
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan merilis regulasi baru terkait tarif premi asuransi kendaraan listrik pada 2025. Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk menyesuaikan risiko unik kendaraan listrik dan mendorong peralihan masyarakat ke teknologi ramah lingkungan. Meski adopsi kendaraan listrik meningkat, tantangan regulasi dan kesadaran pasar masih perlu diatasi.
Point utama:
- Regulasi baru: OJK sedang merancang tarif premi khusus kendaraan listrik, menggantikan aturan lama yang disamakan dengan kendaraan konvensional.
- Dukungan transisi energi: Kebijakan ini menjadi bagian dari inisiatif untuk mengurangi emisi dan memperbesar adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
- Tantangan pasar: Meskipun ada pertumbuhan signifikan pengguna kendaraan listrik, penetrasinya masih jauh tertinggal dibanding kendaraan konvensional.
Transformasi menuju energi hijau semakin konkret dengan langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tengah menyusun regulasi tarif premi khusus untuk kendaraan listrik. Regulasi ini, yang dijadwalkan terbit pada 2025, akan menggantikan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 6 Tahun 2017 yang selama ini menyamaratakan tarif kendaraan listrik dengan kendaraan berbahan bakar fosil.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa perbedaan risiko antara kendaraan listrik dan konvensional menjadi dasar perubahan kebijakan ini. “Tarif untuk kendaraan listrik diatur berbeda mempertimbangkan kekhususan risiko yang ada pada kendaraan listrik,” jelas Ogi.
Meski penetrasi kendaraan listrik di Indonesia masih rendah, tren pertumbuhan pengguna menunjukkan arah positif sejak 2023. Data OJK menunjukkan peningkatan aset industri asuransi umum sebesar 6,47% secara tahunan hingga November 2024, dengan lini usaha asuransi kendaraan sebagai salah satu kontributor utama. Namun, tarif asuransi kendaraan listrik saat ini masih merujuk pada regulasi lama.
Ogi menegaskan, OJK bersama para pemangku kepentingan terus melakukan kajian mendalam untuk memastikan regulasi ini tidak hanya mengakomodasi risiko, tetapi juga menjadi insentif bagi masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik. “Pembuatan regulasi juga harus disesuaikan dengan semangat memperbesar minat masyarakat terhadap kendaraan listrik. Ini merupakan bagian dari usaha menekan emisi kendaraan,” ujarnya.
Regulasi ini juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing perusahaan asuransi. Hingga akhir 2024, beberapa perusahaan sudah menawarkan produk asuransi kendaraan listrik meski tarifnya masih mengikuti aturan lama. Dengan regulasi baru, OJK ingin memastikan keberlanjutan bisnis dan perlindungan konsumen dalam ekosistem yang terus berkembang.
Potensi pasar kendaraan listrik
Menurut laporan International Energy Agency (IEA), Indonesia memiliki potensi besar untuk mengadopsi kendaraan listrik dengan dukungan infrastruktur yang semakin baik dan kebijakan pemerintah, seperti insentif fiskal dan pembebasan pajak. Namun, tantangan seperti harga kendaraan listrik yang masih tinggi dan keterbatasan stasiun pengisian daya menjadi penghambat utama.
Di sisi lain, pemerintah menargetkan 2 juta unit kendaraan listrik terjual pada 2030 untuk mendukung komitmen net zero emission. Kebijakan asuransi yang proaktif, seperti yang dirancang OJK, dapat menjadi salah satu katalisator utama.
Sementara itu, industri asuransi terus menghadapi tekanan dari dinamika pasar dan perubahan kebijakan. OJK mencatat, premi asuransi umum masih didominasi oleh asuransi harta benda (43%) diikuti asuransi kendaraan bermotor (31%). Dengan regulasi baru, kontribusi kendaraan listrik diharapkan dapat meningkat signifikan.
Regulator juga berupaya menjaga keseimbangan antara mendorong pertumbuhan industri dan melindungi konsumen. “Sebagai regulator, OJK akan memastikan stabilitas dan keberlanjutan industri asuransi dalam menghadapi tantangan maupun peluang di masa depan,” tambah Ogi.
Langkah OJK dalam menyusun regulasi tarif premi khusus kendaraan listrik mencerminkan komitmen untuk mendukung transisi energi dan pertumbuhan industri asuransi. Dengan pendekatan yang hati-hati, kebijakan ini berpotensi mempercepat adopsi kendaraan ramah lingkungan di Indonesia sekaligus membuka peluang baru bagi industri keuangan. ■