Bank dinilai harus mengantisipasi risiko dari penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan pembelajaran mesin (machine learning/ML) dalam operasionalnya.
Gubernur Bank Sentral Spanyol Pablo Hernandez de Cos, yang mengetuai Komite Internasional Basel untuk Pengawasan Perbankan, seperti dikutip Reuters, Rabu (17/4) mengatakan, ada pertanyaan yang belum terjawab mengenai apakah penggunaan AI atau ML di perbankan berdampak positif atau negatif terhadap stabilitas keuangan global.
“Yang ingin saya katakan adalah penggunaan AI di perbankan menimbulkan tantangan penting dalam kehati-hatian dan stabilitas keuangan,” kata de Cos dalam pidatonya di Washington, AS.
Menurut dia, jika tidak ditangani, model seperti ini berpotensi memperbesar krisis perbankan di masa depan.
“Inovasi digital akan semakin mendorong interkoneksi keuangan lintas batas dan lintas sektoral, sehingga memerlukan kolaborasi antar bank sentral dan regulator untuk mencapai dasar peraturan yang tepat untuk mengawasi penggunaan AI dan ML,” kata de Cos.
Lebih lanjut de Cos mengatakan, dalam hal perbankan, sangat penting bagi bank untuk mengantisipasi dan mengawasi risiko dan tantangan yang ditimbulkan oleh AI/ML – baik di tingkat mikro maupun makro – dan menerapkannya dalam pengaturan manajemen risiko dan tata kelola sehari-hari.
Komite Basel akan segera menerbitkan laporan yang lebih komprehensif mengenai digitalisasi keuangan dan implikasinya terhadap regulasi dan pengawasan, katanya.
Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan (Basel Committee on Banking Supervision, BCBS) sepwrti dikutip Wikipedia adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh bank sentral dari negara-negara Group of Ten (G10) pada tahun 1974.
Keanggotaannya saat ini terdiri dari perwakilan senior dari otoritas pengawas perbankan dan bank sentral dari negara-negara G10 (Belgia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Swedia, Swiss, Britania Raya, Amerika Serikat) serta perwakilan dari Luxemburg dan Spanyol. Pada tahun 2009 dan 2014, BCBS memperluas keanggotannya, sehingga tercatat sampai dengan tahun 2022 memiliki 45 anggota dari 28 yurisdiksi termasuk Indonesia.
Lembaga ini bertemu secara reguler empat kali dalam setahun, biasanya di markas Bank Penyelesaian Internasional (Bank for International Settlements, BIS) di Basel, Swiss, tempat sekretariat permanen dari 12 anggotanya.
Komite Basel merumuskan standar dan pedoman pengawasan umum dan merekomendasikan praktik terbaik dalam pengawasan perbankan (seperti Basel II) dengan harapan bahwa negara-negara anggotanya serta negara-negara lain akan mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi tersebut ke dalam sistem nasional masing-masing. Tujuan komite ini adalah untuk mendorong konvergensi menuju pendekatan dan standar bersama dalam sektor perbankan. ■