Generative AI bisa mengancam reputasi dan timbulkan risiko digital baru

- 24 Juli 2024 - 20:40

Di era digital yang semakin maju, kecerdasan buatan (AI), terutama generative AI, telah mengubah lanskap risiko digital secara signifikan. Dampaknya jauh melampaui rusaknya reputasi akibat berita negatif dan hoax, yang pernah menjadi fokus utama. Artikel ini akan menguraikan dampak signifikan dari risiko yang muncul di era AI, terutama dari sisi finansial, dan mengidentifikasi potensi risiko serta strategi mitigasi yang efektif.

Penggunaan AI yang canggih dapat menyebabkan berbagai kerugian finansial langsung, termasuk serangan siber yang lebih kompleks dan merusak. Kehilangan data penting, gangguan layanan, dan biaya pemulihan yang tinggi dapat mengakibatkan kerugian finansial signifikan bagi perusahaan.

Selain itu, AI yang digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau melakukan pelanggaran data dapat merusak reputasi perusahaan, mengurangi kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis, serta menurunkan nilai saham perusahaan.

Manipulasi pasar keuangan oleh AI juga dapat menyebabkan volatilitas pasar yang besar, merugikan investor, dan mengganggu stabilitas ekonomi secara keseluruhan. Informasi palsu atau analisis yang menyesatkan dapat mempengaruhi keputusan investasi secara negatif, memperburuk situasi ekonomi.

Setelah mengalami serangan siber, perusahaan harus menginvestasikan dana besar untuk pemulihan sistem dan peningkatan keamanan, mencakup perbaikan kerusakan, peningkatan infrastruktur keamanan, dan pelatihan karyawan.

Penggunaan AI yang tidak mematuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menimbulkan masalah hukum serius. Pelanggaran aturan OJK dapat mengakibatkan sanksi dan denda yang signifikan bagi perusahaan. Jika kerugian yang ditimbulkan sangat besar, hal ini bisa berujung pada gugatan di pengadilan, yang tentunya akan semakin merugikan perusahaan dari segi finansial dan reputasi.

Situasi ini menuntut peningkatan kompetensi tim manajemen risiko dan humas untuk membuat contingency plan dan perencanaan krisis baru. Perusahaan perlu mempersiapkan langkah-langkah preventif dan reaktif yang lebih canggih, termasuk investasi dalam keamanan siber, pelatihan berkelanjutan untuk karyawan, dan pengembangan strategi komunikasi krisis yang efektif untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin timbul dari serangan berbasis AI.

Risiko digital di era sebelumnya lebih banyak berpusat pada disinformasi, hoax, atau social engineering, yang meskipun merugikan, tidak sekompleks dan tidak secanggih ancaman yang dihadirkan oleh AI saat ini. AI mampu memproses dan menganalisis data dalam jumlah besar secara cepat, memungkinkan serangan yang lebih terencana dan sulit dideteksi.

Serangan AI dapat mencakup pembuatan deepfake yang sangat meyakinkan, menyebarkan malware yang secara otomatis menargetkan kelemahan tertentu dalam sistem, atau memanipulasi algoritma pasar untuk menciptakan kerugian finansial besar dalam waktu singkat.

Situasi ini menuntut peningkatan kompetensi tim manajemen risiko dan humas untuk membuat contingency plan dan perencanaan krisis baru. Perusahaan perlu mempersiapkan langkah-langkah preventif dan reaktif yang lebih canggih, termasuk investasi dalam keamanan siber, pelatihan berkelanjutan untuk karyawan, dan pengembangan strategi komunikasi krisis yang efektif untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin timbul dari serangan berbasis AI.

Identifikasi risiko dan mitigasi

Pertama, kesalahan dan bias dalam pengambilan keputusan.Penggunaan AI dalam analisis dan pengambilan keputusan dapat menimbulkan kesalahan dan bias. Misalnya, dalam penilaian kredit, AI yang bias dapat secara tidak adil menolak aplikasi dari kelompok tertentu. Bias ini bisa berasal dari data pelatihan yang tidak seimbang atau dari algoritma yang memperkuat bias yang sudah ada.

Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan audit reguler terhadap algoritma AI guna memastikan tidak adanya bias. Selain itu, penggunaan explainable AI (XAI) dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.

Lebih lanjut, pembentukan tim dewan etika AI sangat penting untuk mengawasi dan memastikan penggunaan AI sesuai dengan prinsip-prinsip etika. Dewan ini akan bertanggung jawab untuk meninjau, mengevaluasi, dan memberikan rekomendasi terkait kebijakan penggunaan AI di perusahaan, termasuk dalam hal penilaian kredit dan keputusan bisnis lainnya.

Selain itu, penggunaan data sintetis dapat membantu mengurangi potensi bias dalam model AI. Data sintetis, yang dihasilkan dari model AI lain, dapat digunakan untuk melengkapi data pelatihan asli sehingga menciptakan set data yang lebih seimbang dan representatif. Hal ini membantu mengurangi kemungkinan bias yang mungkin ada dalam data asli dan meningkatkan keadilan dalam pengambilan keputusan AI.

Langkah-langkah ini tidak hanya penting untuk integritas perusahaan tetapi juga untuk menjaga kepercayaan dan kepuasan para pemangku kepentingan, termasuk pelanggan dan mitra bisnis Anda.

Kedua, penyebaran informasi palsu. Generative AI dapat menciptakan berita palsu, artikel, atau konten media sosial yang tampak sah, termasuk deepfake video yang dapat memanipulasi gambar dan suara untuk membuat video palsu yang sangat meyakinkan.

Teknologi ini tidak hanya dapat merusak reputasi individu atau perusahaan, tetapi juga mempengaruhi opini publik serta stabilitas pasar. Lebih parah lagi, deepfake dan konten manipulatif semacam ini dapat digunakan untuk social engineering, menipu tidak hanya konsumen tetapi juga karyawan perusahaan. Untuk mengatasi risiko ini, perusahaan harus mengimplementasikan teknologi deteksi misinformasi dan deepfake secara proaktif.

Ini termasuk menggunakan alat dan sistem yang mampu mengidentifikasi dan menandai konten palsu secara real-time. Selain itu, melatih karyawan serta publik untuk mengenali dan melaporkan informasi palsu adalah langkah krusial. Pelatihan ini harus mencakup bagaimana mengidentifikasi tanda-tanda konten yang dimanipulasi dan memahami dampak potensialnya.

Pengembangan kebijakan komunikasi krisis yang responsif dan transparan juga penting. Kebijakan ini harus mencakup prosedur untuk segera merespons insiden misinformasi atau deepfake, serta langkah-langkah untuk memulihkan reputasi dan kepercayaan publik.

AI dapat digunakan untuk mengotomatisasi serangan siber, seperti serangan DDoS atau pencurian data, dengan cara yang lebih cerdas dan efektif. Motivasi di balik serangan siber ini bervariasi, mulai dari pencurian data pribadi untuk keuntungan finansial, spionase industri untuk mencuri rahasia dagang, hingga serangan yang dimotivasi oleh alasan politik atau ideologis.

Selain itu, perusahaan dapat membentuk tim respons cepat yang khusus menangani insiden terkait misinformasi dan manipulasi AI. Langkah-langkah ini akan membantu mengurangi dampak negatif dari konten palsu yang dihasilkan oleh generative AI, sekaligus memastikan bahwa perusahaan siap menghadapi ancaman tersebut dengan efektif.

Ketiga, otomatisasi serangan siber. AI dapat digunakan untuk mengotomatisasi serangan siber, seperti serangan DDoS atau pencurian data, dengan cara yang lebih cerdas dan efektif. Motivasi di balik serangan siber ini bervariasi, mulai dari pencurian data pribadi untuk keuntungan finansial, spionase industri untuk mencuri rahasia dagang, hingga serangan yang dimotivasi oleh alasan politik atau ideologis.

Potensi pelaku serangan juga beragam, termasuk peretas individu, kelompok kriminal terorganisir, dan bahkan aktor negara yang memiliki sumber daya besar.

Untuk mengatasi risiko ini, perusahaan harus menggunakan teknologi pemantauan canggih untuk mendeteksi ancaman secara dini dan merespons dengan cepat. Implementasi sistem keamanan berlapis sangat penting, mencakup firewall, enkripsi data, dan sistem deteksi intrusi yang canggih. Selain itu, penilaian risiko secara berkala dapat membantu mengidentifikasi kelemahan dan memperbaiki sistem keamanan sesuai kebutuhan.

Dalam kasus serangan yang dimotivasi oleh alasan politik atau ideologis, kerjasama dengan instansi keamanan seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri, dan otoritas keamanan nasional lainnya sangat penting. Selain itu, peningkatan kesadaran karyawan tentang taktik social engineering adalah kunci.

Dalam menghadapi serangan yang dimotivasi oleh keuntungan finansial, penting untuk memiliki sistem deteksi penipuan yang kuat dan melatih karyawan untuk mengenali tanda-tanda aktivitas mencurigakan. Untuk melawan spionase industri, perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi sensitif dan menggunakan teknologi enkripsi yang kuat.

Dalam kasus serangan yang dimotivasi oleh alasan politik atau ideologis, kerjasama dengan instansi keamanan seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri, dan otoritas keamanan nasional lainnya sangat penting. Selain itu, peningkatan kesadaran karyawan tentang taktik social engineering adalah kunci.

Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan mereka terhadap berbagai ancaman siber, memastikan bahwa mereka siap menghadapi serangan dari berbagai motivasi dan pelaku yang berbeda.

Langkah-langkah ini tidak hanya membantu dalam mendeteksi dan merespons ancaman, tetapi juga dalam membangun sistem pertahanan yang kuat dan adaptif terhadap perkembangan teknologi dan taktik serangan siber.

Keempat, memanipulasi pasar keuangan. Penggunaan AI yang canggih dapat digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau analisis pasar yang menyesatkan, yang dapat memanipulasi harga saham dan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.

Contohnya, AI dapat digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan palsu atau analisis pasar yang tampak sah namun sebenarnya menyesatkan investor. Manipulasi semacam ini bisa menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham secara tidak wajar, merugikan investor individu dan institusi, serta mengganggu stabilitas pasar secara keseluruhan.

Untuk mengatasi risiko ini, perlu dilakukan pemantauan pasar secara terus-menerus menggunakan teknologi canggih yang dapat mendeteksi pola manipulasi dan aktivitas yang mencurigakan. Sistem ini harus mampu menganalisis volume perdagangan, perubahan harga yang tidak biasa, dan aktivitas yang mungkin mengindikasikan manipulasi pasar.

Selain itu, perusahaan perlu bekerja sama dengan regulator pasar, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk mendeteksi dan mencegah manipulasi pasar. Kolaborasi ini penting untuk memastikan bahwa ada mekanisme pemantauan yang efektif dan penegakan hukum yang kuat terhadap pelanggar.

Meningkatkan transparansi dan akurasi dalam pelaporan data keuangan juga merupakan langkah penting dalam mitigasi risiko. Perusahaan harus memastikan bahwa laporan keuangan mereka diaudit secara independen dan memenuhi standar akuntansi yang ketat. Penggunaan teknologi blockchain untuk pelaporan keuangan dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan transparansi dan integritas data, karena blockchain menyediakan catatan transaksi yang tidak dapat diubah dan dapat diverifikasi oleh semua pihak terkait.

Perusahaan juga dapat mengimplementasikan sistem peringatan dini yang memberi tahu investor tentang aktivitas mencurigakan atau laporan yang mungkin palsu. Dengan mengadopsi langkah-langkah ini, perusahaan dapat mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan AI dalam manipulasi pasar, menjaga integritas pasar keuangan, dan melindungi investor dari kerugian yang tidak semestinya.

Selain itu, edukasi kepada investor mengenai cara mengidentifikasi informasi palsu dan analisis pasar yang menyesatkan sangat penting. Ini dapat mencakup pelatihan dan penyediaan sumber daya untuk membantu investor membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat.

Perusahaan juga dapat mengimplementasikan sistem peringatan dini yang memberi tahu investor tentang aktivitas mencurigakan atau laporan yang mungkin palsu. Dengan mengadopsi langkah-langkah ini, perusahaan dapat mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan AI dalam manipulasi pasar, menjaga integritas pasar keuangan, dan melindungi investor dari kerugian yang tidak semestinya.

Kelima, pelanggaran privasi dan data mining. Penggunaan generative AI dapat menggabungkan data dari berbagai sumber untuk menciptakan profil rinci tentang individu tanpa persetujuan mereka, yang menimbulkan risiko privasi besar.

Teknologi ini memungkinkan penciptaan profil yang sangat mendetail, termasuk informasi pribadi seperti kebiasaan belanja, lokasi, dan preferensi pribadi, yang dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Risiko ini sangat relevan bagi individu, organisasi, dan regulator data. Individu yang profilnya dibuat tanpa izin dapat mengalami berbagai dampak negatif, mulai dari pelanggaran privasi hingga potensi penyalahgunaan data pribadi oleh pihak ketiga.

Organisasi seperti perusahaan teknologi, lembaga keuangan, dan pemasaran digital juga berisiko terlibat dalam masalah hukum dan reputasi jika data yang mereka kumpulkan disalahgunakan untuk tujuan yang tidak sah.

Regulator data seperti Komisi Informasi dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Indonesia, serta entitas internasional seperti GDPR di Eropa, berkepentingan untuk memastikan bahwa data pribadi dilindungi dengan baik dan digunakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Untuk mengatasi risiko ini, perusahaan harus mengembangkan kebijakan privasi yang ketat dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perlindungan data. Ini termasuk memastikan bahwa data dikumpulkan dan diproses dengan persetujuan yang jelas dari individu, serta mengimplementasikan prosedur untuk mengamankan data dari akses yang tidak sah.

Penggunaan teknik anonimisasi data juga penting untuk melindungi informasi pribadi. Dengan anonimisasi, data dapat digunakan untuk analisis tanpa mengungkapkan identitas individu, sehingga mengurangi risiko pelanggaran privasi.

Selain itu, perusahaan harus melatih karyawan tentang pentingnya privasi data dan cara-cara melindungi informasi pribadi. Membentuk tim privasi data yang bertanggung jawab untuk mengawasi kepatuhan dan mengembangkan strategi perlindungan data juga dapat membantu mengurangi risiko. Regulator dan perusahaan perlu bekerja sama untuk memantau dan menegakkan kebijakan privasi yang efektif, memastikan bahwa data pribadi digunakan secara etis dan sah.

Dengan langkah-langkah ini, risiko privasi yang ditimbulkan oleh penggunaan generative AI dapat diminimalkan, melindungi individu dari pelanggaran privasi dan memastikan bahwa data digunakan dengan cara yang bertanggung jawab dan sesuai dengan hukum.

Untuk mengatasi risiko ini, perusahaan harus meningkatkan keamanan dan ketahanan infrastruktur kritis melalui teknologi pengawasan dan pemeliharaan preventif. Ini mencakup penggunaan sistem deteksi ancaman yang canggih, enkripsi data, dan firewall untuk melindungi jaringan dari serangan siber.

Keenam, gangguan infrastruktur kritis. Penggunaan AI untuk menyerang atau mengganggu infrastruktur kritis seperti jaringan listrik atau sistem transportasi dapat menyebabkan kegagalan operasional besar-besaran. Selain itu, infrastruktur kritis lain yang terkait dengan perusahaan keuangan, baik secara internal maupun eksternal, juga berisiko. Ini termasuk sistem perbankan, jaringan komunikasi, dan platform pembayaran digital. Serangan terhadap infrastruktur ini dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan, hilangnya data penting, dan gangguan operasional yang luas.

Untuk mengatasi risiko ini, perusahaan harus meningkatkan keamanan dan ketahanan infrastruktur kritis melalui teknologi pengawasan dan pemeliharaan preventif. Ini mencakup penggunaan sistem deteksi ancaman yang canggih, enkripsi data, dan firewall untuk melindungi jaringan dari serangan siber.

Bekerja sama dengan pihak berwenang, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Indonesia, serta lembaga keamanan siber internasional seperti National Institute of Standards and Technology (NIST) di Amerika Serikat dan National Cyber Security Centre (NCSC) di Inggris, sangat penting untuk mengembangkan rencana tanggap darurat yang efektif.

Perusahaan juga perlu melakukan simulasi skenario serangan secara berkala untuk menguji kesiapan mereka dalam menghadapi berbagai jenis ancaman. Simulasi ini harus mencakup berbagai skenario, seperti serangan DDoS, pencurian data, dan gangguan operasional, serta melibatkan seluruh bagian organisasi untuk memastikan respons yang terkoordinasi. Hasil dari simulasi ini dapat digunakan untuk menyempurnakan contingency plan, memastikan bahwa perusahaan memiliki rencana yang komprehensif dan dapat diandalkan bila terjadi serangan.

Mengembangkan rencana pemulihan yang mencakup langkah-langkah untuk memulihkan operasional dengan cepat setelah serangan terjadi sangat penting. Ini termasuk pemulihan data dari backup, penggunaan sistem cadangan, dan komunikasi krisis yang efektif untuk menjaga kepercayaan pelanggan dan pemangku kepentingan.

Selain itu, perusahaan harus mempertimbangkan untuk mengasuransikan risiko-risiko ini agar memiliki modal yang cepat tersedia untuk pemulihan sistem dan membangun kembali reputasi setelah serangan. Asuransi siber dapat menyediakan dana yang diperlukan untuk menutupi biaya pemulihan dan kerugian finansial yang terjadi akibat serangan siber.

Memahami dan mengantisipasi potensi risiko dari generative AI serta menerapkan strategi mitigasi yang efektif sangat penting bagi industri keuangan digital. Dengan pendekatan yang proaktif terhadap manajemen risiko dan komunikasi krisis, perusahaan dapat melindungi aset, reputasi, dan kepercayaan pelanggan, serta memastikan keberlanjutan bisnis di tengah perkembangan teknologi yang cepat.

Dengan mengadopsi langkah-langkah ini dan bekerja sama dengan lembaga internasional seperti NIST dan NCSC, serta mengasuransikan risiko siber, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan mereka terhadap serangan siber, memastikan bahwa infrastruktur kritis mereka dilindungi dengan baik, dan siap menghadapi ancaman yang mungkin terjadi.

Memahami dan mengantisipasi potensi risiko dari generative AI serta menerapkan strategi mitigasi yang efektif sangat penting bagi industri keuangan digital. Dengan pendekatan yang proaktif terhadap manajemen risiko dan komunikasi krisis, perusahaan dapat melindungi aset, reputasi, dan kepercayaan pelanggan, serta memastikan keberlanjutan bisnis di tengah perkembangan teknologi yang cepat. Upaya ini akan membantu perusahaan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam era digital yang semakin kompleks ini. ■

*Tuhu Nugraha, pengamat teknologi, principal Indonesia Applied Digital Economy & Regulatory Network (IADERN). Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi digitalbank.id dengan IADERN yang bertujuan membangun literasi dan narasi AI yang baik untuk Indonesia.

Comments are closed.