibrasi tersebut mencakup pelonggaran kriteria pelaku usaha korporasi sehingga lebih akomodatif dan fleksibel untuk mencakup lebih banyak korporasi penerima fasilitas penjaminan. Selain itu, penyesuaian juga dilakukan agar kriteria penjaminan Pemerintah lebih sejalan terhadap perkembangan risiko yang dihadapi oleh penjamin, perbankan, dan pelaku usaha korporasi.
Dalam rangka turut mendukung kinerja perbankan sekaligus mendorong intermediasi, Pemerintah melakukan penempatan dana di perbankan yang memberikan multiplier effect terhadap penyaluran kredit hingga Rp458,22 triliun bagi 5,49 juta debitur per 17 Desember 2021.
KSSK turut berperan di dalam mendorong aktivitas ekspor yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian di masa pandemi. Di dalam Paket Kebijakan Terpadu KSSK, terdapat kombinasi kebijakan antara Pemerintah c.q. Kemenkeu dengan BI untuk mendorong aktivitas ekspor.
Pemerintah memberikan fasilitas kepabeanan untuk meningkatkan daya saing ekspor melalui pemberian insentif penangguhan Bea Masuk (BM) dan/atau tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) untuk Kawasan Berikat (KB) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Selain itu, melalui fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) diberikan insentif pembebasan atau pengembalian BM dan PDRI atas barang dan bahan yang diimpor untuk tujuan diolah, dirakit atau dipasang dan hasil produksinya untuk tujuan ekspor.
UMKM sebagai segmen usaha yang banyak menyerap tenaga kerja turut didorong untuk secara optimal berkontribusi pada pemulihan ekonomi. Pentingnya UMKM di dalam perekonomian menjadi perhatian khusus KSSK yang diimplementasikan dalam bentuk kebijakan insentif fiskal Pemerintah, makroprudensial BI, dan prudensial sektor keuangan OJK.
Dari sisi Pemerintah, Pemerintah memberikan insentif PPh Final UMKM DTP, subsidi bunga UMKM, serta penjaminan kredit UMKM. Pada tahun 2021, insentif PPh Final UMKM DTP dimanfaatkan oleh 138.635 pelaku UMKM senilai Rp0,80 trilun. KUR disalurkan sebesar Rp284,9 triliun bagi 7,51 juta debitur. Tambahan subsidi bunga KUR dinikmati oleh 8,45 juta pelaku UMKM. Sementara itu, subsidi bunga non-KUR dimanfaatkan oleh 8,33 Juta pelaku UMKM. Adapun penjaminan kredit UMKM yang dilaksanakan sejak tahun 2020 telah menjamin total Rp53,41 triliun bagi 2,45 juta debitur.
BI, selama tahun 2021, mengarahkan seluruh instrumen bauran kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Suku bunga kebijakan moneter rendah mendorong penurunan suku bunga perbankan. Kebijakan makroprudensial akomodatif untuk mendorong pembiayaan kepada dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional, serta menjaga SSK.
Untuk tahun 2022, bauran kebijakan BI diarahkan untuk menjaga stabilitas dengan tetap mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional. Dalam hal ini, kebijakan moneter akan lebih diarahkan untuk menjaga stabilitas, sekaligus untuk memitigasi dampak potensi risiko global dari normalisasi kebijakan di negara maju, khususnya Bank Sentral AS (The Fed), sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau diarahkan tetap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
BI terus memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental ekonomi dan mekanisme pasar. Selanjutnya, normalisasi kebijakan likuiditas dilakukan dengan tetap memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.
Tahapan normalisasi likuiditas dilakukan dengan menaikkan GWM (Giro Wajib Minimum) Rupiah sebesar 300 bps untuk BUK (Bank Umum Konvensional), dan 150 bps untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah). Adapun normalisasi melalui GWM ini akan dilakukan secara bertahap pada bulan Maret, Juni, dan September 2022. Sementara itu, suku bunga kebijakan dipertahankan rendah sampai terdapat tanda-tanda awal kenaikan inflasi.
Kebijakan makroprudensial akomodatif akan diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif dalam rangka mengatasi scarring effect dan mendorong pemulihan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga SSK, melalui berbagai langkah berikut:
Memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif dan/atau bank-bank yang memenuhi target RPIM berupa pengurangan kewajiban GWM harian sampai dengan sebesar 100 bps, mulai berlaku 1 Maret 2022.
Melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan (a) rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dengan parameter disinsentif batas bawah sebesar 84% sejak 1 Januari 2022, serta (c) rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6% dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%.
Memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK). Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus ditempuh BI guna mendorong integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional yang akan mendorong permintaan domestik, khususnya dari sisi konsumsi rumah tangga, serta percepatan ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien, melalui:
Perluasan penggunaan QRIS melalui: (i) implementasi strategi 15 juta pengguna baru QRIS pada 2022 melalui kolaborasi dengan industri, Kementerian/Lembaga, dan komunitas, (ii) perluasan fitur-fitur QRIS, (iii) penyiapan model bisnis dan aspek teknis dalam rangka implementasi QRIS cross border dengan Malaysia.
Peningkatan peserta, perluasan layanan, serta akseptasi pemanfaatan BI-FAST untuk transaksi antar bank dan masyarakat yang lebih efisien.
Intensifikasi program elektronifikasi melalui: (i) digitalisasi Bansos, (ii) elektronifikasi layanan Pemda khususnya Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD), (iii) integrasi moda transportasi.
Ketersediaan Uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI melalui penguatan strategi digitalisasi dan perluasan distribusi uang, termasuk Program Ekspedisi Rupiah Berdaulat ke wilayah 3T (Terluar, Terdepan, Terpencil), serta perluasan gerakan Cinta Bangga dan Paham (CBP) Rupiah.
BI turut berkontribusi dalam mendorong kinerja ekspor untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, melalui: (i) Fasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan Local Currency Settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait, (ii) Perpanjangan batas waktu pengajuan pembebasan Sanksi Penangguhan Ekspor (SPE) sampai dengan 31 Desember 2022 dalam rangka mengurangi dampak pandemi kepada eksportir, memanfaatkan momentum peningkatan permintaan negara mitra dagang dan kenaikan harga komoditas dunia.
BI terus mendorong inklusi ekonomi dan keuangan serta memperkuat peran UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional, melalui penyempurnaan kebijakan rasio kredit UMKM menjadi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) pada bulan Agustus 2021. Kebijakan ini memberikan opsi yang lebih luas bagi Perbankan antara lain melalui perluasan mitra bank dalam penyaluran pembiayaan inklusif, sekuritisasi pembiayaan inklusif, dan model bisnis lain.
Pada tahun 2022, BI kembali memperkuat implementasi kebijakan RPIM terutama melalui pemenuhan komitmen bank terhadap target RPIM yang ditetapkan sesuai dengan keahlian dan model bisnis bank. Lebih lanjut, BI juga memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan inklusif dan/atau bank-bank yang memenuhi target RPIM berupa pengurangan kewajiban GWM harian.
OJK akan terus memperkuat ketahanan sektor jasa keuangan menghadapi normalisasi kebijakan negara maju dan meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam menjaga momentum akselerasi pemulihan ekonomi nasional. Sektor Perbankan akan mengoptimalkan kinerja fungsi intermediasi melalui penyaluran kredit. Pasar modal akan terus menjaga stabilitas ketahanan pasar modal dan meningkatkan perannya sebagai alternatif sumber pendanaan masyarakat.
OJK juga akan terus melakukan literasi secara masif terhadap produk-produk keuangan yang ada untuk meningkatkan perlindungan konsumen. Selain itu, melalui Taksonomi Hijau Edisi 1.0 yang telah diluncurkan oleh Bapak Presiden pada tanggal 20 Januari 2022, diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi hijau dengan dukungan Kementerian/Lembaga terkait.
OJK telah memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan hingga 2023 untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Selanjutnya, selama ini OJK telah memberikan pelonggaran ATMR bagi kredit/pembiayaan sektor properti, kendaraan bermotor, dan kesehatan, serta khusus untuk sektor kesehatan juga diberikan pelonggaran Batas Maksimum Penyaluran Kredit (BMPK). Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk mendorong demand kredit/pembiayaan.
OJK memberikan dukungan melalui kebijakan peningkatan akses keuangan UMKM untuk mencapai target penyaluran pembiayaan sebesar 30% kepada UMKM di tahun 2024 yang didukung oleh peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah, dengan perluasan dan percepatan penyerapan KUR Klaster, perluasan kredit/pembiayaan melawan rentenir (K/PMR) hingga triwulan III 2021 telah menyalurkan sebesar Rp1,3 triliun kepada 133,9 ribu debitur, perluasan raising fund melalui Security Crowdfunding (SCF) dengan target pendanaan di tahun 2022 sebesar Rp251 miliar (2021: Rp228,29 miliar), perluasan pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM) dari 60 BWM di 2021 dan ditargetkan menjadi 100 BWM, kemudahan UMKM untuk go public, simplifikasi ketentuan branchless banking, serta optimalisasi platform UMKM-MU dengan target 1.500 pelaku UMKM yang onboarding dengan penambahan jumlah produk yang di-listing dan didigitalkan sebanyak 3.000 produk (2021: 1.023 pelaku UMKM yang telah onboarding dengan 10.240 produk).
Selain itu, dukungan OJK bagi UMKM berupa kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan yang telah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 3,1 juta debitur, diperpanjang hingga tahun 2023.
Ke depannya, OJK berkomitmen untuk tetap memperkuat kebijakan dalam menjawab berbagai tantangan global maupun domestik, termasuk melalui peningkatan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, khususnya kepada sektor-sektor prioritas dan menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Sebagai anggota KKSK, LPS terus berpartisipasi menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui program penjaminan simpanan. Selama tahun 2021, LPS telah menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) ke level terendah sepanjang beroperasinya LPS. Kebijakan ini berkontribusi dalam penurunan cost of fund perbankan yang turut mendorong penurunan suku bunga kredit.
Ke depan, LPS akan terus mengevaluasi TBP agar berada pada tingkat yang tetap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dengan memperhatikan perkembangan SSK. Di sisi lain, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya per Desember 2021 mencapai 99,92% dari total rekening simpanan di perbankan sehingga berkontribusi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Selain itu, LPS juga memberikan keringanan bagi perbankan selama masa pandemi melalui relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan dan relaksasi batas waktu penyampaian laporan.
Sinergi kebijakan KSSK bersifat adaptif dan terus dikalibrasi menyesuaikan dinamika Covid-19, perkembangan sektor keuangan, serta kondisi perekonomian global dan domestik. Pada periode awal pandemi, perspektif kebijakan lebih berorientasi pada menjaga daya beli masyarakat dan mendukung ketahanan dunia usaha.
Memasuki tahun kedua pandemi di 2021, dilakukan kalibrasi kebijakan yang mulai diarahkan pada upaya menjaga momentum pemulihan yang dilanjutkan dengan upaya mendorong percepatan pemulihan. Ke depan, upaya percepatan pemulihan terus dilakukan dengan mewaspadai efek rambatan dari kompleksitas kebijakan antarnegara akibat pemulihan ekonomi yang tidak merata, tekanan inflasi, dan supply disruption. Kompleksitas kebijakan antarnegara baik dari sisi moneter maupun fiskal tersebut berpotensi memicu dinamika arus modal antarnegara yang akan memberikan dampak lanjutan pada volatilitas nilai tukar Rupiah dan pasar keuangan.
Dengan berbagai dinamika global tersebut, ditambah kebutuhan untuk mulai melakukan exit strategy secara bertahap seiring tren pemulihan ekonomi domestik, tantangan di dalam perumusan kebijakan akan semakin tinggi. KSSK akan terus memperkuat koordinasi dan sinergi.
Pada tahun 2022, kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang efektif akan menjadi kunci di dalam menghadapi dinamika global sekaligus menjadi bagian dari upaya mengimplementasikan exit strategy secara bertahap. Keselarasan kebijakan fiskal dan moneter tersebut akan diperkuat lebih lanjut melalui sinkronisasi dengan kebijakan makroprudensial, mikroprudensial, dan penjaminan simpanan.
KSSK akan bersama-sama mendukung Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Kemenkeu dan BI sebagai focal point di Finance Track dengan dukungan OJK dan LPS akan mengawal pembahasan agenda prioritas Finance Track, yaitu koordinasi exit strategy untuk mendukung pemulihan global, upaya penanganan dampak pandemi (scarring effects) dalam perekonomian guna mendukung pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan, penguatan sistem pembayaran di era digital, pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance), peningkatan sistem keuangan yang inklusif, perpajakan internasional, infrastruktur, serta penguatan arsitektur kesehatan global. (HAN)