PEMERINTAHAN Presiden Prabowo membuat terobosan besar dalam membenahi persoalan sandang, pangan dan papan nasional. Dalam hal papan atau rumah, melalui Satgas Perumahan yang diketuai Hashim Djojohadikusumo, tak tanggung-tanggung pemerintah menargetkan mampu membangun 3 juta rumah dalam setahun atau 15 juta rumah selama masa pemerintahan Presiden Prabowo (2024-2029).
Padahal, selama 10 tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi, target membangun 1 juta rumah per tahun saja sulit terealisasi. Nah, dengan program 3 juta rumah setahun, maka hanya dalam waktu sekitar 4 tahun ke depan masalah backlog perumahan akan teratasi.
Backlog perumahan di Indonesia terus menjadi isu serius dalam beberapa dekade terakhir. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), backlog atau kekurangan hunian di Indonesia telah mencapai angka sekitar 12,7 juta unit pada tahun 2022. Angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2015 yang berada di sekitar 11,4 juta unit. Dengan laju urbanisasi yang cepat, backlog diproyeksikan terus bertambah apabila solusi yang efektif tidak segera diterapkan.
Program 3 juta rumah pemerintahan Prabowo, dengan target penyediaan rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tentunya menghadapi berbagai tantangan seperti penyediaan lahan, perizinan, biaya produksi yang tinggi, serta koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah.
Dalam hal ini, kecanggihan teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat berperan sebagai solusi yang mempercepat pencapaian program tersebut. Lantas, apa saja peran yang bisa dimainkan AI dalam mendukung program 3 juta rumah? Bagaimana potensi AI? Apa saja manfaat AI serta tantangan apa saja yang mungkin dihadapi?
Pemetaan dan analisis data untuk perencanaan
Teknologi AI dapat digunakan untuk melakukan pemetaan lahan secara efektif menggunakan teknologi geospatial dan analisis big data. Dengan mengombinasikan data dari Kementerian ATR/BPN dan data satelit, AI mampu mengidentifikasi lahan yang tersedia dan cocok untuk pembangunan perumahan.
Tak hanya itu, AI juga bisa memanfaatkan machine learning untuk memprediksi lokasi yang memiliki permintaan tinggi berdasarkan data kependudukan, infrastruktur, dan akses transportasi. Dengan memanfaatkan teknologi ini maka bisa mempercepat identifikasi lahan potensial dan mengurangi konflik lahan dengan menghindari area tumpang tindih.
Namun, ini kendalanya, data yang kurang lengkap dan adanya tumpang tindih regulasi lahan bisa menghambat akurasi prediksi AI. Solusi yang bisa ditawarkan di sini adalah dengan membangun basis data terintegrasi antara Kementerian ATR/BPN, pemerintah daerah, dan lembaga terkait untuk data lahan yang lebih akurat.
Otomatisasi proses perizinan dengan AI
Teknologi AI juga dapat mempersingkat dan menyederhanakan proses perizinan yang kompleks yang sering kali menghambat percepatan pembangunan. Dengan menggunakan Natural Language Processing (NLP), sistem AI bisa diterapkan untuk mengekstraksi informasi dari dokumen perizinan, memvalidasi data secara otomatis, serta memberikan rekomendasi untuk persetujuan atau penolakan izin bangunan.
Hal ini tentu akan bisa mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan dari berbulan-bulan menjadi beberapa hari, serta mengurangi kemungkinan korupsi dan manipulasi dokumen.
Dalam hal otimatisasi perizinan keterbatasan sistem digitalisasi di beberapa daerah dan resistensi dari pihak yang diuntungkan dari proses manual akan menjadi kendala utama. Solusinya, pemerintah perlu melakukan sosialisasi dan pelatihan, serta mengembangkan infrastruktur teknologi yang mendukung implementasi sistem otomatisasi perizinan.
Sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang Lebih inklusif dengan AI
Bank BTN sebagai lembaga pembiayaan utama dapat memanfaatkan AI untuk melakukan penilaian kredit (credit scoring) yang lebih inklusif, khususnya untuk pekerja sektor informal yang sulit memenuhi syarat KPR konvensional.
AI dapat memanfaatkan alternative data seperti pola transaksi digital, data tagihan utilitas, dan aktivitas sosial untuk memprediksi kemampuan membayar calon debitur. Dengan demikian teknologi ini akan mampu meningkatkan aksesibilitas KPR bagi pekerja informal dan milenial yang memiliki potensi sebagai pembeli rumah pertama, sehingga memperluas basis pasar.
Pada titik ini BTN tentu menghadapi kendala berupa masalah privasi dan ketersediaan data alternatif yang mungkin belum tersedia secara merata. Jalan keluarnya tentu perlu dilakukan penguatan regulasi terkait perlindungan data dan kolaborasi dengan fintech untuk mengumpulkan data alternatif yang relevan.
Optimalisasi rantai pasok dan efisiensi biaya
Dengan mengintegrasikan AI dalam supply chain management, pengembang dapat melakukan analisis prediksi kebutuhan material konstruksi, mengoptimalkan waktu pengiriman, dan meminimalkan limbah material. AI juga bisa digunakan untuk menganalisis biaya dan memberikan rekomendasi substitusi material yang lebih ekonomis tanpa mengurangi kualitas.
Dengan pemanfaatkan AI maka mmapu mengurangi biaya produksi hingga 21% sebagaimana diungkapkan BTN dan bisa meningkatkan efisiensi dalam proses konstruksi. Tapi ini juga bukan tanoa persoalan. Adanya ketergantungan pada pemasok lokal yang mungkin belum siap menerapkan teknologi digital akan menjadi kendala. Di sinilah perlunya memberikan insentif dan pelatihan bagi pemasok dan kontraktor lokal untuk beradaptasi dengan sistem digital.
Pengawasan proyek dan pemeliharaan dengan AI dan IoT
Kombinasi AI dan IoT (Internet of Things) dapat digunakan untuk memonitor proses konstruksi secara real-time. Misalnya, penggunaan drone dengan kemampuan AI untuk inspeksi visual kualitas bangunan serta pemantauan perkembangan proyek dari jarak jauh. Hal ini tentu akan meminimalkan kesalahan manusia, mengurangi keterlambatan proyek, dan memastikan kualitas pembangunan sesuai standar.
Kendala klasik yang dihadapi adalah kurangnya infrastruktur pendukung dan biaya awal yang tinggi untuk implementasi teknologi ini. Namun ini bisa diatasi misalnya dengan menggalang pola kemitraan dengan perusahaan teknologi dan pemberian insentif pajak untuk investasi dalam teknologi konstruksi.
Teknologi AI adalah kemutlakan
Dari paparan di atas bisa disimpulkan bahwa penggunaan AI adalah satu kemutlakan karena dapat mempermudah pencapaian program 3 juta rumah dengan cara:
Pertama, AI mampu mempercepat proses pemetaan lahan dan perizinan.
Kedua, AI mampu meningkatkan inklusivitas pembiayaan KPR bagi pekerja informal dan milenial.
Ketiga, AI mampu mengoptimalkan rantai pasok material konstruksi.
Keempat, AI mampu memastikan pengawasan proyek yang lebih efisien.
Namun, tantangan seperti resistensi perubahan, keterbatasan infrastruktur digital, dan isu privasi data harus diatasi melalui regulasi yang ketat, edukasi, serta kolaborasi antar kementerian dan pelaku industri. Pemerintah dapat mempercepat implementasi AI dengan menciptakan ekosistem yang mendukung, termasuk regulasi yang proaktif, insentif teknologi, dan pengembangan talenta digital di sektor properti. ■
*) Deddy H. Pakpahan, senior editor digitalbank.id.