Naik signifikan, tahun lalu BPJS Ketenagakerjaan bayarkan klaim Rp60,72 triliun!

- 18 Februari 2025 - 17:59

BPJS Ketenagakerjaan mencatat pembayaran klaim sebesar Rp60,72 triliun pada 2024, meningkat signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi porsi terbesar dengan Rp47,87 triliun. Lonjakan klaim terutama terjadi pada segmen pekerja bukan penerima upah (BPU), yang mengalami kenaikan hingga 74% dalam empat tahun terakhir. Fenomena ini mencerminkan tantangan ekonomi bagi pekerja informal serta meningkatnya kesadaran akan manfaat perlindungan sosial.


Poin utama:

  1. Klaim BPJS Ketenagakerjaan terus meningkat, dari Rp42,93 triliun pada 2021 menjadi Rp60,72 triliun pada 2024.
  2. Jaminan Hari Tua (JHT) mendominasi klaim dengan Rp47,87 triliun, diikuti oleh Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
  3. Klaim di sektor pekerja informal melonjak 74% dalam empat tahun terakhir, menunjukkan peningkatan risiko ekonomi di sektor ini.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan melaporkan bahwa sepanjang 2024, total pembayaran klaim mencapai Rp60,72 triliun. Angka ini menunjukkan tren kenaikan berkelanjutan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya: Rp42,93 triliun pada 2021, Rp49,28 triliun pada 2022, dan Rp54,13 triliun pada 2023.

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, menjelaskan bahwa mayoritas klaim masih didominasi oleh manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp47,87 triliun. Selain itu, terdapat pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Rp3,50 triliun, Jaminan Kematian (JKM) Rp3,8 triliun, Jaminan Pensiun (JP) Rp1,60 triliun, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) Rp0,38 triliun. Manfaat beasiswa yang diberikan kepada anak peserta mencapai Rp3,57 triliun.

“Klaim JHT masih yang terbesar. Namun, JKK juga mengalami tren peningkatan yang cukup signifikan,” ujar Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (18/2).

Dalam empat tahun terakhir, klaim dari segmen pekerja bukan penerima upah (BPU) meningkat drastis. Dari sisi jumlah penerima, terjadi lonjakan sebesar 60% sejak 2021, sementara nilai manfaat yang dibayarkan naik 74%. Ini menandakan meningkatnya kesadaran para pekerja informal akan pentingnya perlindungan sosial.

Sementara itu, untuk segmen pekerja penerima upah (PU), khususnya di kelompok usaha kecil dan mikro, terjadi peningkatan jumlah penerima sebesar 13% dalam periode yang sama, dengan kenaikan nilai manfaat sebesar 12%.

“Pekerja sektor informal seperti atlet, seniman, pedagang, petani, dan pekebun merupakan kelompok yang paling banyak mengajukan klaim JKK dan JKM,” ujar Anggoro. Dari sisi sektor usaha, mayoritas klaim berasal dari perdagangan/jasa, pertanian/perkebunan, dan industri aneka.

Peningkatan jumlah klaim di segmen BPU menandakan tantangan ekonomi yang semakin besar bagi pekerja informal. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2024, lebih dari 60% tenaga kerja di Indonesia masih berada di sektor informal, yang rentan terhadap fluktuasi ekonomi dan minim perlindungan sosial.

Hal ini juga memperlihatkan bahwa semakin banyak pekerja informal yang memahami manfaat jaminan sosial sebagai perlindungan jangka panjang. Namun, tantangan utama tetap ada, yakni memperluas cakupan kepesertaan serta meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran, terutama di sektor informal yang tidak memiliki regulasi ketenagakerjaan seketat sektor formal.

BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa upaya memperluas cakupan peserta terus dilakukan, termasuk dengan program-program edukasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah serta asosiasi pekerja.

Tren kenaikan klaim BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan dua sisi mata uang: di satu sisi, ini mencerminkan meningkatnya pemahaman pekerja terhadap manfaat jaminan sosial. Namun di sisi lain, lonjakan klaim terutama di sektor informal juga bisa menjadi indikasi meningkatnya risiko ekonomi bagi pekerja yang tidak memiliki perlindungan ketenagakerjaan formal.

Ke depan, tantangan terbesar bagi BPJS Ketenagakerjaan adalah memperluas jangkauan kepesertaan, meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran, serta memastikan keberlanjutan dana jaminan sosial untuk melindungi pekerja Indonesia dari risiko ekonomi yang semakin kompleks. ■

Comments are closed.