digitalbank.id – Hery Gunardi adalah sosok bankir di balik lahirnya Bank Syariah Indonesia (BSI). Dialah yang mendapar tugas mengintegrasi 1.200 cabang Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah menjadi bank syariah terbesar di Indonesia, BSI. Sebuah ambisi besar kini berada di genggamannya, mengingat Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan BSI masuk ke jajaran 10 bank syariah terbesar di dunia.
Tangan dingin Hery Gunardi dalam menyelesaikan proses merger dan pengembangan bisnis BSI, membuat CNBC Indonesia mendaulatnya sebagai The Best CEO in Merger & Acquisition.
“Alhamdulillah, penghargaan ini merupakan keberhasilan bersama dari seluruh tim yang terlibat dan dukungan luar biasa dari seluruh pemegang saham, yaitu Bank Mandiri, BNI dan BRI serta Menteri BUMN Erick Thohir yang selalu memberikan ide-ide yang membangun,” kata Hery Gunardi, Senin (12/12).
Hery yang juga dipercaya sebagai Bendahara Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dengan cekatan menjadi nahkoda BSI sehingga menjadi salah satu bank syariah terbesar yang paling disegani dengan pertumbuhan kinerja impresif.
Selain itu juga secara personal mampu menunjukkan performa positif dari sisi kepemimpinan di industri keuangan, dengan keunikan dinamika yang menyertainya.
Hery yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) adalah seorang bankir yang memiliki keahlian dalam bidang penggabungan beberapa unit bisnis. Hal tersebut dibuktikan dengan suksesnya proses merger antara tiga bank syariah di Indonesia—Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank BNI Syariah.
Dia memulai perjalanan di industri perbankan dan memulai karir di Bank Bapindo sebagai staf penelitian dan pengembangan pada tahun 1991 setelah menyelesaikan studinya di University of Oregon, USA, jurusan Keuangan dan Akuntansi. Setelah itu, perjalanan karir beliau melesat setelah berkerja di Bank Mandiri.
Sesaat setelah BSI diresmikan oleh presiden, Hery juga meraih gelar doktor pada Program Studi Doktor Ilmu Manajemen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran. Ia membuktikan keahliannya sebagai seorang bankir, khususnya di bisnis ritel, dengan menulis disertasi tentang “Pengaruh Daya Saing Bank, Manajemen Risiko dan Customer Relationship Management (CRM) terhadap Kinerja Private Wealth Management dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Bisnis Retail Banking.”
Tahun lalu, pasca suksesnya gelaran merger, BSI loncat menjadi bank nomor 7 di antara seluruh bank di Tanah Air berdasarkan total aset. Hingga akhir September tahun ini, aset BSI tercatat mencapai Rp280 triliun, meningkat nyaris 20% kurang dari dua tahun pasca merger.
Pada kuartal pertama tahun 2021, pertama kali BSI melaporkan kinerja konsolidasi pasca merger dengan catatan aset Rp 234,43 Triliun.
Dari sisi permodalan, BSI juga tumbuh semakin besar menjadi senilai Rp 25,61 Triliun, teratas di antara bank syariah di Indonesia. Dengan permodalan dan aset yang kian membesar, perseroan pun sudah siap bersaing di pasar global.
Hingga akhir kuartal ketiga tahun ini, BSI membukukan laba bersih Rp 3,21 Triliun, naik 42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Catatan pertumbuhan laba ini juga merupakan yang terbaik di antara bank syariah lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Ke depannya BSI diperkirakan dapat tumbuh semakin besar lagi, mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. BSI akan terus mengoptimalkan peluang bisnis dalam ekosistem keuangan Islam agar mampu mendorong pertumbuhan laba dan kinerja BSI.
“Dengan demikian, kami dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi umat dan pemerintah.”
Sebagai bank syariah, kebermanfaatan BSI bagi Indonesia tidak berhenti pada pembayaran pajak kepada pemerintah dan dividen kepada pemegang saham, tapi juga penunaian zakat bagi umat.
“Selain juga melanjutkan transformasi yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja bottomline perusahaan dan memberikan nilai tambah signifikan kepada pemegang saham,” tandas Hery. (HAN)