Skandal eFishery berdampak sistemik terhadap ekosistem startup Indonesia

- 28 Januari 2025 - 09:35

Skandal yang melibatkan eFishery, startup unicorn asal Indonesia, telah menyita perhatian berbagai kalangan. Perusahaan yang sebelumnya dipandang sebagai salah satu kebanggaan Tanah Air, kini terlibat dalam tuduhan manipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan pendapatan hingga mencapai US$600 juta atau setara dengan Rp9,74 triliun. Kasus ini tidak hanya mengguncang reputasi eFishery, tetapi juga pasti akan mempengaruhi ekosistem startup Indonesia secara keseluruhan alias punya dampak sistemik.


  1. Skandal keuangan eFishery: Mengungkap dugaan manipulasi laporan keuangan yang melibatkan penggelembungan pendapatan sebesar US$600 juta, yang berdampak besar pada reputasi eFishery dan kepercayaan investor.
  2. Dampak pada ekosistem startup Indonesia: Menjelaskan bagaimana kasus eFishery mempengaruhi iklim investasi di Indonesia, dengan investor yang kini menjadi lebih selektif dalam memberikan pendanaan kepada startup di Tanah Air.
  3. Pentingnya transparansi dan tata kelola yang baik: Menganalisis bagaimana skandal ini memperlihatkan kelemahan dalam tata kelola perusahaan dan urgensi bagi startup untuk lebih fokus pada integritas dan transparansi keuangan.

Skandal eFishery ini bermula dari laporan whistleblower yang mengungkapkan ketidaksesuaian antara laporan yang disampaikan kepada investor dan kondisi keuangan sebenarnya. Laba yang dilaporkan mencapai US$16 juta, namun kenyataannya eFishery menderita kerugian sebesar US$35,4 juta.

Begitu pula dengan pendapatan yang diklaim sebesar US$752 juta, namun faktanya di atas kertas cuma US$157 juta. Temuan ini menandai dimulainya penyelidikan yang melibatkan FTI Consulting untuk menyelidiki dugaan manipulasi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun.

Salah satu modus yang mencolok adalah klaim mengenai jumlah tempat pakan aktif (fish feeder) yang dilaporkan mencapai lebih dari 400.000, padahal hanya 24.000 yang benar-benar aktif. Ketidaksesuaian lainnya terkait dengan laporan keuangan dan angka-angka yang dinilai tidak akurat. Ini semakin memperburuk image eFishery yang sebelumnya dipandang sebagai pionir dalam sektor agrikultur berbasis teknologi.

Kepercayaan investor dan ekosistem startup

Skandal ini tidak hanya mengguncang eFishery, tetapi juga menciptakan ketidakpastian yang meluas di kalangan startup Indonesia. Dina Dellyana, Dosen dan Kepala Inkubator Bisnis SBM ITB, dalam siaran persnya menekankan bahwa situasi ini memberikan peringatan keras bagi pelaku startup di Indonesia. Ia berpendapat, “Mengejar pertumbuhan tanpa memprioritaskan integritas hanya akan berujung pada kehancuran.”

Dampaknya bisa dirasakan oleh banyak startup, terutama yang sedang dalam tahap fundraising. Para investor, yang sebelumnya optimis, kini akan lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan pendanaan.

Beberapa venture capital (VC) bahkan mulai mempertimbangkan untuk menunda atau membatalkan investasi di sektor teknologi, mengingat kekhawatiran mereka terhadap terulangnya kasus serupa. Kejadian ini membuat banyak pihak meragukan tata kelola perusahaan startup yang sebelumnya dianggap cukup baik. Dengan nilai kerugian yang mencapai US$152 juta dan total aset senilai US$220 juta, termasuk piutang sebesar US$63 juta, eFishery menghadapi tantangan besar dalam mengembalikan kepercayaan investor.

Namun, di tengah ketidakpastian ini, Dina melihat peluang bagi sektor startup untuk berkembang lebih sehat dan berkelanjutan. Dengan pendekatan yang lebih berhati-hati dan fokus pada model bisnis yang lebih kuat, industri ini dapat kembali tumbuh dengan lebih matang. “Teknologi akan memainkan peran penting dalam membentuk masa depan ekosistem startup yang lebih sehat,” kata Dina.

Neta, seorang Dosen dan ahli keuangan dari SBM ITB, menggarisbawahi pentingnya transparansi dan tata kelola yang baik dalam dunia startup. Menurutnya, praktik manipulasi keuangan mencerminkan kelemahan dalam manajemen dan tata kelola perusahaan.

“Startup sering kali terlalu fokus pada valuasi dan pertumbuhan cepat, padahal kepercayaan investor bergantung pada transparansi dan integritas,” ujarnya. Neta juga menyarankan agar eFishery dan startup lainnya melakukan audit independen dan melakukan restrukturisasi manajemen guna memperbaiki citra mereka di mata investor.

Masa depan startup Indonesia

Meski situasi ini menantang, baik Dina maupun Neta tetap optimis bahwa ekosistem startup Indonesia akan pulih. Penurunan investasi yang mungkin terjadi hanya bersifat sementara, dan industri ini akan menjadi lebih kuat dan matang setelahnya.

“Meskipun ada penurunan investasi dalam waktu dekat, ini hanya untuk sementara. Industri ini akan lebih kuat setelah melewati ujian ini,” kata Dina.

Skandal eFishery ini menjadi pengingat bagi seluruh pelaku industri startup bahwa integritas adalah kunci utama dalam berbisnis. Para startup tidak hanya harus mengejar impian mereka, tetapi melakukannya dengan cara yang benar. Semua pihak—investor, pendiri perusahaan, dan ekosistem startup—perlu belajar dari peristiwa ini agar dapat menciptakan masa depan yang lebih baik dan lebih transparan.

Dengan komitmen untuk berubah dan berkembang, ekosistem startup Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi lebih kuat di masa depan. Penerapan tata kelola yang baik, transparansi, serta penggunaan teknologi yang tepat akan menjadi fondasi bagi perkembangan industri yang lebih berkelanjutan. ■

*) Deddy H. Pakpahan, senior editor digitalbank.id.

Comments are closed.