10 tren teknologi finansial yang akan mengubah lanskap industri perbankan di 2025

- 14 November 2024 - 08:22

MAJALAH FORBES pekan ini menurunkan laporan bertajuk “The 10 Most Important Banking And Financial Technology Trends That Will Shape 2025” yang menyajikan laporan terkini dan proyeksi ke depan mengenai tren teknologi finansial yang akan mengubah lanskap perbankan global. Forbes memberikan pandangan komprehensif tentang tren apa saja yangi akan membentuk masa depan sektor perbankan dan layanan finansial di 2025. Lantas, bagaimana tren ini akan mengubah ‘wajah’ industri perbankan di Indonesia?


Industri layanan finansial tengah mengalami transformasi besar-besaran yang dipicu oleh kecerdasan buatan (AI), mata uang digital, dan inisiatif keuangan berkelanjutan. Di tengah guncangan ekonomi dan pergeseran perilaku konsumen, tantangan sekaligus peluang bagi perbankan di tahun 2025 semakin nyata. Institusi perbankan tradisional menghadapi tekanan kuat dari bank digital dan fintech disruptor. Mereka berlomba mengimplementasikan solusi AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan mempertahankan daya saing.

Forbes mengungkapkan setidaknya ada 10 tren utama teknologi finansial yang akan membentuk industri perbankan di 2025, yakni:

  1. Kecerdasan buatan yang makin canggih di back office. Transformasi operasional di back office dengan otomatisasi AI akan menjadi standar di 2025. Proses seperti transaksi, rekonsiliasi, input data, kepatuhan, dan deteksi penipuan akan semakin diotomatisasi. Efisiensi meningkat, dan biaya operasional berkurang drastis. Setelah menguasai penggunaan dasar AI, perusahaan finansial kini mulai beralih ke implementasi yang lebih kompleks seperti pengambilan keputusan otonom dan penilaian risiko secara real-time. Namun, tantangan besar terkait privasi data pelanggan dan penggunaan AI yang etis tetap harus dihadapi.
  2. Chatbot dan asisten AI di layanan pelanggan. Chatbot berbasis AI semakin menjadi andalan dalam layanan pelanggan. Dengan kemampuan menjawab pertanyaan 24/7, mereka kini beralih menjadi agen yang mampu menyelesaikan masalah kompleks dan melakukan beberapa tindakan sekaligus. Pada 2025, chatbot akan semakin berkembang dengan menawarkan dukungan proaktif, memprediksi kebutuhan pelanggan, dan menciptakan pengalaman yang lebih personal.
  3. Perencanaan keuangan dan konsultasi dengan Generative AI (Gen AI). Generative AI akan merambah ke perencanaan keuangan dan layanan konsultasi. Menggunakan analisis data perilaku pelanggan dan kemampuan pemrosesan bahasa alami (NLP), AI akan memberikan saran keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. AI akan bertindak sebagai penasihat finansial virtual yang membantu pelanggan memaksimalkan tabungan, pensiun, dan investasi mereka.
  4. Produk keuangan berkelanjutan dan investasi etis. Kesadaran pelanggan akan pentingnya keuangan berkelanjutan terus meningkat. Pada 2025, permintaan akan produk investasi yang berfokus pada ESG (Environment, Social, Governance) dan energi terbarukan akan melonjak. Perusahaan finansial akan diminta transparan mengenai penggunaan energi dan jejak karbon yang dihasilkan dari setiap transaksi. Mereka yang berhasil memenuhi tuntutan ini akan menjadi mitra strategis dalam perjalanan pelanggan menuju keberlanjutan.
  5. Mata uang digital bank sentral (CBDC). CBDC akan menjadi salah satu topik hangat di 2025. Mata uang digital yang didukung oleh pemerintah ini menawarkan keamanan dan stabilitas yang lebih baik dibandingkan cryptocurrency biasa. Beberapa negara seperti China, Zona Euro, Brasil, dan Thailand sedang mempercepat eksperimen mereka dengan CBDC, menandakan peralihan menuju sistem keuangan global yang lebih digital.
  6. Quantum finance: Era baru komputasi keuangan. Meskipun masih dalam tahap eksperimental, penerapan komputasi kuantum di layanan finansial akan mulai terwujud di 2025. Quantum computing memungkinkan pemrosesan data yang jauh lebih cepat dengan kemampuan seperti superposisi dan keterkaitan kuantum. Aplikasi potensialnya mencakup analisis risiko, deteksi penipuan, perdagangan otomatis, penilaian kredit, dan enkripsi masa depan.
  7. Super-app dan layanan perbankan generasi berikutnya. Super-app seperti WeChat dan PayTm semakin mendominasi dengan menggabungkan layanan finansial, komunikasi, hingga e-commerce dalam satu platform. Pada 2025, pelanggan akan semakin beralih dari institusi perbankan tradisional menuju platform digital yang menawarkan kemudahan dan kenyamanan lebih besar dalam mengelola keuangan.
  8. Regulasi AI dan transparansi. Pengadopsian AI yang masif di industri finansial menuntut adanya regulasi yang ketat. Pada 2025, regulasi baru yang mengatur penggunaan AI akan diperkenalkan untuk menghindari bias dan praktik AI yang tidak etis. Tantangan besar bagi bank dan fintech adalah menavigasi perubahan regulasi ini sambil tetap mengadopsi teknologi baru.
  9. Pekerjaan masa depan dan krisis talenta teknologi. Kebutuhan akan talenta di bidang teknologi finansial semakin meningkat. Profesi baru seperti engineer prompt AI, analis keamanan siber, hingga ahli strategi transformasi digital akan menjadi vital. Upaya untuk mengatasi kesenjangan keterampilan ini akan melibatkan peningkatan kemampuan, kerjasama dengan institusi pendidikan, serta mempromosikan keberagaman dalam perekrutan.
  10. Kesiapan dan ketahanan siber di tengah ketidakpastian. Ketika ancaman serangan siber dan ketidakpastian ekonomi meningkat, ketahanan operasional menjadi prioritas bagi institusi finansial. Perusahaan harus menyiapkan rencana kontingensi yang solid untuk menghadapi gangguan rantai pasokan, perubahan perilaku pelanggan akibat perang, pandemi, atau bencana alam. Memastikan ketahanan operasional adalah kunci untuk membangun kepercayaan pelanggan dan bertahan dalam situasi krisis.

Industri layanan finansial telah memasuki era baru yang mengedepankan kepercayaan, keamanan, dan layanan berbasis teknologi. Di tahun 2025, bank yang mampu beradaptasi dan menerapkan teknologi baru bukan hanya akan bertahan, tetapi juga memimpin di era perbankan digital yang lebih cerdas, berkelanjutan, dan humanis.

Adopsi teknologi terus meningkat

Di Indonesia, adopsi teknologi di sektor perbankan terus meningkat, didorong oleh tuntutan konsumen untuk layanan yang lebih cepat, personal, dan aman. Bank-bank besar dan digital telah mengimplementasikan beberapa tren ini, namun masih ada ruang yang luas untuk berkembang, terutama di segmen perbankan daerah (BPD) dan bank perekonomian rakyat (BPR).

Pada implementasi AI untuk back office yang Lebih efisien, bank-bank dii Indonesia sudah mulai menggunakan otomatisasi RPA (Robotic Process Automation) untuk meningkatkan efisiensi operasional. Beberapa bank seperti BCA dan Mandiri menggunakan teknologi AI untuk meningkatkan manajemen risiko dan kepatuhan. Ke depan, penggunaan AI yang lebih canggih akan memungkinkan proses verifikasi KYC (Know Your Customer) yang lebih cepat, serta pengolahan transaksi yang lebih aman. Hal ini akan mengurangi waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk proses manual.

Kemudian untuk chatbot dan asisten AI untuk layanan pelanggan. Beberapa bank besar seperti BRI, BCA, dan CIMB Niaga telah mengimplementasikan chatbot berbasis AI seperti Sabrina dan VIRA untuk melayani nasabah. Nah, pada 2025, chatbot yang lebih cerdas dapat membantu bank kecil dan menengah yang memiliki sumber daya terbatas dalam memberikan layanan pelanggan 24/7, meningkatkan pengalaman nasabah secara signifikan.

Di bidang perencanaan keuangan, terutama yang menggunakan Generative AI, bank-bank digital seperti Jenius dan Bank Neo Commerce sudah menyediakan fitur perencanaan keuangan yang sederhana. Ke depan, dengan pemanfaatan Gen AI, perbankan bisa memberikan rekomendasi investasi yang lebih personal berdasarkan analisis riwayat transaksi nasabah, profil risiko, dan tujuan keuangan individu.

Untuk produk keuangan berkelanjutan, tren ESG mulai diadopsi oleh bank-bank besar seperti Bank Mandiri yang telah menerbitkan obligasi hijau (green bonds) untuk pembiayaan proyek ramah lingkungan. Pada 2025, bank lokal dapat lebih agresif menawarkan produk keuangan berkelanjutan, seperti kredit untuk proyek energi terbarukan dan produk investasi yang fokus pada keberlanjutan lingkungan.

Kemudian soal mata uang digital bank sentral (CBDC). Bank Indonesia sedang melakukan riset terkait implementasi Digital Rupiah sebagai bentuk mata uang digital bank sentral. Tentunya, di masa mendatang, penggunaan CBDC dapat meningkatkan inklusi keuangan dengan memungkinkan transaksi digital lebih mudah diakses oleh masyarakat yang tidak memiliki rekening bank, terutama di daerah terpencil.

Soal ‘quantum finance’ yang disebut Forbes juga akan menjadi tren ke depan untuk meningkatkan analisis data, saat ini, quantum computing masih berada di tahap riset dan belum banyak diimplementasikan di Indonesia. Jampir dapat dipaatikan pada 2025, bank-bank besar mungkin mulai bekerja sama dengan pusat riset dan universitas dalam mengeksplorasi aplikasi quantum computing untuk analisis risiko dan deteksi penipuan yang lebih cepat dan akurat.

Super-app sebagai solusi layanan terpadu. GoPay, DANA, dan OVO telah mengintegrasikan berbagai layanan finansial dalam satu aplikasi super-app.. super-app yang menawarkan layanan perbankan, e-commerce, investasi, dan asuransi dalam satu platform akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang menginginkan kemudahan dalam satu aplikasi terintegrasi.

Lantas soal regulasi AI dan transparansi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memulai langkah-langkah untuk memantau penggunaan AI di sektor perbankan dan fintech, dengan tujuan mencegah bias dan menjaga privasi data nasabah. Regulasi yang lebih jelas terkait penggunaan AI akan membantu mendorong adopsi yang lebih luas di sektor perbankan, sekaligus meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap teknologi ini.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat masif, krisis talenta teknologi akan menjadi tren yang mustahil dihindari. Bank di Indonesia sudah mulai bermitra dengan universitas dan bootcamp teknologi untuk mengatasi kekurangan talenta di bidang AI dan cybersecurity. Dengan permintaan yang meningkat untuk profesional teknologi, bank perlu mempercepat program pelatihan dan rekrutmen untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik.

Terakhir soal ketahanan siber sebagai prioritas. Bank-bank besar di Indonesia telah meningkatkan investasi dalam teknologi keamanan siber, terutama setelah beberapa kasus serangan siber yang terjadi di Indonesia. Pada 2025, ketahanan siber akan menjadi salah satu prioritas utama dengan peningkatan investasi dalam solusi seperti SIEM (Security Information and Event Management), deteksi penipuan berbasis AI, serta pelatihan keamanan siber untuk karyawan.

Tren teknologi finansial di atas tidak hanya akan mengubah lanskap perbankan global tetapi juga membawa dampak signifikan di Indonesia. Perbankan tradisional harus bersiap menghadapi disrupsi yang lebih besar dengan berinvestasi dalam teknologi, mengembangkan kemitraan dengan fintech, serta memastikan adaptasi terhadap regulasi yang terus berkembang.

Dengan adopsi yang tepat, saya pikir bank-bank di Indonesia dapat memanfaatkan tren ini untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperkaya layanan pelanggan, dan membangun ketahanan yang lebih kuat dalam menghadapi risiko di masa depan. ■

*) Deddy H. Pakpahan adalah senior editor digitalbank.id.

Comments are closed.