Industri asuransi umum terpukul, menanggung rugi Rp10,13 triliun di 2024!

- 7 Maret 2025 - 08:37

Industri asuransi umum di Indonesia mengalami tekanan finansial berat pada 2024, mencatatkan kerugian sebesar Rp10,13 triliun, berbanding terbalik dengan laba Rp7,8 triliun yang diraih pada 2023. Anjloknya profitabilitas ini disebabkan oleh defisit underwriting, lonjakan cadangan premi dan klaim, serta meningkatnya beban underwriting dan klaim. Di tengah tantangan tersebut, total premi masih tumbuh 5,7% YoY menjadi Rp112,78 triliun, dan hasil investasi naik 19,8% YoY menjadi Rp7,43 triliun. Namun, besarnya liabilitas yang mencapai Rp167,06 triliun menandakan tekanan likuiditas yang tinggi di sektor ini.


Fokus utama:

  1. Hasil underwriting industri asuransi umum turun drastis hingga 102,7% YoY, berujung pada defisit Rp1,52 triliun. Beban underwriting meningkat 19,4% YoY menjadi Rp43 triliun, sedangkan beban klaim naik 8% YoY menjadi Rp48,63 triliun.
  2. Cadangan premi melonjak 546,5% YoY menjadi Rp22,7 triliun, sementara cadangan klaim naik 306,3% YoY menjadi Rp5,08 triliun.
  3. Liabilitas industri naik 24,3% YoY menjadi Rp167,06 triliun, sedangkan ekuitas turun 15,6% YoY menjadi Rp63,18 triliun. ROA dan ROE masing-masing tercatat minus 4,2% dan minus 16%, mencerminkan tekanan profitabilitas.

Industri asuransi umum di Indonesia mengalami tekanan finansial berat sepanjang 2024. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), sektor ini mencatatkan kerugian sebesar Rp10,13 triliun, berbanding terbalik dengan laba Rp7,8 triliun yang diraih pada 2023.

Wakil Ketua Bidang Riset dan Statistik AAUI, Trinita Situmeang, menjelaskan bahwa anjloknya kinerja keuangan ini terutama disebabkan oleh hasil underwriting yang negatif dan kenaikan signifikan dalam cadangan premi serta klaim.

“Laba turun karena hasil underwriting yang melemah. Komponen laba perusahaan asuransi berasal dari underwriting dan investasi, namun tahun ini tekanan lebih besar terjadi di underwriting,” ujar Trinita dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Berdasarkan laporan AAUI, hasil underwriting industri asuransi umum mengalami defisit Rp1,52 triliun pada 2024. Padahal, pada 2023 sektor ini masih mencatatkan surplus underwriting sebesar Rp19,46 triliun.

Penyebab utama defisit ini adalah kenaikan beban underwriting yang melonjak 19,4% YoY menjadi Rp43 triliun dibandingkan Rp36 triliun pada tahun sebelumnya. Di sisi lain, beban klaim juga meningkat 8% YoY, mencapai Rp48,63 triliun.

Selain melemahnya hasil underwriting, sektor asuransi umum juga harus menanggung lonjakan cadangan premi dan klaim. Data AAUI menunjukkan cadangan premi melonjak 546,5% YoY menjadi Rp22,7 triliun dari Rp3,44 triliun pada 2023. Sementara itu, cadangan klaim juga meningkat drastis sebesar 306,3% YoY menjadi Rp5,08 triliun dari Rp1,25 triliun.

Kenaikan cadangan premi dan klaim ini menambah tekanan keuangan bagi perusahaan asuransi umum. Lonjakan ini terjadi di tengah meningkatnya risiko klaim, terutama pada asuransi kredit dan properti yang menghadapi tantangan ekonomi makro.

Meski begitu, total premi industri asuransi umum masih menunjukkan pertumbuhan 5,7% YoY menjadi Rp112,78 triliun dari Rp106,55 triliun pada 2023. Hasil investasi juga tumbuh positif 19,8% YoY menjadi Rp7,43 triliun dibandingkan Rp6,20 triliun pada tahun sebelumnya.

Namun, kenaikan investasi dan premi ini belum cukup untuk mengimbangi besarnya tekanan dari defisit underwriting dan peningkatan klaim.

Di tengah tantangan finansial ini, liabilitas yang harus ditanggung oleh industri asuransi umum naik 24,3% YoY menjadi Rp167,06 triliun dari Rp134,40 triliun pada 2023.

Sementara itu, ekuitas industri justru turun 15,6% YoY menjadi Rp63,18 triliun dari Rp76,68 triliun pada 2023, mengindikasikan semakin tingginya tekanan keuangan.

Dari sisi profitabilitas, return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) mencerminkan kondisi yang memprihatinkan. ROA industri asuransi umum tercatat minus 4,2%, sedangkan ROE anjlok menjadi minus 16%.

Total aset industri asuransi umum masih tumbuh 8,4% YoY menjadi Rp242,91 triliun, sementara total investasi meningkat 5,9% YoY menjadi Rp120,67 triliun dari Rp113,94 triliun. Namun, peningkatan ini belum cukup untuk menutupi defisit besar yang dialami sektor ini.

Dengan tekanan berat yang dihadapi industri asuransi umum, para pelaku pasar harus segera mencari solusi agar sektor ini bisa kembali stabil. Penguatan manajemen risiko, peningkatan efisiensi operasional, serta inovasi dalam strategi underwriting dan investasi menjadi langkah krusial untuk menghadapi tantangan ke depan.

Beberapa pakar asuransi juga menyoroti perlunya regulasi yang lebih adaptif untuk mendukung pertumbuhan industri, mengingat volatilitas pasar dan peningkatan risiko klaim di berbagai sektor.

Apakah industri asuransi umum bisa bangkit kembali dari tekanan ini? Semua bergantung pada strategi yang akan diambil oleh perusahaan asuransi dan kebijakan regulator dalam menjaga stabilitas sektor ini. ■

Comments are closed.