
Dalam beberapa tahun terakhir, prinsip environmental, social, and governance (ESG) telah menjadi perhatian utama di berbagai sektor industri, tak terkecuali perbankan. Sebagai bank yang memiliki core business pembiayaan perumahan (mortgage bank), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) terus menunjukkan komitmennya yang kuat dalam menerapkan prinsip-prinsip ESG.
BTN tidak hanya fokus menyediakan akses pembiayaan perumahan, tetapi juga berupaya menjadi ESG Champion melalui berbagai inisiatif strategis, seperti pembiayaan rumah rendah emisi, pengembangan ekosistem perumahan berkelanjutan, dan kolaborasi lintas sektor. Komitmen BTN ini menunjukkan langkah nyata dalam mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan ramah lingkungan.
Lantas, seperti apa langkah strategis yang diambil BTN dalam mengintegrasikan ESG ke dalam core business-nya? Apa manfaat penerapan prinsip ESG di sektor pembiayaan perumahan bagi masa depan bumi dan apa saja prestasi bank ini dalam lingkup ESG?
Peta jalan ESG 2023-2028
BTN telah merancang peta jalan (roadmap) ESG 2023-2028 untuk memastikan seluruh operasional bank mendukung keberlanjutan. Peta jalan yang disusun BTN ini menunjukkan bahwa BTN tidak mau main-main dalam hal ESG atau biasa kita kenal dengan istilah ‘green washing’, satu bentuk komunikasi perusahaan dengan mengusung citra peduli lingkungan, padahal belum benar-benar berdampak pada lingkungan.
Fokus utama BTN dalam peta jalan ESG adalah pembiayaan perumahan yang berwawasan lingkungan melalui pengembangan rumah rendah emisi. Nah, salah satu upaya strategis yang dilakukan BTN adalah mencanangkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) berwawasan lingkungan (KPR Hijau), di mana properti yang dibiayai harus memenuhi standar keberlanjutan, seperti efisiensi energi, penggunaan material ramah lingkungan, dan manajemen limbah yang baik.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyatakan bahwa penerapan prinsip ESG bukan hanya tuntutan global, tetapi kebutuhan mendesak untuk masa depan bumi. BTN telah menargetkan pembiayaan ESG sebesar Rp20 triliun pada 2025. Ini sekaligus mencerminkan ambisi besar bank yang pada 9 Februari 2025 lalu berusia 75 tahun untuk menjadi pemimpin dalam perbankan berkelanjutan di Indonesia.
Rumah rendah emisi
Salah satu inisiatif utama BTN adalah menyediakan pembiayaan rumah rendah emisi yang dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan dari sektor perumahan. Properti yang memenuhi kriteria rendah emisi biasanya dilengkapi dengan teknologi hemat energi, sistem pengelolaan air yang efisien, dan desain yang mendukung sirkulasi udara alami.
Program ini tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi lingkungan, tetapi juga membantu masyarakat menghemat biaya energi dalam jangka panjang. Dengan biaya utilitas yang lebih rendah, penghuni rumah dapat meningkatkan kualitas hidup mereka tanpa harus mengorbankan keberlanjutan.
BTN menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pengembang properti dan organisasi lingkungan, untuk memastikan bahwa proyek-proyek perumahan yang mereka danai memenuhi standar keberlanjutan. Kolaborasi ini mencakup pelatihan kepada pengembang untuk mengadopsi teknologi hijau dan penyediaan insentif bagi pengembang yang berkomitmen pada prinsip ESG.
Penerapan prinsip ESG di sektor pembiayaan perumahan memiliki dampak jangka panjang yang signifikan, baik untuk masyarakat maupun lingkungan. Berikut adalah beberapa manfaat utama penerapan ESG dalam konteks pengembangan rumah rendah emisi:
- Pengurangan jejak karbon. Sektor perumahan merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Dengan mendanai rumah rendah emisi, BTN membantu mengurangi jejak karbon nasional, mendukung target pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.
- Peningkatan kesejahteraan sosial. Melalui prinsip sosial dalam ESG, BTN memberikan akses kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah layak huni. Program ini juga mendorong inklusi keuangan, memastikan kelompok marginal mendapatkan manfaat dari sistem perbankan.
- Penguatan tata kelola perusahaan. BTN terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pembiayaan perumahan. Hal ini tidak hanya memperkuat kepercayaan masyarakat, tetapi juga menarik investor yang semakin peduli terhadap keberlanjutan.
- Mendorong ekosistem perumahan berkelanjutan. BTN aktif mengembangkan ekosistem perumahan berkelanjutan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Salah satu contohnya adalah kerja sama dengan Mitsubishi Corporation International (MCI) untuk mendukung ekosistem perumahan di Indonesia.
BTN terus menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan dengan menargetkan pembiayaan 150.000 unit rumah rendah emisi hingga 2029. Rumah-rumah ini dirancang menggunakan minimal 30% material ramah lingkungan, yang diharapkan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekaligus menciptakan hunian yang sehat dan nyaman.
Sebagai langkah awal, BTN memanfaatkan material inovatif seperti floor decking yang mengandung 3,6 kilogram sampah plastik serta paving block dengan kandungan 2 kilogram sampah plastik per meter persegi. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi lebih dari 1,7 juta kilogram sampah plastik dan menekan emisi karbon hingga 2,42 ton CO2. Dampaknya setara dengan penanaman 110.000 pohon di lahan seluas 323 hektar.
BTN bekerja sama dengan pengembang untuk memastikan rumah rendah emisi ini memenuhi beberapa standar utama:
- Efisiensi energi: Ventilasi yang memadai untuk sirkulasi udara, plafon tinggi dan rasio jendela terhadap dinding sebesar 15%-30%.
- Efisiensi air: Keran berdebit kecil untuk hemat air, sistem pengolahan sanitasi yang baik, sumur resapan dan pasokan air bersih dari PDAM.
- Pengelolaan sampah: Penyediaan tempat sampah pilah di setiap rumah.
- Pengurangan polusi: Penanaman minimal satu tanaman penyerap karbon per rumah, penggunaan 10% material ramah lingkungan untuk dinding dan lantai, ruang terbuka hijau seluas 10% dari total kawasan perumahan.
Nixon menjelaskan bahwa inisiatif rumah rendah emisi ini merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam mendukung pengembangan perumahan yang lebih hijau dan berkelanjutan. “Dengan target hingga 2029, BTN berharap program ini dapat menjadi langkah nyata dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Untuk mewujudkan target 150.000 unit rumah rendah emisi, BTN bekerja sama dengan 8 pengembang. Salah satunya adalah ISPI Group yang meluncurkan proyek percontohan rumah rendah emisi di Perumahan Gading City, Bekasi, Agustus tahun lalu.
“Tahun ini [2024] BTN akan membiayai 1.000 rumah rendah emisi yang menggunakan minimal 10% material ramah lingkungan. Secara bertahap, akan ada 150.000 rumah dengan 30% porsi penggunaan material eco-friendly hingga 2029,” kata Nixon.
Ketua Satgas Perumahan Hashim S. Djojohadikusumo yang hadir pada acara itu mengatakan mendukung penuh inisiatif BTN dalam mendorong pembangunan rumah rendah emisi. Menurutnya, gerakan tersebut sejalan dengan program 3 juta rumah per tahun yang diusung pemerintah baru, yakni 1 juta rumah di perkotaan, 1 juta di pedesaan, dan 1 juta di wilayah pesisir.
Apresiasi ESG untuk BTN
Dalam perjalanannya BTN telah meraih berbagai apresiasi atas komitmennya terhadap prinsip ESG. Beberapa di antaranya pada 2024, BTN menerima penghargaan Global Retail Banking Innovation Awards untuk kategori ESG Innovation. Penghargaan ini merupakan pengakuan atas upaya BTN dalam menciptakan inovasi berbasis keberlanjutan di sektor pembiayaan perumahan.
The Digital Banker juga memberikan penghargaan Mortgage Product of the Year-ESG untuk BTN di ajang Global Retail Banking Innovation Awards 2024. Penghargaan ini diberikan atas inovasi BTN dalam program rumah rendah emisi yang menargetkan pembiayaan 150.000 unit rumah dengan komponen ramah lingkungan pada 2029.
Menurut The Digital Banker, program rumah rendah emisi menjadi bukti dedikasi BTN dalam mendukung pembangunan perumahan yang nyaman, modern, dan ramah lingkungan. Program tersebut juga menjadi wujud komitmen BTN dalam memitigasi dampak negatif dari perubahan iklim, sekaligus mempromosikan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Selain itu, Menara 2 BTN juga mendapat sertifikasi green building dan didapuk sebagai gedung ramah lingkungan terbaik di Indonesia. Ini merupakan bukti konkret komitmen BTN mengintegrasikan ESG dalam operasionalnya.
Tak tanggung-tanggung, Menara 2 BTN berhasil meraih sertifikasi green building atau gedung ramah lingkungan dengan predikat tertinggi atau platinum. Sertifikasi tersebut diberikan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) yang merupakan anggota resmi dari World Green Building Council yang memiliki anggota resmi yang tersebar di 70 negara di seluruh dunia.
Dari hasil penilaian GBCI, BTN telah melakukan sejumlah upaya untuk menjadikan Menara 2 BTN sebagai gedung ramah lingkungan. Berbagai upaya tersebut yakni, penambahan area hijau yang mencapai 32,1%, penghematan energi 21,86% dengan nilai Intensitas Konsumsi Energi Listrik (IKE) 234,41 kwh per meter persegi per tahun, penghematan air 26,7% dengan penggunaan air bersih 36,65 liter per orang per hari, penggunaan material ramah lingkungan, terdapatnya sistem Outdoor Air Introduction, dan berbagai inovasi lainnya terkait penerapan prinsip keberlanjutan.
Direktur Assets Management BTN Elisabeth Novie Riswanti mengatakan sertifikasi ini menjadi bukti komitmen perseroan menciptakan operasional dan lingkungan bisnis yang ramah lingkungan.
“Kami terus berkomitmen memperkuat penerapan prinsip-prinsip ESG di seluruh lini bisnis. Kami berharap sertifikasi ini dapat menjadi motivasi bagi seluruh pegawai BTN untuk berinovasi dan berkontribusi dalam upaya menjaga keseimbangan antara profitabilitas, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial,” ujar Elisabeth.
Sementara chairperson GBCI Ignesjz Kemalawarta mengatakan, berdasarkan kriteria sertifikasi GBCI, predikat platinum merupakan predikat tertinggi dari empat predikat sertifikasi berupa platinum, gold, silver, dan certified. “Dengan raihan predikat platinum, Menara 2 BTN menjadi salah satu contoh gedung terbaik dalam sirkulasi udara, pencahayaan, hingga kenyamanan kerja yang dapat meningkatkan produktivitas pegawai,” jelas Ignesjz.
Sedangkan Wiza Hidayat, Direktur Utama Eco Build, konsultan green building, mengatakan manfaat gedung tersertifikasi Platinum yakni para penggunanya dapat lebih sehat dan produktif karena didukung lingkungan kerja yang baik. “Menara 2 BTN ini dapat menjadi gedung contoh bagi gedung-gedung lain yang ingin mendapatkan sertifikat Platinum, terutama untuk mendukung keberlanjutan lingkungan,” katanya.
Tantangan dan solusi implementasi ESG
Meskipun punya visi besar, implementasi prinsip ESG tidak lepas dari tantangan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi BTN antara lain:
Pertama, soal kesadaran konsumen yang harus diakui masih amat rendah. Banyak masyarakat masih menganggap rumah hijau sebagai konsep mahal dan eksklusif. Padahal, dengan desain dan teknologi yang tepat, rumah hijau justru dapat mengurangi biaya listrik dan air dalam jangka panjang. Padahal menurut riset yang pernah dilakukan Bank Dunia dan South Pole, investasi tambahan sebesar 3%–7% dalam membangun rumah hijau di Indonesia dapat membantu keluarga berpenghasilan rendah menghemat sekitar sepertiga dari pengeluaran bulanan mereka setiap tahun.
Tambahan biaya yang mencakup lampu hemat energi, keran dengan aliran air kecil, dan cat luar ruangan yang reflektif untuk mengurangi panas di dalam rumah, maupun komponen lainnya agar dapat mencapai efisiensi sumber daya sebesar 20% sesuai standar EDGE (Excellence in Design for Greater Efficiencies) hanya sebesar 5%-7% untuk unit rumah dan 3%-6% untuk rumah susun.
Di sinilah BTN perlu meningkatkan edukasi publik mengenai manfaat rumah hijau agar permintaan terhadap produk ini meningkat pada tahun-tahun mendatang.
Kedua, pasok rumah hijau sangat minim. Sebagian besar pengembang masih berorientasi pada model pembangunan konvensional, dengan fokus pada efisiensi biaya produksi. Secara umum, biaya pembangunan rumah ramah lingkungan diperkirakan meningkat sebesar 5%–10% dibandingkan dengan rumah konvensional. Peningkatan ini disebabkan oleh penggunaan material ramah lingkungan dan teknologi hemat energi. Nah, tanpa insentif yang cukup menarik, pengembang mungkin enggan beralih ke konsep rumah hijau. Kalau toh ada, jumlahnya sangat terbatas.
Proyek properti bersertifikasi hijau hanya berjumlah 305 proyek [data Februari 2025] alias hanya mewakili sekitar 0,15% dari total proyek properti di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa adopsi konsep properti hijau masih sangat terbatas dan memerlukan dorongan lebih lanjut untuk mencapai proporsi yang lebih signifikan dalam industri properti nasional.
Ketiga, kurangnya insentif dari pemerintah. Di banyak negara maju, pembelian rumah hijau didukung oleh insentif seperti subsidi bunga atau pengurangan pajak. Sayangnya, regulasi di Indonesia belum cukup progresif untuk mendorong percepatan transisi ke perumahan hijau.
Berbagai negara telah menerapkan insentif untuk mendorong pengembang membangun properti ramah lingkungan. Di Spanyol misalnya, pemerintah memberikan potongan pajak properti hingga 50% bagi bangunan yang memasang panel surya atau menerapkan teknologi ramah lingkungan lainnya.
Pemerintah Malaysia juga memberikan insentif bagi bangunan yang memperoleh sertifikasi hijau, seperti pengurangan pajak dan kemudahan perizinan. Tak ketinggalan pemerintah Singapura menawarkan insentif berupa dana dan peningkatan koefisien lantai bangunan (KLB) bagi pengembang yang membangun properti ramah lingkungan. Bahkan di Amerika Serikat, beberapa negara bagian memberikan pembebasan pajak properti hingga 100% untuk bangunan yang menggunakan sumber energi terbarukan dan memenuhi standar efisiensi energi tertentu.
Penerapan insentif-insentif tersebut terbukti efektif dalam meningkatkan jumlah proyek properti ramah lingkungan di berbagai negara. Dengan memberikan dukungan finansial dan regulasi yang tepat, pemerintah dapat mendorong pengembang untuk lebih berkomitmen dalam membangun properti yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Keempat, standarisasi properti hijau yang belum jelas. Tanpa standar nasional yang jelas, sulit bagi perbankan dan konsumen untuk menilai apakah suatu rumah benar-benar memenuhi kriteria rumah hijau atau sekadar ‘greenwashing’, klaim bahwa rumah yang dibangun ramah lingkungan, padahal tidak sepenuhnya benar atau hanya upaya pemasaran untuk menarik konsumen yang peduli lingkungan.
Transformasi BTN menuju ESG Champion merupakan langkah strategis yang tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang besar. Melalui pembiayaan rumah rendah emisi, pengembangan ekosistem perumahan berkelanjutan, dan peningkatan tata kelola perusahaan, BTN telah menunjukkan komitmen kuatnya terhadap masa depan bumi.
Untuk memastikan keberhasilan langkah ini sambil mempertimbangkan tantangan yang ada, diperlukan kolaborasi yang lebih kuat antara BTN, pemerintah, pengembang properti, dan masyarakat. Dengan berbagai inisiatif strategis yang telah dijalankan, BTN tidak hanya berperan dalam mendukung kepemilikan rumah bagi masyarakat luas, tetapi juga berkontribusi pada upaya global dalam mencapai target keberlanjutan. Bahkan dengan visi yang jelas dan strategi yang matang, BTN kelak bisa menjadi model bagi bank lain dalam mengintegrasikan ESG ke dalam bisnis inti masing-masing bank. ■
*) Deddy H. Pakpahan, wartawan digitalbank.id.