Bank bisa punya aset kripto, asal kecukupan ATMR-nya 1.250%

- 7 Maret 2023 - 11:59

digitalbank.id – Saat ini bank dimungkinan memiliki aset kripto namun harus memenuhi persyaratan yang cukup ketat, salah satu persyaratannya adalah soal kecukupan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara kepada media di Balikpapan, pekan ini mengatakan, aturan internasional menetapkan bank bisa memiliki aset kripto asalkan memiliki ATMR sebesar 1.250%.

“Jadi kalau di dunia internasional itu, kalau mau punya aset kripto ATMR-nya harus 1.250%. Jadi boleh [bank punya aset kripto] tapi tidak disarankan,” katanya.

ATMR merupakan risiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva berisiko rendah ataupun yang risikonya lebih tinggi dari yang lain.

Mirza mengakui jika saat ini pandangan bank internasional terhadap kripto mulai sedikit berubah dibandingkan tiga tahun lalu. Alasannya, banyak para nasabah bank internasional tersebut sudah mulai melirik aset kripto.

Selama ini, kripto masih menjadi perdebatan di dunia. Meski kemudian sudah mulai sedikit melunak seperti terlihat pada aturan permodalan ATMR.

“Sekarang sebenarnya [kripto] sudah bisa diterima. Bank-bank internasional itu, dengan berat hati, kalau mau involve di kripto ada syarat modalnya,” tuturnya.

Pada aturan permodalan ATMR 1.250% ini, menetapkan jika setiap Rp1 aset kripto yang dimiliki perbankan harus dicover oleh 1 modal dan tidak boleh menggunakan dana pihak ketiga (DPK).

Mirza mengatakan ke depan OJK juga akan mengurusi aset kripto. Pengalihan ini sesuai UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pengalihan pengawasan ini berkaca pada banyaknya investor berinvestasi aset kripto, sehingga harus ada regulator yang mengatur. OJK akan menyiapkan berbagai hal terkait kewenangan ini. “Dalam 2,5 tahun ke depan ini, OJK diberi amanat urusi aset kripto,” ucap Mirza.

Sebelumnya, pengawasan dan pengelolaan aset kripto akan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebelumnya ada di Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bappebti).

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyatakan OJK tidak hanya melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap industri perbankan, industri keuangan nonbank (IKNB), dan pasar modal tetapi juga turut bertanggung jawab atas kegiatan jasa keuangan dan kegiatan investasi di bidang inovasi teknologi.

“Sektor keuangan (ITSK), aset keuangan digital, dan aset kripto hingga lembaga keuangan mikro dan koperasi. Hal ini pada akhirnya juga menjadi tanggung jawab baru dari sisi perlindungan dan edukasi konsumen,” ujar Frederica dalam keterangam resmi, dikutip Senin (6/3).

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan kenaikan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia dari 38,03% di 2019 menjadi 49,68%. Indeks inklusi keuangan juga naik menjadi 85,10% dari 76,19% di 2019.

“Masih ada gap yang cukup besar antara literasi dan inklusi keuangan di masyarakat. Hal ini menjadi fokus OJK, khususnya departemen yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen,” katanya.

Selain itu, berdasarkan hasil survei SNLIK 2022, tingkat inklusi keuangan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan literasi keuangan masyarakat Indonesia. Ia mengakui, bahwa ada gap yang cukup besar antara inklusi dengan literasi keuangan di masyarakat.

“Namun, sudah ada penurunan gap dari 38% di 2019 menjadi 35% pada survei 2022. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah juga buat kami, jangan sampai literasi tertinggal dari inklusinya. Di UU OJK itu sangat jelas, dan dengan adanya UU P2SK semakin diperkuat kewajiban untuk melakukan literasi edukasi,” kata Friderica.

Friderica menyebut tugas OJK makin luas dengan adanya UU P2SK, termasuk makin beragamnya produk jasa keuangan yang diawasi OJK.

“Kami memastikan dari sisi tim perlindungan konsumen itu paham dengan industri yang baru masuk ke dalam pengawasan OJK ini, seperti koperasi, crypto currency, dan sebagainya. Selain itu, kami terus memperkuat infrastruktur dan penguatan sumber daya manusia (SDM) serta implementasi supervisory technology, dan regulatory technology,” demikian Friderica. (HAN)

Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.