
Volume transaksi aset kripto di Indonesia menurun seiring dengan tren global yang dipengaruhi kebijakan tarif Amerika Serikat. Meskipun ada penurunan dalam jumlah transaksi, pengguna kripto terus bertumbuh, menunjukkan bahwa minat terhadap investasi ini tetap tinggi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan penurunan signifikan pada nilai transaksi, namun tetap optimis akan pertumbuhan jumlah pengguna dan adopsi kripto di tahun ini.
Fokus utama:
- Penurunan volume transaksi kripto di Indonesia di tengah kebijakan tarif AS.
- Meskipun transaksi menurun, jumlah pengguna kripto terus meningkat.
- Optimisme OJK terhadap pertumbuhan adopsi kripto di Indonesia pada tahun 2025.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan penurunan volume transaksi aset kripto di Indonesia, sebuah fenomena yang sejalan dengan tren global akibat dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Penurunan ini terlihat jelas pada angka transaksi yang tercatat pada bulan Februari 2025, yang turun menjadi Rp32,78 triliun dari Rp44,07 triliun pada Januari 2025.
Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawasan Sektor Inovasi Teknologi Keuangan, Aset Digital, dan Kripto di OJK, mengatakan bahwa meskipun Bitcoin sebagai aset kripto terbesar tidak mengalami penurunan drastis, namun secara keseluruhan, indeks ketakutan dalam pasar kripto telah beralih ke “ketakutan”. Indeks ini menggambarkan perasaan investor yang kini cenderung lebih ragu dan cemas, meskipun sebagian besar aset kripto masih dianggap sebagai instrumen investasi yang relatif aman dibandingkan dengan aset finansial lainnya.
“Meski ada penurunan transaksi, Bitcoin tidak mengalami penurunan yang tajam seperti aset lainnya, tetapi situasi pasar saat ini lebih dipengaruhi oleh sentimen ketakutan di kalangan investor,” ujar Hasan di Jakarta pekan ini.
Namun, di tengah penurunan transaksi ini, OJK masih mencatatkan kenaikan jumlah pengguna kripto di Indonesia. Pada akhir Februari 2025, tercatat ada 13,31 juta pengguna aset kripto di Indonesia, naik dari 12,92 juta pengguna pada Januari 2025. “Kami masih optimis dengan pertumbuhan adopsi kripto, yang tercermin dari tingginya tingkat onboarding atau masuknya segmen pengguna dan investor baru,” jelas Hasan.
Meskipun terjadi penurunan transaksi, OJK memandang tren pertumbuhan jumlah pengguna kripto sebagai indikator positif. Bahkan, pada bulan Februari 2025, meskipun ada penurunan transaksi, pengguna baru yang bergabung di pasar kripto cukup signifikan. Hasan Fawzi menyatakan, “Kami berharap tren ini akan terus berlanjut, dengan semakin banyaknya segmen konsumen yang terlibat dalam pasar kripto di tahun 2025.”
Sektor kripto di Indonesia memang tengah mengalami berbagai tantangan, mulai dari regulasi yang ketat hingga gejolak pasar yang dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi global. Namun, bagi banyak investor, aset kripto masih dilihat sebagai peluang investasi yang menjanjikan. Data OJK menunjukkan meski ada penurunan nilai transaksi, sektor ini tetap memiliki potensi untuk berkembang, terutama dengan semakin banyaknya masyarakat yang mulai beralih ke kripto sebagai instrumen investasi alternatif.
Meskipun tren penurunan transaksi ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, seperti kebijakan tarif Amerika Serikat yang berdampak pada pasar global, optimisme terhadap sektor ini tetap terjaga. “Kami mengantisipasi akan ada kenaikan lebih lanjut dalam adopsi kripto, melihat tingginya minat dan keterlibatan investor dalam beberapa bulan terakhir,” tutup Hasan. ■