OJK luncurkan ‘Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun 2024-2028″

- 8 Juli 2024 - 15:42

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) meluncurkan ‘Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun 2024-2028’ sebagai upaya merespons berbagai dinamika yang terjadi di industri dana pensiun.

“Peta jalan ini merupakan arah kebijakan bagi industri dana pensiun yang dapat menjadi acuan bagi seluruh stakeholder dan merupakan roadmap kesembilan yang diluncurkan pada periode Dewan Komisioner saat ini,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam acara tersebut yang diikuti secara daring dari Jakarta, Senin (8/7).

Di tengah perekonomian global yang masih stagnan dan dipenuhi ketidakpastian karena ketegangan geopolitik dan perang dagang yang meningkat, serta adanya transisi pemerintahan di Indonesia, menurut Mahendra, perekonomian nasional tetap mampu tumbuh positif.

Dia menyatakan bahwa hal tersebut pun dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan kinerja industri keuangan nasional, terutama sektor dana pensiun.

“Sebagai negara dengan populasi keempat besar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam perkembangan industri dana pensiun ke depannya,” kata Mahendra.

Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan ada tiga pilar dan beberapa poin penting yang dibahas dalam Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Dana Pensiun 2024 – 2028 ini.

Pilar pertama terdiri atas program terkait jaminan hari tua dan jaminan pensiun baik untuk pekerja di sektor swasta, aparat sipil negara (ASN), serta anggota TNI atau Polri. Untuk pilar pertama ini akan dikuatkan dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK) dengan adanya program pensiun tambahan yang bersifat wajib.

Pilar kedua adalah program pensiun sukarela yang diselenggarakan oleh badan hukum dana pensiun. Pilar ketiga adalah penguatan pengaturan dan pengawasan. Pilar keempat, perizinan di sektor dana pensiun.

“Penyusunan peta jalan ini selaras dengan tujuan pemerintah dalam mengembangkan dan menguatkan sektor keuangan di Indonesia melalui penerbitan UU P2SK,” ujarnya saat acara peluncuran Peta Jalan Dana Pensiun 2024-2028 di Yogyakarta, Senin (8/7).

Pada kesempatan itu OJK mengungkapkan, total aset dana pensiun per Mei 2024 sudah mencapai Rp1.439,71 triliun atau tumbuh 8,36% secara tahunan atau year-on-year (yoy). Sedangkan jumlah penyelenggara program pensiun berjumlah 222. Penyelenggara program pensiun tersebut terdiri atas tiga penyelenggara program pensiun wajib dan tiga penyelenggara program pensiun sukarela yang mencakup 28,29 juta peserta dari seluruh program tersebut.

Berdasarkan replacement ratio, dari hasil analisis dan kajian yang dilakukan estimasinya baru sekitar 15%-20% dari take home pay yang masuk ke dalam program pensiun. Walaupun jika dibandingkan dengan gaji pokok, dana yang disisihkan untuk program pensiun sekitar 60% sampai dengan 65%.

Lebih lanjut Ogi mengatakan OJK melihat saat ini masih terdapat beberapa isu struktural yang menjadi tantangan bagi industri dana pensiun untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Dari perspektif permintaan (demand), salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah tingkat literasi dan tingkat inklusi dana pensiun yang masih tergolong rendah. Dari perspektif pasokan (supply), industri dana pensiun dihadapkan pada isu pada penyelenggara program pensiun itu sendiri. Antara lain dari sisi infrastruktur dan kapabilitas dalam pengelolaan investasi serta kemampuan pemenuhan pendanaan dana pensiun oleh pemberi kerja, khususnya pada program pensiun manfaat pasti.

Selain itu, penilaian dari pihak eksternal seperti Global Pension Index 2023 yang diterbitkan oleh Mercer dan CFA Institute menilai bahwa sistem pensiun di Indonesia masih butuh pengembangan dan penguatan agar tetap bertahan.

“Dari 47 negara yang dinilai, Indonesia memiliki nilai indeks 51,8 yang dikategorikan dalam kelompok C,” kata Ogi.

Secara global, setidaknya terdapat tiga isu pengembangan dana pensiun yang perlu mendapatkan perhatian:

Pertama, digitalisasi di sektor dana pensiun. Beberapa penelitian baik dari Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) maupun Organisasi Pengawas Pensiun Internasional (IOPS) menunjukkan adanya pengembangan yang cukup masif terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam menciptakan Individual Pension Dashboard.

Sebagai contoh, pada akhir Juni yang lalu, Hong Kong melalui Mandatory Provident Fund Schemes Authority (MPFA) meluncurkan Platform eMPF yang mengintegrasikan fungsi pengelolaan dana, pembayaran iuran, dan pemantauan oleh peserta.

Kedua, program pensiun di sektor informal. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, masih adanya tantangan struktural terhadap isu ini di Indonesia. Bahkan, di global isu ini mendapatkan perhatian khusus dan menjadi salah satu topik dalam OECD Global Forum di Zimbabwe pada akhir tahun 2023 yang lalu.

Ketiga, pergeseran tren program pensiun manfaat pasti (defined benefit) kepada program pensiun iuran pasti (defined contribution). ■

Comments are closed.