Belajar dari DBS Bank Singapura: Karena aplikasi malfungsi, reputasi bank digital jadi taruhan

- 26 November 2021 - 21:46

 

digitalbank.id — HANYA KARENA SATU komponen infrastruktur perbankan mal fungsi, seluruh layanan perbankan digital DBS Bank terhenti selama lebih dari 24 jam dan terus bertambah. Praktis selama dua hari layanan Bank ini terhenti.

“Agak sulit menerima kenyataan ini, sangat di bawah standar dan ekspektasi kami,” keluh Tan Kim Lam, salah satu nasabah setia bank DBS Singapura. Pemadaman ini terjadi menjelang peluncuran bank online di Singapura tahun depan.

“Waktu hentinya terlalu lama. Sangat mengecewakan. Saatnya ganti Bank. Saya berharap DBS bisa lebih baik dari ini,” teriak Samson Joseph, yang juga nasabah bank ini. Posting di laman Facebook bank ini menarik lebih dari 2.500 komentar, yang mayoritas nasabah mengatakan, mereka tidak dapat masuk ke rekening bank digital mereka, sementara sebagian lainnya menuntut kompensasi.

Baca jugaBank digital sebagai pandemic native, sebuah survei

Luar biasa. Demikian besar kekecewaan nasabah bila layanan banknya terhenti. Apalagi mengingat bisnis bank adalah bisnis kepercayaan. Sekali saja bank melakukan kesalahan, para nasabah bisa dalam waktu singkat bisa melupakan jasa atau prestasi bank sebelumnya, meskipun selalu prima kinerjanya.

Demi kepuasan para nasabah, Bank sentral Singapura langsung bereaksi. pada Rabu (24/11) pihaknya mempertimbangkan untuk mengambil “tindakan pengawasan” pada DBS Group Holdings Ltd setelah layanan perbankan online bank Singapura ini mengalami gangguan dua hari berturut-turut.

“Ini adalah gangguan serius dan Otoritas Moneter Singapura (MAS) mengharapkan DBS untuk melakukan penyelidikan menyeluruh untuk mengidentifikasi akar penyebab dan menerapkan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan,” ungkap Marcus Lim, asisten direktur pelaksana dari tim perbankan dan asuransi di MAS

Baca juga: Bank Jago dan GoPay hadirkan integrasi bank digital dan platform on demand pertama di Indonesia

“MAS akan mempertimbangkan tindakan pengawasan yang tepat setelah penyelidikan,” kata Lim.

Sebelumnya pada hari itu, DBS meyakinkan pelanggan bahwa simpanan dan uang mereka aman meskipun ada masalah teknis.

Gangguan tersebut, termasuk pada aplikasi pembayarannya, adalah yang terbesar yang dialami oleh bank terbesar di Asia Tenggara ini sejak kesalahan besar pada tahun 2010 yang membuat pelanggan tidak dapat menarik uang tunai dari ATM selama berjam-jam. Hal itu mengakibatkan MAS melakukan tindakan pengawasan terhadapnya.

Gangguan terbaru ini memicu kemarahan pelanggan hanya beberapa jam setelah DBS mengumumkan perbaikan setelah hari pertama pemadaman.

Baca juga:Habis pinjol terbitlah bank digital

“Kemarin, kami mengidentifikasi masalah dengan server kontrol akses kami dan inilah penyebab para nasabah tidak dapat masuk,” ungkap Shee Tse Koon, kepala DBS negara Singapura dalam dalam pesan videonya di Facebook.

Dia mengatakan DBS dan penyedia teknik pihak ketiganya telah memperbaiki masalah tersebut dan layanan dipulihkan tepat setelah tengah malam tetapi masalah itu muncul kembali pada Rabu pagi.

“Saya ingin meyakinkan Anda bahwa simpanan dan uang Anda aman,” kata Shee, seraya menambahkan bahwa nasabah masih bisa menggunakan cabang bank dan layanan perbankan via telepon.

Baca juga:Nama boleh saja bank digital, rasanya sih masih tetap konvensional

DBS beroperasi di tempat-tempat termasuk Indonesia, India dan Hong Kong, tetapi pasar ritel dan manajemen aset terbesarnya ada di Singapura. Di negeri jiran ini, DBS adalah pemimpin pasar dalam perbankan ritel.

Selama dekade terakhir, Group CEO Piyush Gupta telah mengarahkan bank untuk menginvestasikan miliaran dolar untuk meningkatkan infrastruktur teknologinya saat menggunakan komputasi awan (cloud computing) dan digitalisasi layanannya.

Antisipasi OJK
Krisis yang menimpa DBS Bank ini merupakan pelajaran berharga bagi pengelola perbankan digital tak cuma di Singapura, melainkan juga di seluruh dunia termasuk Indonesia. Buktinya, jauh sebelum krisis ini terjadi, Otoritas Jasa keuangan (OJK) telah lama berencana untuk menerbitkan Peraturan OJK (POJK) yang khusus mengenai perlindungan serangan siber di sektor perbankan di Tanah Air atau POJK Cyber Protection.

Baca juga: Usung teknologi blockchain, Bank Permata buat terobosan transaksi trade finance

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa keuangan (OJK) Heru Kristiyana mengungkapkan, pada Oktober lalu, OJK sudah meluncurkan pedoman secara umum mengenai cyber security.

“Kami sudah mulai mempersiapkan aturan OJK-nya, dan awal tahun depan sudah keluar,” kata Heru.

Heru menilai, adanya POJK tersebut penting agar perbankan mempunyai pedoman dalam mengatur cyber security

Baca jugaDBS investasikan S0 juta pada 2022 untuk intelligent banking

Sebagai informasi, POJK ini diterbitkan untuk mengantisipasi potensi risiko serangan siber di tengah tren digitalisasi jasa keuangan.

Sebab, risiko lain dari tren digitalisasi di sektor jasa keuangan saat ini ialah serangan kebocoran data yang penting untuk diamankan oleh perbankan mengenai data nasabah. Selain itu, risiko lain dalam digitalisasi perbankan adalah sumber dan infrastruktur jaringan teknologi yang belum merata sehingga jika ada nasabah transfer mengalami gangguan.

Di bagian lain, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengungkapkan perkembangan digitalisasi di sektor perbankan memang meningkatkan timbulnya risiko terhadap keamanan siber bagi bank.

Baca juga:Salah hitung customer acquisition cost, jangan harap bank digital cuan

Sebab itu, maraknya serangan siber telah mendorong kebutuhan untuk meningkatkan ketahanan siber (cyber resilience) melalui penguatan keamanan siber.

Bahkan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan IMF mengenai cyber risk di sektor keuangan, estimasi kerugian rata rata tahunan di keuangan global yang disebabkan serangan siber mencapai US$ 100 miliar atau setara dengan Rp 1.430 triliun (kurs Rp 14.300/US$).

Ini termasuk data BIN (Badan Intelijen Negara) hingga Juli 2021 di mana ada serangan siber sebanyak 741,4 juta, naik 2 kali lipat dibanding seluruh serangan siber yang terdeteksi di 2020 sebanyak 465,3 juta serangan.

“Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan IMF mengenai cyber risk di financial sector, estimasi kerugian rata rata tahunan di keuangan global yang disebabkan serangan siber mencapai US$ 100 miliar,” katanya. Selamat datang di era perbankan digital, namun tetap waspada adanya potensi gangguan atau malfungsi infrastrukturnya. Semoga kejadian menyedihkan di Singapura tidak merembet ke negeri kita. (SAF).

 

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.