Transaksi kripto menyusut jadi Rp32,78 triliun, sinyal koreksi atau konsolidasi pasar?

- 12 April 2025 - 05:20

Nilai transaksi aset kripto di Indonesia anjlok menjadi Rp32,78 triliun pada Februari 2025, turun signifikan dibandingkan Januari yang mencapai Rp44,07 triliun. Penurunan ini terjadi di tengah peningkatan minat investor dan upaya pengawasan ketat OJK melalui Sandbox ITSK. Meski volume transaksi menurun, OJK terus memperkuat ekosistem teknologi keuangan dengan menerima ratusan konsultasi dan memproses sejumlah permohonan penyelenggara baru.


Fokus utama:

  1. Penurunan volume transaksi kripto. Februari 2025 mencatat penurunan hampir 26% dibandingkan Januari.
  2. Penguatan pengawasan oleh OJK: Sandbox ITSK terus berkembang, mencatat 227 permintaan konsultasi dan belasan penyelenggara baru.
  3. Arah industri aset digital di Indonesia. Meski volatil, ekosistem kripto dan open banking terus diperluas dan diatur ketat oleh regulator.

Pasar kripto di Indonesia mulai menunjukkan gejala koreksi atau konsolidasi pada awal 2025. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai transaksi aset kripto nasional pada Februari 2025 tercatat hanya sebesar Rp32,78 triliun, turun drastis dibandingkan bulan sebelumnya yang menyentuh angka Rp44,07 triliun.

“Di Februari 2025 kemarin nilai transaksi aset kripto sendiri tercatat sebesar Rp32,78 triliun. Tercatat mengalami penurunan jika dibandingkan di bulan Januari 2025 yang mencatat nilai sebesar Rp44,07 triliun,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/4).

Penurunan ini menjadi sorotan mengingat minat masyarakat terhadap aset kripto, seperti Bitcoin dan Ethereum, sebenarnya terus meningkat, terutama pasca lonjakan harga global dan sentimen pasar yang sempat membaik di kuartal akhir 2024. Analis menilai, penurunan tersebut bisa dipicu oleh faktor musiman, sentimen global, atau perubahan strategi investor akibat dinamika geopolitik dan ketidakpastian regulasi internasional.

Namun demikian, dari sisi regulasi dan pengawasan, OJK justru menunjukkan geliat yang semakin aktif. Sejak diterbitkannya Peraturan OJK (POJK) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), tercatat sudah ada 227 permintaan konsultasi yang diterima dari calon peserta Sandbox OJK hingga Maret 2025.

Hasan mengungkapkan bahwa saat ini terdapat lima penyelenggara ITSK yang resmi masuk dalam program Sandbox OJK. Empat di antaranya bergerak di bidang aset digital dan kripto, sementara satu lainnya berasal dari penyedia layanan pendukung pasar.

“Selain itu, saat ini kami sedang memproses 5 permohonan pengajuan lainnya untuk dapat menjadi peserta Sandbox OJK yang terdiri dari empat penyelenggara dengan model bisnis aset keuangan digital dan aset kripto, dan satu penyelenggara lainnya dengan model bisnis open banking,” tambah Hasan.

Sejalan dengan itu, per Maret 2025, OJK mencatat ada 26 penyelenggara ITSK yang telah terdaftar dan mengantongi izin, terdiri atas 10 penyedia pemeringkat kredit alternatif (PKA) dan 16 penyelenggara agregasi jasa keuangan (PAJK). Tujuh calon penyelenggara lainnya masih dalam proses evaluasi.

Langkah OJK ini mendapat apresiasi dari pelaku industri, karena memberikan ruang inovasi sekaligus perlindungan konsumen. Namun, di sisi lain, sejumlah pengamat menilai bahwa struktur perizinan dan pengawasan OJK perlu lebih gesit menghadapi perkembangan teknologi finansial yang sangat dinamis.

Menurut riset Chainalysis yang dirilis pada akhir 2024, Indonesia menempati peringkat ke-20 dalam adopsi kripto global, dengan pertumbuhan pengguna aktif yang naik 9% secara tahunan. Namun, fluktuasi harga dan regulasi tetap menjadi tantangan utama di kawasan Asia Tenggara.

Di tengah tekanan global terhadap aset kripto, seperti rencana regulasi ketat oleh pemerintah AS dan Uni Eropa, industri kripto Indonesia masih mencari titik keseimbangan antara inovasi dan stabilitas.

Peningkatan kapasitas regulator, edukasi masyarakat, serta kolaborasi dengan pelaku industri akan menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan ekosistem aset digital di Tanah Air. ■

Comments are closed.