digitalbank.id – Sontak mendengar nama belakangnya saja orang lantas menghubungkannya dengan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi. Memang benar. Dialah Dyota Mahottama Marsudi, putera Retno, yang kini jadi orang nomor satu di PT Bank Aladin Syariah Tbk.
Menempati posisi puncak di Bank Aladin, lelaki kelahiran Palembang, 1989 ini, termasuk generasi milenial yang berhasil mendaki secara mulus pada industri keuangan di era digital. Beruntung, generasi dimana Dyota dilahirkan sebagai generasi milenial, teknologi informasi, internet, smartphone, sudah cukup canggih.
Itu bisa dilihat juga dari latar belakang pendidikan dan pengalaman kerjanya. Setelah lulus sebagai sarjana ekonomi Universitas Indonesia, Dyota berhasil mengantongi gelar MBA (Master in Business Administration) dari INSEAD, France.
Baca juga: Luncurkan kampanye Neoliuner, Bank Neo Commerce optimistis bisa perluas penetrasi pasar
Menguasai dua bahasa asing, Inggris dan Prancis, Dyota pernah meniti karirnya sebagai Management Consultant di Boston, AS pada Tahun 2011-2017. Pernah pula menjadi Co-founder dan COO di Happy 5.Co (2016-2018).
Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPLSB) PT Bank Aladin Syariah Tbk pada April 2021 lalu, Dyota secara resmi diangkat sebagai presdir menggantikan Basuki Hidayat. Dyota efektif menjabat setelah lulus fit and proper test dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pertengahan November 2021 lalu.
Dyota menegaskan ambisinya terhadap bank mini tersebut dengan berkomitmen untuk “memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai bank digital syariah pertama di Indonesia.”
Melalui akun LinkedIn pribadinya, diketahui bahwa Dyota menyelesaikan studi sarjana di Universitas Indonesia dan memperoleh gelar sarjana ekonomi dari jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tamat, dia melanjutkan studi di INSEAD dan memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA) dengan fokus di private equity, keuangan dan kewirausahaan.
Baca juga: Pemerintah apresiasi upaya Google membangun ekonomi digital Indonesia
Dyota memulai kariernya sebagai konsultan di perusahaan penyedia layanan konsultasi yang berkantor pusat di Massachusetts, Boston Consulting Group (BCG), selama enam tahun dari 2011 hingga 2017. Dalam profil LinkedIn tersebut, Dyota menyebutkan keahlian utamanya termasuk strategi pertumbuhan, uji tuntas komersial, integrasi pasca merger, reorganisasi, project management office (PMO) dan peningkatan operasional. Teknologi, media dan telekomunikasi (TMT), jasa keuangan, kesehatan hingga transportasi adalah teknologi yang sangat akrab dengannya.
2016 dia mendirikan perusahaan startup Happy5 dan menjabat sebagai chief operating officer sampai 2018. Happy5 merupakan perusahaan yang bergerak di bidang software-as-a-service (SaaS) yang fokus pada sistem human capital management. Happy5 mengaku deretan klien yang dimiliki mulai dari UKM, perusahaan rintisan hingga 2 dari 3 bank terbesar di Indonesia.
Terakhir sebelum resmi menjadi Presdir Bank Aladin, Dyota menjabat sebagai Senior Executive Director Vertex Ventures sejak 2018 hingga 2021. Perusahaan modal ventura yang berbasis di Singapura ini berinvestasi pada perusahaan rintisan dengan pertumbuhan yang tinggi di seluruh Asia kecuali Tiongkok.
Baca juga: Sri Mulyani menilai pinjol ilegal adalah lintah darat berkedok teknologi digital
Secara bersamaan ia juga memperoleh jabatan sebagai penasihat transformasi digital kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dari tahun 2019-2020. Sebagai penasihat, Dyota bertugas untuk memimpin pengembangan strategi bagaimana Indonesia dapat mendukung pertumbuhan eksplosif di industri teknologi dan modal ventura, dengan rekomendasi dilaporkan langsung kepada Menteri PPN.
Bank Aladin yang sebelumnya bernama Bank Net Syariah itu, kini memang telah berganti wajah, logo dan visinya di bawah jajaran direksi dari generasi milenial.
Di bawah kepemimpinan Dyota, pergantian nama itu juga adalah bentuk transformasi ke arah bank digital yang mampu memberikan pelayanan yang mudah, bersahabat dan relevan. “Perubahan nama menjadi Aladin juga adalah upaya memberikan citra baru perseroan kepada masyarakat,” ujarnya meyakini.
Baca juga: Cegah praktik shadow banking, OJK bakal batasi aliran dana bank ke fintech?
Sepanjang tahun pandemic hingga 2020, kinerja Bank Aladin memang terbilang baik-baik saja. Sempat membukukan pendapatan sebesar Rp31,27 miliar. Namun turun 39,23% dari tahun sebelumnya dengan pendapatan mencapai Rp51,47 miliar. Toh, per September 2021, asetnya mengalami peningkatan menjadi Rp 1,18 triliun.
Tentu saja bank ini masih membutuhkan banyak tambahan modal. itu sebabnya perusahaan akan melemparkan 2 lembar sahamnya ke pasar modal di Desember 2021. Aladin berharap akan ada tambahan modal sebesar kurang lebih Rp2 triliun.
Mampukah Dyota ‘mengusap-usap’ Bank Aladin seperti tokoh Aladin di film drama fantasi yang permintaannya selalu dikabulkan dengan hanya mengusap-usap lampu wasiat? Kita tunggu saja. (LUK)