
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran iklan senilai Rp409 miliar. KPK menemukan indikasi penggelembungan biaya dan manipulasi tender oleh enam agensi iklan yang memenangkan proyek promosi bank tersebut. Dari total anggaran yang dikucurkan, sekitar Rp222 miliar diduga fiktif atau tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Selain Yuddy, empat tersangka lainnya termasuk pejabat internal BJB dan pemilik agensi periklanan yang terlibat dalam skema ini.
Fokus utama:
- KPK menduga terdapat manipulasi dalam pengadaan iklan Bank BJB selama 2021 hingga pertengahan 2023. Dari anggaran Rp409 miliar, setengahnya diduga dikorupsi.
- Selain mantan Dirut BJB, kasus ini juga menyeret kepala Divisi Corporate Secretary serta tiga pemilik agensi iklan yang diduga terlibat dalam penggelembungan harga.
- KPK telah menerbitkan lima surat perintah penyidikan dan melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kantor BJB dan rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (Bank BJB), Yuddy Renaldi, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan. Skandal ini melibatkan anggaran senilai Rp409 miliar yang dikeluarkan untuk promosi di berbagai media, baik televisi, cetak, maupun digital.
Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, mengungkapkan bahwa kasus ini berlangsung dari 2021 hingga pertengahan 2023. Dari total anggaran tersebut, hanya sekitar Rp100 miliar yang benar-benar digunakan untuk iklan. Sisanya, sebesar Rp222 miliar, diduga tidak riil atau fiktif.
“Kami menemukan fakta bahwa pekerjaan enam agensi yang terlibat hanya sebatas menempatkan iklan, tetapi proses penunjukan mereka dilakukan dengan melanggar aturan pengadaan barang dan jasa,” ujar Budi dalam konferensi pers, Kamis (13/3).
Selain Yuddy, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya, yakni WH (pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB) serta tiga pemilik agensi periklanan, yaitu IAD, SUH, dan RSJK.
KPK mengungkapkan bahwa skema korupsi ini dilakukan dengan cara menggelembungkan harga (mark-up) dan memanipulasi proses tender. Dalam praktiknya, enam agensi yang ditunjuk untuk menangani iklan menerima anggaran dengan nilai fantastis:
- Rp41 miliar
- Rp105 miliar
- Rp99 miliar
- Rp81 miliar
- Rp33 miliar
- Rp49 miliar
Namun, setelah dipotong pajak, total dana yang dikeluarkan hanya sekitar Rp300 miliar, di mana lebih dari Rp222 miliar diduga tidak benar-benar digunakan untuk pemasangan iklan.
“Uang tersebut mengalir ke pihak-pihak tertentu yang tidak berhak,” tambah Budi.
Sebagai bagian dari proses penyelidikan, tim penyidik KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kantor Bank BJB di Bandung serta kediaman mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Namun, Ketua KPK menegaskan bahwa Ridwan Kamil tidak termasuk dalam daftar tersangka dalam kasus ini.
Meskipun skandal ini mencoreng reputasi Bank BJB, pihak manajemen memastikan bahwa operasional dan layanan kepada nasabah tetap berjalan normal. Direktur baru Bank BJB, Yusuf Saadudin, berjanji akan memperkuat tata kelola perusahaan dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran promosi.
“Kami akan memperbaiki sistem pengadaan agar kasus serupa tidak terulang,” kata Yusuf dalam pernyataan resminya.
Saat ini, KPK masih mendalami aliran dana serta pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam kasus ini. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan jika ditemukan bukti baru yang mengarah pada keterlibatan pihak lain.
Dengan skandal ini, KPK kembali menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi di sektor perbankan, terutama di institusi keuangan yang berbasis di daerah. ■