Kredit UMKM di 2024 terpuruk, bagaimana perbankan mesti beradaptasi?

- 3 Februari 2025 - 10:15

Kredit UMKM di Indonesia mengalami penurunan signifikan pada 2024, dipicu oleh tantangan ekonomi global, inflasi tinggi, dan kesulitan UMKM dalam memenuhi persyaratan administratif perbankan serta keterbatasan dalam adopsi teknologi digital.

Meskipun demikian, sektor UMKM tetap memiliki peluang besar untuk bangkit, terutama melalui pemanfaatan ekosistem digital, e-commerce, dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Untuk mendorong pemulihan, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku UMKM dalam memperluas akses pembiayaan, meningkatkan digitalisasi, dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif serta berkelanjutan bagi UMKM.


Poin utama:

  1. Kredit UMKM di Indonesia mengalami penurunan signifikan karena berbagai faktor seperti tekanan ekonomi global, inflasi tinggi, kesulitan UMKM dalam memenuhi persyaratan administratif perbankan, serta keterbatasan dalam mengadopsi teknologi digital.
  2. Meskipun menghadapi tantangan, sektor UMKM memiliki peluang besar untuk berkembang, terutama melalui digitalisasi, e-commerce, dan kemitraan dengan perusahaan besar. UMKM juga bisa memanfaatkan pasar domestik yang besar dan kebijakan pemerintah yang mendukung.
  3. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku UMKM untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan sektor UMKM. Hal ini meliputi penyederhanaan akses pembiayaan, pelatihan keterampilan, dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan daya saing UMKM.

Kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia menunjukkan tren perlambatan signifikan di tahun 2024. Namun, ada peluang besar untuk membalikkan keadaan dengan strategi yang tepat dari pemerintah, perbankan, dan pelaku UMKM itu sendiri.

UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Data menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang lebih dari 60% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dan menyerap lebih dari 97% tenaga kerja. Namun, kondisi kredit UMKM di tahun 2024 mencatat rekor pertumbuhan terendah dalam 38 bulan terakhir, yakni hanya mencapai 3% secara tahunan (year-on-year). Angka ini jauh di bawah performa kredit sektor korporasi yang tumbuh hingga 14,8%.

Perlambatan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah UMKM masih mampu menjadi motor penggerak ekonomi nasional di tengah tantangan global dan domestik yang semakin kompleks? Bagaimana nasib UMKM tahun ini, tantangan apa saja yang dihadapi, dan strategi apa yang dapat dilakukan untuk membangkitkan kembali sektor ini?

Mengapa kredit UMKM terpuruk?

Menurut data Bank Indonesia (BI), kredit UMKM hanya mencapai Rp1.405 triliun pada Desember 2024, turun dari Rp1.450,1 triliun pada bulan sebelumnya. Penurunan ini dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya karena tekanan ekonomi global. Pandemi Covid-19 telah menciptakan disrupsi berkelanjutan, sementara konflik geopolitik seperti perang di Eropa Timur dan ketegangan dagang AS-Tiongkok memperparah ketidakpastian ekonomi global. Kondisi ini menyebabkan turunnya permintaan ekspor dan meningkatnya biaya bahan baku, yang tentu saja berdampak langsung pada sektor UMKM.

Lalu, meski pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berupaya memperluas akses pembiayaan bagi UMKM, realitas di lapangan menunjukkan tantangan yang cukup besar. Banyak UMKM yang kesulitan memenuhi persyaratan administratif perbankan, seperti agunan atau rekam jejak keuangan yang solid.

Daya beli masyarakat yang melemah akibat inflasi tinggi juga menjadi hambatan lain. Sektor UMKM yang sangat bergantung pada konsumsi domestik benar-benar merasakan dampak langsung dari menurunnya pendapatan masyarakat.

Selain itu, digitalisasi menjadi kunci keberlanjutan bisnis di era modern. Namun, banyak UMKM yang masih gagap teknologi sehingga sulit bersaing dengan pemain besar yang sudah lebih dulu mengadopsi teknologi digital.

Meski menghadapi berbagai tantangan, UMKM tetap memiliki potensi besar untuk bangkit. Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain dengan membangun ekosistem digital. Pertumbuhan e-commerce di Indonesia menjadi peluang besar bagi UMKM untuk memperluas pasar. Data dari Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai US$220 miliar pada tahun 2030. UMKM dapat menjadi bagian penting dari ekosistem ini jika mampu memanfaatkan platform digital.

Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung UMKM, seperti insentif pajak, pelatihan keterampilan, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi pelaku UMKM untuk kembali berinovasi.

Indonesia dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa adalah pasar besar yang belum sepenuhnya digarap oleh UMKM. Dengan strategi pemasaran yang tepat, UMKM dapat memanfaatkan potensi ini untuk meningkatkan penjualan.

Banyak perusahaan besar mulai melibatkan UMKM dalam rantai pasok mereka. Program kemitraan seperti ini dapat memberikan akses pasar yang lebih luas bagi UMKM sekaligus meningkatkan kualitas produk mereka.

Langkah strategis pulihkan UMKM

Untuk membangkitkan kembali sektor UMKM, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan pihak perbankan, pemerintah dan pengusaha kecil menengah.

Perbankan, perlu meningkatkan inklusivitas kredit dengan memperluas jangkauan kredit ke pelaku UMKM dan mengurangi persyaratan administratif yang rumit. Penggunaan teknologi seperti big data dan kecerdasan buatan (AI) dapat membantu bank dalam menilai kelayakan kredit UMKM tanpa bergantung pada agunan fisik.

Di lain pihak, pemerintah perlu mendorong kebijakan proaktif. Selain insentif pajak, pemerintah perlu mempercepat pelaksanaan kebijakan yang mempermudah akses pembiayaan, seperti Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Akses Pembiayaan kepada UMKM.

Lantas UMKM juga harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan daya saing. Selain itu, diversifikasi produk sesuai kebutuhan pasar dapat menjadi strategi untuk mengurangi risiko bisnis.

Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perbankan, dan sektor swasta untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan UMKM. Contohnya adalah pelatihan bersama, program inkubasi, dan akses ke jaringan pasar internasional.

Optimisme di tengah ketidakpastian

Tahun 2025 menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi UMKM. Berikut adalah beberapa tren yang dapat memengaruhi sektor UMKM.

Pertama, pemulihan ekonomi global. Jika ketegangan geopolitik mereda dan inflasi dapat dikendalikan, ekonomi global diperkirakan akan pulih, memberikan dampak positif bagi UMKM di Indonesia.

Kedua, peningkatan investasi teknologi. Pemerintah dan sektor swasta semakin fokus pada pengembangan teknologi. Dengan dukungan ini, UMKM diharapkan dapat lebih cepat mengadopsi digitalisasi.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi hijau. Tren keberlanjutan atau sustainability membuka peluang baru bagi UMKM, terutama di sektor agrikultur, energi terbarukan, dan produk ramah lingkungan.

Keempat, peran generasi muda. Generasi muda Indonesia yang semakin melek teknologi dapat menjadi penggerak utama inovasi di sektor UMKM.

UMKM adalah pilar utama perekonomian Indonesia, tetapi sektor ini sedang berada di persimpangan jalan. Tantangan yang dihadapi sangat nyata, namun peluang untuk bangkit juga tidak kalah besar. Dengan sinergi antara pemerintah, perbankan, dan pelaku UMKM, masa depan yang cerah dapat dicapai. ■

*) Kresna Putera Mahaprana, wartawan digitalbank.id.

Comments are closed.