Bunga simpanan tinggi, kenapa tidak?

- 27 Desember 2021 - 15:27

Penawaran bunga simpanan tinggi tidak menyalahi selama Bank telah menjelaskan kepada nasabah terkait risikonya.

digitalbank.id — KETUA DEWAN KOMISIONER Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, saat ini tingkat bunga penjaminan bank umum menjadi sebesar 3,5%, bank umum dalam valuta asing menjadi 0,25%.

Purbaya Yudhi Sadewa juga sempat mengatakan bahwa simpanan dengan bunga di atas bunga penjaminan tersebut tidak dijamin LPS. Oleh karena itu, Bank harus menjelaskan kepada nasabahnya bahwa deposito mereka tidak dijamin oleh LPS. Hal tersebut dilakukan agar nasabah mengetahui risikonya. Dia mengatakan penawaran bunga simpanan tinggi tidak menyalahi selama Bank telah menjelaskan kepada nasabah terkait risikonya.

Sebelumnya, pada akhir September 2021 lalu Rapat Dewan Komisioner (RDK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk menurunkan tingkat bunga penjaminan sebesar 50 basis poin untuk simpanan di bank umum dan BPR dalam rupiah. Sedangkan, untuk bank umum dalam valuta asing diturunkan sebesar 25 basis poin.

Namun demikian, maraknya bank digital yang mengiming-imingi nasabah bunga simpanan atau deposito tinggi tetap mendapat perhatian serius Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Apalagi jika bank-bank digital tersebut menawarkan bunga simpanan jauh di atas tingkat bunga penjaminan (TBP) LPS.

Herman Saheruddin, Direktur Group Riset LPS dalam webinar yang digelar Forwada bertajuk Menelisik Peran LPS dalam Memantik Pertumbuhan Kredit Perbankan, akhir pekan kemarin menuturkan, LPS terus berkoordinasi menyikapi fenomena ini. Menurutnya, baik LPS dan OJK terus berkoordinasi secara intensif agar perbankan digital tidak menimbulkan praktik moral hazard dan memicu perang suku bunga.

Koordinasi juga dilakukan agar perbankan digital ikut berkontribusi positif menjalankan fungsi intermediasi perbankan. “Kami, LPS dan OJK, berkoordinasi intensif mencermati suku bunga bank digital. Jangan sampai bank digital memanfaatkan perang suku bunga,” kata Herman.

Diketahui, kemunculan bank-bank digital telah memberikan dampak positif terhadap industri perbankan di Tanah Air. Pun bank digital diharapkan tetap bisa menjaga kondusivitas industri perbankan dan berkontribusi positif terhadap pemulihan ekonomi yang sedang berjalan.

Salah satunya adalah dengan tidak memberikan bunga deposito tinggi, demi menjaring dana nasabah sebanyak-banyak. Dikhawatirkan, kata Herman, aksi bank-bank digital ini bakal memicu persaingan dengan bank-bank konvensional atau nondigital yang tak mau kehilangan nasabah.

“Tingkat bunga penjaminan yang ditetapkan LPS itu punya maksud jangan sampai ada persaingan tidak sehat, perang suku bunga,” jelas Herman.

Lebih lanjut ia menuturkan, jika sampai terjadi perang suku bunga deposito tinggi, maka akan mengerek biaya dana (cost of fund) perbankan secara industri. Efek lanjutannya, bunga kredit alias pinjaman bakal naik dan menekan penyaluran kredit. Ujungnya menghambat pergerakan ekonomi.

Sangat berisiko
Herman tegaskan, masyarakat juga harus memahami, tawaran bunga deposito yang tinggi juga akan memiliki risiko yang tinggi. Dengan bunga deposito tinggi, di atas rate LPS, mereka bisa kehilangan simpanannya jika suatu waktu bank itu kolaps. Pasalnya, sesuai aturan simpanan tersebut tak dijamin oleh LPS.

Herman berharap, jika masyarakat memahami risiko itu, maka bank-bank digital akan berpikir dua kali untuk menawarkan bunga yang tinggi. Bisa jadi tawaran itu, mungkin akan diacuhkan lantaran nasabah juga punya risiko tinggi.

Lebih lanjut, Herman menuturkan, LPS memiliki peran yang fundamental dalam menjaga stabilitas sistem keuangan Tanah Air dalam melewati krisis pandemi covid-19.

“Sebagai otoritas penjamin simpanan dan resolusi bank, LPS berkomitmen penuh untuk terus menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan nasional dalam upaya untuk membangun NKRI melalui perekonomian yang kuat dan stabil,” ujar Herman.

Dijelaskan, selama periode tahun Januari 2020–Desember 2021, LPS telah memangkas TBP simpanan rupiah sebesar 275 bps dan 150 bps untuk valuta asing. TBP pada bank umum dan BPR saat ini masing-masing 3,50% dan 6,00% serta untuk valuta asing 0,25%.

“Kebijakan TBP diharapkan dapat mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Dengan TBP yang rendah saat ini, maka perbankan akan lebih memiliki fleksibilitas dalam mendorong penyaluran kredit dengan suku bunga yang lebih rendah,” ungkapnya.

Sekadar informasi, sepanjang tahun 2005-2021 ada beberapa bank umum dan bank prekreditan rakyat (BPR) yang dilikuidasi, akibatnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun harus merogoh koceknya menjamin simpanan para nasabah.

Pada periode tersebut, LPS mengklaim telah membayar simpanan nasabah bank yang dilikuidasi sebesar Rp1,69 triliun untuk periode 2005-2021. LPS membayar Rp202 miliar untuk bank umum dan Rp1,49 triliun kepada BPR.

LPS sendiri mencatat jumlah rekening nasabah yang dijamin mencapai 365.073.552 rekening per Agustus 2021. Jumlah ini setara 99,92% dari total rekening di Indonesia.

Herman menambahkan, LPS akan terus mencermati respons perkembangan suku bunga simpanan antar kelompok bank yang cenderung bervariasi serta dampaknya pada agregat suku bunga pasar dan intensitas kompetisi.

LPS, lanjut Herman, akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi atas tingkat bunga penjaminan sesuai perkembangan data dan informasi terkini yang tersedia. Di antaranya dengan tetap memperhatikan progress pemulihan ekonomi, likuiditas perbankan, dan stabilitas sistem keuangan nasional. (SAF)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.